Sufi adalah istilah
untuk mereka yang mendalami ilmu tasawwuf, sejenis aliran mistik dalam agama
Islam. Sudah menjadi hal yang umum sejak zaman dulu bahwa yang menjadi tokoh
sufi adalah berasal dari kalangan kaum laki-laki seperti Al-Hallaj, Jalaluddin
Rumi, Syekh Shohibul Faroji Azmatkhan Ba’alawi Al-Husaini, Syekh Abdul Qadir
Jaelani, Abu Nawas, Syekh Abul Hasan Asy Syadzili. Laki-laki memang sudah
sepantasnya menjadi pemimpin dan tokoh utama dalam setiap bidang. Namun teori
itu tak berlaku lagi ketika muncul seorang tokoh sufi yang berasal
dari kaum wanita yang bernama Siti Rabiatul Adawiyah.
Rabiah adalah sufi
pertama yang memperkenalkan ajaran Mahabbah (Cinta) Ilahi, sebuah jenjang
(maqam) atau tingkatan yang dilalui oleh seorang salik (penempuh jalan Ilahi).
Selain Rabi’ah al-Adawiyah, sufi lain yang memperkenalkan ajaran mahabbah
adalah Maulana Jalaluddin Rumi, sufi penyair yang lahir di Persia tahun 604
H/1207 M dan wafat tahun 672 H/1273 M. Jalaluddin Rumi banyak mengenalkan
konsep Mahabbah melalui syai’ir-sya’irnya, terutama dalam Matsnawi dan Diwan-i
Syam-I Tabriz.
BIOGRAFI RABIAH
ADAWIYAH DARI BERBAGAI SUDUT PANDANG
Siti Rabiah Adawiyah lahir di Basra pada tahun 105 H dan meninggal pada tahun
185 H. Siti Rabiah Al Adawiyah adalah salah seorang perempuan Sufi
yang mengabdikan seluruh hidupnya hanya untuk beribadah kepada Allah.
Soerang wanita yang alur kehidupannya tidak seperti wanita pada umumnya, ia
terisolasi dalam dunia mistisme jauh dari hal-hal duniawi. Tidak ada
sesuatu yang lebih dicintainya di dunia yang melebihi cintanya kepada
Allah. Kehidupannya seolah hanya untuk mendapatkan ridho Allah, tidak ada suatu
tujuan apapun selain itu. Rabiah pernahmengeungkapkan bentuk penyerahan dirinya
kepada Allah, ketulusan ibadahnya kepada Allah dalam syair berikut ini :
“Jika aku
menyembah-Mu karena takut api neraka-Mu maka bakarlah aku di dalamnya. Dan jika
aku menyembah-Mu karena mengharap surga-Mu maka haramkanlah aku daripadanya.
Tetapi jika aku menyembah-Mu karena kecintaanku kepada-Mu maka berikanlah aku
balasan yang besar, berilah aku melihat wajah-Mu yang Maha Besar dan Maha Mulia
itu.”
الحب الذي لا تقيده
رغبة سوى حب الله وحده
‘Cinta yang
murni yang bukan hanya terbatas oleh keinginan adalah cinta kepada Allah
semata’
Siti Rabiah
Al-adawiyah dilahirkan ditengah keluarga miskin. Seisi rumahnya hanya
dapat ditemukan barang yang memang benar-benar diperlukan saja bahkan konon
mereka tidak memiliki setetes minyak (sejenis minyak telon) saja untuk
menghangatkan perut anaknya, mereka tidak memiliki lampu untuk menerangi
rumahnya. Ayahnya hanya bekerja mengangkut penumpang menyeberangi Sungai
Dijlah dengan menggunakan sampan. Ayah Rabiah Adawiyah pantang untuk
meminta-minta kepada orang lain walaupun kondisi ekonominya ditengah kehancuran
dan mendekati kesengsaraan. Ayah Rabiah bernama Ismail, nama yang tidak begitu
dikenal di wilayahnya, jauh dari keheidupan gemerlap kota Basra yang saat itu
merupakan kota besar. Lebih baik mati daripada hidup meminta-minta kepada orang
lain bagi Ayah Rabiah Adawiyah. Prinsip yang melekat dalam diri Ayah Rabiah
selaku suami dari istri yang memiliki empat anak ini begitu kuat. Sang
suami selalu yakin bahwa pertolongan Allah akan segera datang, Allah
tidak pernah tertidur, Allah selalu akan menjaga dan melindungi istri dan
anak-anaknya. Hingga suatu ketika Isterinya yang malang menangis sedih
atas keadaan keluarganya yang serba memprihatinkan itu. Dalam keadaan
yang demikian itu sang istri mengeluh kepada sang suami. Sang suami hanya dapat
menekurkan kepala ke atas lutut hingga akhirnya ia terlena dalam
tidurnya. Di dalam tidurnya ia bermimpi melihat Nabi. Nabi membujuknya: “Janganlah
engkau bersedih, karena bayi perempuan yang baru dilahirkan itu adalah ratu
kaum wanita dan akan menjadi penengah bagi 70 ribu orang di antara kaumku”.
Kemudian Nabi meneruskan; “Besok, pergilah engkau menghadap ‘ Gubernur
Bashrah, Isa az-Zadan dan tuliskan kata-kata berikut ini diatas sehelai
kertas putih : ‘Setiap malam engkau mengirimkan shalawat seratus kali kepadaku,
dan setiap malam Jum’at empat ratus kali. Kemarin adalah malam Jum’at tetapi
engkau lupa melakukannya. Sebagai penebus kelalaianmu itu berikanlah kepada
orang ini empat ratus dinar yang telah engkau peroleh secara halal'”. Ketika
terjaga dari tidurnya, ayah Rabiah mengucurkan air mata seraya bersyukur kepada
Allah karena ia yakin bahwa mimpinya adalah benar dan merupakan petunjuk dari
Allah bagi hambanya yang beriman. la pun segera menjalankan petunjuk
sebagaimana yang diperintahkan Nabi dalam mimpinya, iamenulis dan
mengirimkannya tulisannya kepada gubernur melalui pengurus rumah tangga
istana. Tidak lama setelah sang Gubernur mambaca surat tersebut, sang gubernur
langsung mengirim utusannya untuk membagikan uang masing-masing dua ribu
dinar kepada orang-orang miskin.
Seolah terhanyut dalam kebahagian dan sebagai bentuk ungkapan
rasa syukur karena sang gubernur merasa bahwa dia adalah orang yang istimewa di
mata nabi maka ia memberikan hadiah uang empat ribu dinar kepada ayah Rabiah
Adawiyah pada awalnya. Namun, setelah beberapa saat sang gubernur
merasa tidak pantas hanya menghadiahkan uang dalam jumlah tersebut kepada kekasih
Allah. Sang gubernur pun berjanji akan memberikan apapun yang dibutuhkan
ayah Rabiah Adawiyah. Kemudian sang gubernur pergi menemui Ayah dirumahnya dan
membicarakan semua yang telah ia janjikan bagi ayah Rabiah Adawiyah.
Sebagaimana yang penulis baca dan kutip darihttp://cerekaduniaakhirat.blogspot.com yang menceritakan “Amir itu meminta
supaya bapa Rabi’atul-adawiyyah selalu mengunjungi beliau apabila hendakkan
sesuatu karena beliau sungguh berasa bertuah dengan kedatangan orang yang
hampir dengan Allah. Selepas bapanya meninggal dunia, Basrah dilanda oleh
kebuluran. Rabi’atul-adawiyyah berpisah dari adik-beradiknya. Suatu ketika
kafilah yang beliau tumpangi itu telah diserang oleh penyamun. Ketua penyamun itu
menangkap Rabi’atul-adawiyyah untuk dijadikan barang rampasan untuk dijual ke
pasar sebagai abdi. Maka lepaslah ia ke tangan tuan yang baru.
Suatu hari, tatkala
beliau pergi ke satu tempat atas suruhan tuannya, beliau telah dikejar oleh
orang jahat. beliau lari. Tetapi malang, kakinya tergelincir dan jatuh.
Tangannya patah. Beliau berdoa kepada Allah, “Ya Allah! Aku ini orang yatim dan
abdi. Sekarang tanganku pula patah. tetapi aku tidak peduli segala itu asalkan
Kau rida denganku. tetapi nyatakanlah keridaanMu itu padaku.” Tatkala itu
terdengarlah suatu suara malaikat, “Tak mengapa semua penderitaanmu itu. Di
hari akhirat kelak kamu akan ditempatkan di peringkat yang tinggi hinggakan
Malaikat pun kehairanan melihatmu.” Kemudian pergilah ia semula kepada tuannya.
Selepas peristiwa itu, tiap-tiap malam ia menghabiskan masa dengan beribadat
kepada Allah, selepas melakukan kerja-kerjanya. Beliau berpuasa berhari-hari.
Suatu hari, tuannya terdengar suara rayuan Rabi’atul-adawiyyah di tengah malam
yang berdoa kepada Allah : “Tuhanku! Engkau lebih tahu bagaimana aku cenderung
benar hendak melakukan perintah-perintahMu dan menghambakan diriku dengan
sepenuh jiwa, wahai cahaya mataku. Jikalau aku bebas, aku habiskan seluruh masa
malam dan siang dengan melakukan ibadat kepadaMu. Tetapi apa yang boleh aku
buat kerana Kau jadikan aku hamba kepada manusia.”
Dilihat oleh tuannya
itu suatu pelita yang bercahaya terang tergantung di awang-awangan, dalam bilik
Rabi’atul-adawiyyah itu, dan cahaya itu meliputi seluruh biliknya. Sebentar itu
juga tuannya berasa adalah berdosa jika tidak membebaskan orang yang begitu
hampir dengan Tuhannya. sebaliknya tuan itu pula ingin menjadi khadam kepada
Rabi’atul-adawiyyah. Esoknya, Rabi’atul-adawiyyah pun dipanggil oleh tuannya
dan diberitahunya tentang keputusannya hendak menjadi khadam itu dan
Rabi’atul-adawiyyah bolehlah menjadi tuan rumah atau pun jika ia tidak sudi
bolehlah ia meninggalkan rumah itu. Rabi’atul-adawiyyah berkata bahawa ia ingin
mengasingkan dirinya dan meninggalkan rumah itu. Tuannya bersetuju.
Rabi’atul-adawiyyah pun pergi. Suatu masa Rabi’atul-adawiyyah pergi naik haji
ke Mekkah. Dibawanya barang-barangnya atas seekor keldai yang telah tua. Keldai
itu mati di tengah jalan. Rakan-rakannya bersetuju hendak membawa barang
-barangnya itu tetapi beliau enggan kerana katanya dia naik haji bukan di bawah
perlindungan sesiapa. Hanya perlindungan Allah S.W.T. Beliau pun tinggal
seorang diri di situ. Rabi’atul-adawiyyah terus berdoa, “Oh Tuhan sekalian
alam, aku ini keseorangan, lemah dan tidak berdaya. Engkau juga yang menyuruhku
pergi mengunjungi Ka’abah dan sekarang Engkau matikan keldaikudan membiarkan
aku keseorangan di tengah jalan.” Serta-merta dengan tidak disangka-sangka
keldai itu pun hidup semula. Diletaknya barang-barangnya di atas keldai itu dan
terus menuju Mekkah. Apabila hampir ke Ka’abah, beliau pun duduk dan berdoa,
“Aku ini hanya sekepal tanah dan Ka’abah itu rumah yang kuat. Maksudku ialah
Engkau temui aku sebarang perantaraan.” Terdengar suara berkata, “Rabi’atul-adawiyyah,
patutkah Aku tunggangbalikkan dunia ini kerana mu agar darah semua makhluk ini
direkodkan dalam namamu dalam suratan takdir? Tidakkah kamu tahu Nabi Musa pun
ada hendak melihatKu? Aku sinarkan cahayaKu sedikit sahaja dan dia jatuh
pengsan dan Gunung Sinai runtuh menjadi tanah hitam.” Suatu ketika yang lain,
semasa Rabi’atul-adawiyyah menuju Ka’abah dan sedang melalui hutan, dilihatnya
Ka’abah datang mempelawanya. Melihatkan itu, beliau berkata, “Apa hendakku buat
dengan Ka’abah ini; aku hendak bertemu dengan tuan Ka’abah (Allah) itu sendiri.
Bukankah Allah juga berfirman iaitu orang yang selangkah menuju Dia, maka Dia
akan menuju orang itu dengan tujuh langkah? Aku tidak mahu hanya melihat
Ka’abah, aku mahu Allah.” Pada masa itu juga, Ibrahim Adham sedang dalam
perjalanan ke Ka’abah. Sudah menjadi amalan beliau mengerjakan sembahyang pada
setiap langkah dalam perjalanan itu. Maka oleh itu, beliau mengambil masa empat
belas tahun baru sampai ke Ka’bah. Apabila sampai didapatinya Ka’abah tidak ada.
Beliau sangat merasa hampa. Terdengar olehnya satu suara yang berkata, “Ka’abah
itu telah pergi melawat Rabi’atul -adawiyyah.” Apabila Ka’bah itu telah kembali
ke tempatnya dan Rabi’atul-adawiyyah sedang menongkat badannya yang tua itu
kepada kepada tongkatnya, maka Ibrahim Adham pun pergi bertemu dengan
Rabi’atul-adawiyyah dan berkata “Rabi’atul-adawiyyah, kenapa kamu dengan
perbuatanmu yang yang ganjil itu membuat haru-biru di dunia ini?”
Rabi’atul-adawiyyah menjawab, “Saya tidak membuat satu apa pun sedemikian itu,
tetapi kamu dengan sikap ria (untul mendapat publisiti) pergi ke Ka’abah
mengambil masa empat belas tahun.” Ibrahim mengaku yang ia sembahyang setiap
langkah dalam perjalanannya. Rabi’atul-adawiyyah berkata, “Kamu isi
perjalananmu itu dengan sembahyang,tetapi aku mengisinya dengan perasaan
tawaduk dan khusyuk.” Tahun kemudiannya, lagi sekali Rabi’atul-adawiyyah pergi
ke Ka’abah. beliau berdoa, “Oh Tuhan! perlihatkanlah diriMu padaku.” Beliau pun
berguling-guling di atas tanah dalam perjalanan itu. Terdengar suara,
“Rabi’atul-adawiyyah, hati-hatilah, jika Aku perlihatkan diriKu kepadamu, kamu
akan jadi abu.” Rabi’atul-adawiyyah menjawab, “Aku tidak berdaya memandang
keagungan dan kebesaranMu, kurniakanlah kepadaku kefakiran (zahid) yang mulia di
sisiMu.” Terdengar lagi suara berkata, “Kamu tidak sesuai dengan itu. Kemuliaan
seperti itu dikhaskan untuk lelaki yang memfanakan diri mereka semasa hidup
mereka kerana Aku dan antara mereka dan Aku tidak ada regang walau sebesar
rambut pun, Aku bawa orang-orang demikian sangat hampir kepadaKu dan kemudian
Aku jauhkan mereka, apabila mereka berusaha untuk mencapai Aku.
Rabi’atul-adawiyyah, antara kamu dan Aku ada lagi tujuh puluh hijab atau tirai.
Hijab ini mestilah dibuang dulu dan kemudian dengan hati yang suci berhadaplah
kepadaKu. Sia-sia sahaja kamu meminta pangkat fakir dari Aku.” Kemudian suara
itu menyuruh Rabi’atul-adawiyyah melihat ke hadapan. Dilihatnya semua pandangan
telah berubah. Dilihatnya perkara yang luar biasa. Di awang-awangan ternampak
lautan darah yang berombak kencang. Terdengar suara lagi, “Rabi’atul-adawiyyah,
inilah darah yang mengalir dari mata mereka yang mencintai Kami (Tuhan) dan
tidak mahu berpisah dengan Kami. Meskipun mereka dicuba dan diduga, namun
mereka tidak berganjak seinci pun dari jalan Kami dan tidak pula meminta
sesuatu dari Kami.
Dalam langkah
permulaan dalam perjalanan itu, mereka mengatasi semua nafsu dan cita-cita yang
berkaitan dengan dunia dan akhirat. Mereka beruzlah (memencilkan diri) dari
dunia hingga tidak ada sesiapa yang mengetahui mereka. Begitulah mereka itu
tidak mahu publisiti (disebarkan kepada umum) dalam dunia ini.” Mendengar itu,
Rabi’atul-adawiyyah berkata, “Tuhanku! Biarkan aku tinggal di Ka’abah.” Ini pun
tidak diberi kepada beliau. Beliau dibenarkan kembali ke Basrah dan
menghabiskan umurnya di situ dengan sembahyang dan memencilkan diri dari orang
ramai.
Suatu hari
Rabi’atul-adawiyyah sedang duduk di rumahnya menunggu ketibaan seorang darwisy
untuk makan bersamanya dengan maksud untuk melayan darwisy itu,
Rabi’atul-adawiyyah meletakkan dua buku roti yang dibuatnya itu di hadapan
darwisy itu. Darwisy itu terkejut kerana tidak ada lagi makanan untuk
Rabi’atul-adawiyyah. Tidak lama kemudian, dilihatnya seorang perempuan membawa
sehidang roti dan memberinya kepada Rabi’atul-adawiyyah menyatakan tuannya
menyuruh dia membawa roti itu kepada Rabi’atul-adawiyyah, Rabi’atul-adawiyyah
bertanya berapa ketul roti yang dibawanya itu. Perempuan itu menjawab, “Lapan
belas.” Rabi’atul-adawiyyah tidak mahu menerima roti itu dan disuruhnya
kembalikan kepada tuannya. Perempuan itu pergi. Kemudian datang semula.
Rabi’atul-adawiyyah menerima roti itu selepas diberitahu bahawa ada dua puluh
ketul roti dibawa perempuan itu. Darwisy itu bertanya kenapa Rabi’atul-adawiyyah
enggan menerima dan kemudian menerima pula. Rabi’atul-adawiyyah menjawab,
“Allah berfirman dalam Al-Quran iaitu : “Orang yang memberi dengan nama Allah
maka Dia akan beri ganjaran sepuluh kali ganda. Oleh itu, saya terima hadiah
apabila suruhan dalam Al-Quran itu dilaksanakan.” Suatu hari
Rabi’atul-adawiyyah sedang menyediakan makanan. Beliau teringat yang beliau
tidak ada sayur. Tiba-tiba jatuh bawang dari bumbung. Disepaknya bawang itu
sambil berkata, “Syaitan! Pergi jahanam dengan tipu-helahmu. Adakah Allah
mempunyai kedai bawang?” Rabi’atul-adawiyyah berkata, “Aku tidak pernah meminta
dari sesiapa kecuali dari Allah dan aku tidak terima sesuatu melainkan dari
Allah.”
Suatu hari, Hassan
Al-Basri melihat Rabi’atul-adawiyyah dikelilingi oleh binatang liar yang
memandangnya dengan kasih sayang. Bila Hassan Al-Basri pergi menujunya,
binatang itu lari. Hassan bertanya, “Kenapa binatang itu lari?” Sebagai
jawaban, Rabi’atul-adawiyyah bertanya, “Apa kamu makan hari ini?” Hassan
menjawab, “Daging.” Rabi’atul- adawiyyah berkata, Oleh kerana kamu makan
daging, mereka pun lari, aku hanya memakan roti kering.”
Suatu hari
Rabi’atul-adawiyyah pergi berjumpa Hassan Al-Basri. Beliau sedang menangis
terisak-isak kerana bercerai (lupa) kepada Allah. Oleh kerana hebatnya tangisan
beliau itu, hingga air matanya mengalir dilongkang rumahnya. Melihatkan itu,
Rabi’atul-adawiyyah berkata, “Janganlah tunjukkan perasaan sedemikian ini
supaya batinmu penuh dengan cinta Allah dan hatimu tenggelam dalamnya dan kamu
tidak akan mendapati di mana tempatnya.” Dengan penuh kehendak untuk mendapat
publiksiti, suatu hari, Hassan yang sedang melihat Rabi’atul-adawiyyah dalam
satu perhimpunan Aulia’ Allah, terus pergi bertemu dengan Rabi’atul-adawiyyah
dan berkata, “Rabi’atul-adawiyyah, marilah kita meninggalkan perhimpunan ini
dan marilah kita duduk di atas air tasik sana dan berbincang hal-hal keruhanian
di sana.” Beliau berkata dengan niat hendak menunjukkan keramatnya kepada orang
lain yang ia dapat menguasai air (seperti Nabi Isa a.s. boleh berjalan di atas
air). Rabi’atul-adawiyyah berkata, “Hassan, buangkanlah perkara yang sia-sia
itu. Jika kamu hendak benar memisahkan diri dari perhimpunan Aulia’ Allah, maka
kenapa kita tidak terbang sahaja dan berbincang di udara?” Rabi’atul-adawiyyah
berkata bergini kerana beliau ada kuasa berbuat demikian tetapi Hassan tidak
ada berkuasa seperti itu. Hassan meminta maaf. Rabi’atul-adawiyyah berkata,
“Ketahuilah bahawa apa yang kamu boleh buat, ikan pun boleh buat dan jika aku
boleh terbang, lalat pun boleh terbang. Buatlah suatu yang lebih dari perkara
yang luarbiasa itu. Carilah ianya dalam ketaatan dan sopan-santun terhadap
Allah.” Seorang hamba Allah bertanya kepada Rabi’atul-adawiyyah tentang perkara
kahwin. beliau menjawab, “Orang yang berkahwin itu ialah orang yang ada
dirinya. Tetapi aku bukan menguasai badan dan nyawaku sendiri. Aku ini
kepunyaan Tuhanku. Pintalah kepada Allah jika mahu mengahwini aku.”
Hassan Al-Basri
bertanya kepada Rabi’atul-adawiyyah bagaiman beliau mencapai taraf keruhanian yang
tinggi itu. Rabi’atul-adawiyyah menjawab, “Aku hilang (fana) dalam mengenang
Allah.” Beliau ditanya, “Dari mana kamu datang?” Rabi’atul-adawiyyah menjawab,
“Aku datang dari Allah dan kembali kepada Allah.” Rabi’atul-adawiyyah pernah
bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad S.A.W. dan baginda bertanya kepadanya
sama ada beliau pernah mengingatnya sebagai sahabat. Rabi’atul-adawiyyah
menjawab, “Siapa yang tidak kenal kepada tuan? Tetapi apakan dayaku. Cinta
kepada Allah telah memenuhi seluruhku, hinggakan tidak ada ruang untuk cinta
kepadamu atau benci kepada syaitan.” Demikian petikan dari cerita Rabiah
adwiyah versia melayu yang menggambarkan betapa besar kecintaan Rabiah Adawiyah
kepada Allah saat ia masih kecil hingga ia dewasa.
Rabi’ah adalah puteri
yang keempat dari empat bersaudara. Itulah sebabnya mengapa ia dinamakan
Rabiah. Keberadaan cerita Rabiah sebagai cerita yang menarik dan populer pada
zamannya banyak disadur dalam berbagai bahasa yakni cerita rabiah
Adawiyah versi Arab, cerita rabiah Adawiyah versi Melayu, termasuk
bahasa-bahasa di Nusantara salah satunya adalah cerita Rabiah Adawiyah yang
ditulis dalam bahasa Bugis.
Berikut akan disajikan
cerita Rabiah Adawiyah dari ketiga versi tersebut yaitu versi Arab, Versi
Melayu, dan Versi Bugis berdasar kepada Tesis tentang “Suntingan Teks Kisah
Sitti Rabiatul Adawiyah dan Pengangkatan Muatan Lokal” oleh Sitti Gomo Attas
mahasiswa pascasarjana, program studi Ilmu Susastra, Fakultas Ilmu Pengetahuan
Budaya, Universitas Indonesia.
Ringkasan
Cerita Versi Arab
Ketika usianya hampir
remaja Rabiah dijadikan budak. Namun, hal ini tidak membuatnya putus harapan
untuk tetap mendekatkan diri kepada Allah. Setelah Rabiah dibebaskan dari
perbudakan, ia terus menjalankan ibadah kepada Allah.
Beberapa kali
laki-laki datang melamar Rabiah, tetapi selalu ia tolak. Diantara laki-laki
yang dating melamar Rabiah ada seorang yang berpengaruh di Basrah, namun
ditolak Rabiah dengan alasan bahwa ia hanya ingin beribadah kepada Allah .
Alasan lain Rabiah menolak lamaran laki-laki yang dating padanya karena mereka
tidak ada yang mampu menjawab masalah kehidupan sesudah mati, yang
dipertanyakan oleh Rabiah. Kehidupan sufi Rabiah yang mengabdikan dirinya
kepada Tuhan ia jalankan sampai akhir hidupnya, tanpa pernah menikah.
Ringkasan
Cerita Versi Melayu
Cerita ini dimulai
tatkala Rabiah berguru kepada Syekh Junaidi bin Saman farj. Gurunya melamar
Rabiah, namun ditolak ooleh Rabiah. Akhirnya Rabiah menerima lamaran gurunya
karena takut durhaka. Lamaran itu diterimanya hanya dengan khutbah nikah,
tetapi Rabiah meminta suaminya agar tidak menyentuhnya.
Setelah suaminya
wafat, Rabiah didatangi oleh empat syekh, yaitu Syekh Syari`at, Syekh Tarikat,
Syekh Hakikat, dan Syekh Makrifat. Keempat syekh dating melamar Rabiah. Namun,
ia tolak karena tidak bisa menjawab masalah tasawuf yang diajukan oleh raja
kepada keempat syekh itu. Hanya Rabiah yang mampu menjawab semua pertanyaan
itu. Raja Sa`id yang mengajukan pertanyaan tersebut kagum kepada Rabiah dan
melamarnya, tetapi sebelum Rabiah menerima lamaran Raja Sa`id. Rabiah telah
berpulang ke rahmatullah yang diikuti oleh Raja Sa`id.
Ringkasan
Cerita Versi Bugis
Kisah ini dimulai
ketika Sitti Rabiatul Adawiyah berguru kepada seorang syekh yang bernama Zainul
Arifin. Karena takut durhaka kepada gurunya, Rabiah pun menerima lamaran yang
diajukan oleh Zainul Arifin. Setelah gurunya yang sekaligus menjadi suaminya
meninggal dunia, Rabiah dilamar oleh empat bersaudara. Namun, karena alasan
bahwa suaminya baru meninggal maka Rabiah menolak lamaran tersebut.
Setelah itu, Rabiah
didatangi oleh empat saudagar kaya yang ingin melamarnya. Namun, karena empat
saudagar itu tidak mampu menjawab pertanyaan Rabiah tentang isi dunia yaitu
laki-laki dan wanita, maka lamaran empat saudagar pun ditolak.
Selanjutnya, datanglah
seorang raja bernama Raja Akbar yang mempunyai pengetahuan agama yang cukup
tinggi dan mampu menjawab pertanyaan Rabiah tentang makna shalat di hari
kemudian. Raja Akbar dengan lancart menjawab semua pertanyaan Rabiah. Akhirnya,
rabiah dinikahkan dengan Raja Akbar sesuai dengan hokum yang berlaku dalam
perkawinan.
Setelah mereka
menikah, tidak lama kemudian Raja akbar dan Rabiah dikaruniai seorang puteri
yang diberi nama I Daramatasia. Raja Akbar pernah bernazar jika ia dapat
berjodoh dengan Rabiah dan memiliki seorang anaka perempuan, maka ia
akanmengawinkan dengan seorang ahli agama yang mengabdikan diri di jalana
Allah. Nazar itu diolaksanakan suami-istri (Raja Akbar dan Rabiah) untuk
menikahkan puterinya yang telah selesai belajar agama kepada ulama yang shaleh.
Selanjutnya cerita ini
menceritakan rumah tangga puteri Rabiah, I Daramatasia dengan suaminya.
Dibawah ini penulis sertakan kutipan Cerita Rabiah dalam versi
Bugis yang diambil dari iriantosyahkasim.multiply.com sebagai
berikut : Cerita Rabiah dalam
versi Bugis mengungkap alur yang sarat dengan nilai-nilai budaya yang dianggap
sebagai penyemangat tokoh dalam menjalankan kehidupan. Nilai budaya itu, yakni
Siri’ dalam sistem perkawinan yang digambarkan dalam cerita Rabiah. Selain itu,
juga Siri dalam semangat merantau dan semangat belajar ilmu agama.
Kisah Rabiah Al
Adawiyah dalam versi ini, memberikan penjelasan sistem adat dalam budaya Bugis
yang dikenal dengan istilah ‘Pangaderreng’. Panggaderreng dapat diartikan sebagai
keseluruhan norma yang meliputi bagaimana seseorang harus bertingkah laku
terhadap sesama manusia dan terhadap pranata sosialnya secara timbal balik, dan
yang menyebabkan adanya gerak (dinamis) masyarakat.
Unsur terakhir dalam
‘Panggaderreng’ adalah sistem adat yang berasal dari ajaran Islam dan masuk ke
dalam “Panggaderreng’ setelah masuknya pengaruh Islam ke dalam masyarakat Bugis
sekitar Abad ke-17. Sistem adat masyarakat Bugis terdiri dari lima unsur, yakni
Ade’ (adat atau perlakuan budaya), Bicara (pertimbangan), Rapang
(Undang-Undang), Wari’ (klasifikasi atas segala peristiwa), dan Sara’ (hukum
syariah). Kelima unsur tersebut terjalin satu sama lain sebagai satu kesatuan
organisasi dalam alam pikiran orang Bugis, yang memberi dasar sentimen kewargaan
masyarakat dan rasa harga diri yang semuanya terkandung dalam konsep siri’.
Selanjutnya, kata Sitti Gomo, konsep siri ini adalah nilai budaya yang
mengintegrasikan secara organisasi semua unsur ‘Panggaderreng’. Artinya konsep
Siri meliputi banyak aspek dalam kehidupan masyarakat dan kebudayaan orang
Bugis seperti yang tercermin dalam naskah Rabiah Al-Adawiyah versi Bugis. “C.H.
Salambasyah dan kawan-kawan memberikan batasan kata Siri dengan tiga golongan
pengertian, yakni Siri itu sama artinya dengan malu, Siri sebagai daya
pendorong untuk melenyapkan (membunuh), mengasingkan, dan mengusir terhadap
barang siapa atau apa yang menyinggung perasaan mereka, dan Siri itu sebagai
semangat (Summange) untuk membanting tulang, bekerja mati-matian untuk suatu usaha.
Persamaan dan
Perbedaan
Berdasarkan ringkasan
cerita diatas dapat disimpulkan bahwa ketiga cerita tersebut yaitu cerita
rabiah versi Arab, cerita rabiah versi Melayu, dan cerita Rabiah versi Bugis
mempunyai persamaan dan perbedaan. Untuk jelasnya hal tersebut dapat
digambarkan melalui bagan sebagai berikut :
Episode
|
Cerita Versi Arab
|
Cerita Versi Melayu
|
Cerita Versi Bugis
|
Sejak kecil Rabiah beribadah dengan baik
|
+
|
+
|
+
|
Rabiah berguru
|
–
|
+
|
+
|
Rabiah menjadi ahli agama yang terkenal
|
+
|
+
|
+
|
Dilamar oleh gurunya
|
–
|
+
|
+
|
Lamaran gurunya diterima
|
–
|
+
|
+
|
Rabiah dilamar oleh empat Syekh
|
–
|
+
|
+
|
Lamaran ditolak
|
–
|
+
|
+
|
Rabiah dilamar oleh saudagar
|
+
|
–
|
+
|
Lamaran ditolak Rabiah
|
+
|
–
|
+
|
Rabiah dilamar oleh raja/penguasa
|
+
|
+
|
+
|
Rabiah mengajukan pertanyaan
|
+
|
–
|
+
|
Pertanyaan dapat dijawab
|
–
|
–
|
+
|
Lamaran diterima
|
–
|
–
|
+
|
Rabiah menikah
|
–
|
–
|
+
|
Rabiah memiliki anak
|
–
|
–
|
+
|
Keterangan : (+) =
ada/ya (-) = tidak/tidak ada
Dari gambaran diatas
terlihat adanya perbedaan dan persamaan peristiwa dalam cerita versi Arab,
cerita versi Melayu, dan cerita versi Bugis. Persamaan yang dpat ditemukan
dalam tiga ketiga cerita tersebut berdasarkan episode ialah peristiwa masa
kecil Rabiah yang telah mampu beribadah dengan baik. Peristiwa penguasaan agama
secara tuntas sehingga menjadi sufi yang terkenal di negerinya. Kecantikan dan
ilmu tinggi dimiliki oleh Rabiah. Ketika itu, banyak yang dating melamar
Rabiah termasuk penguas dinegerinya. Ketiga peristiwa tersebut diungkapkan
didalam ketiga cerita sebagai bentuk dasar cerita.
Sebaliknya berdasarkan
bagan diatas terdapat perbedaan yang ditemukan oleh peneliti dalam ketiga
cerita tersebut. Pada cerita versi Arab menunjukan tokoh Rabiah sampai akhir
hidupnya tidak menikah, sedangkan pada cerita versi Melayu tokoh rabiah
akhirnya menerima lamaran gurunya, dengan syarat gurunya tidak boleh menyentuh
dirinya. Pada cerita versi Bugis tokoh rabiah justru menerima lamaran gurunya
dan menikah dengan Raja Akbar serta memiliki anak.
KARYA RABI'AH ADAWIYAH
Rabiah Al-Adawaiyah
dianugerahi kemampuan luar biasa dalam bidang sastra. Ia mampu membuat
puisi/syair yang begitu indah melambangkan kecintaan beliau kepada Allah.
Berikut salah satu puisi karya Rabiah Adawiyah
يا ســروري ومـنـيـتـي
وعـمـادي ::::: وأنـيــســي وعــدتي ومرادي.
أنـت روح الـفـؤاد
أنــت رجــائي ::::: أنت لي مؤنس وشوقك زادي.
أنـت لـولاك يـا
حـيـاتـي وأنـسـي ::::: مـا تـشتـت فـي فـسيــح البلاد.
كـم بـدت مـنـةٌ، وكـم
لـك عـنـدي ::::: مـن عـطــاء ونـعـمـة وأيـادي.
حـبـك الآن بـغـيـتـي
ونـعـيـمــي ::::: وجــلاء لـعـيـن قـلبي الصادي.
إن تـكـن راضـيـاً
عـنـي فـأنـني ::::: يا مـنـي الـقـلـب قد بدا إسعادي
Rabiah Adawiyah
dikenal sebagai sufi yang mendalami tentang Mahabbah. Berikut adalah kumpulan
syair Mahabbah karya Rabiah Adawiyah
Cinta tidak
pernah meminta, ia senantiasa memberi, cinta membawa penderitaan, tetapi tidak
pernah berdendam, tak pernah membalas dendam. Di mana ada cinta di situ ada
kehidupan; manakala kebencian membawa kepada kemusnahan.
Tuhan memberi
kita dua kaki untuk berjalan, dua tangan untuk memegang, dua telinga untuk
mendengar dan dua mata untuk melihat. Tetapi mengapa Tuhan hanya
menganugerahkan sekeping hati pada kita? Karena Tuhan telah memberikan sekeping
lagi hati pada seseorang untuk kita mencarinya. Itulah namanya Cinta.
Ada dua titis
air mata mengalir di sebuah sungai. Satu titis air mata tu menyapa air mata yg
satu lagi,” Saya air mata seorang gadis yang mencintai seorang lelaki tetapi
telah kehilangannya. Siapa kamu pula?”. Jawab titis air mata kedua itu,” Saya
air mata seorang lelaki yang menyesal membiarkan seorang gadis yang mencintai
saya berlalu begitu sahaja.”
Cinta sejati
adalah ketika dia mencintai orang lain, dan kamu masih mampu tersenyum, sambil
berkata: aku turut bahagia untukmu.
Jika kita
mencintai seseorang, kita akan sentiasa mendoakannya walaupun dia tidak berada
disisi kita.
Jangan sesekali
mengucapkan selamat tinggal jika kamu masih mau mencoba. Jangan sesekali
menyerah jika kamu masih merasa sanggup. Jangan sesekali mengatakan kamu tidak
mencintainya lagi jika kamu masih tidak dapat melupakannya.
Perasaan cinta
itu dimulai dari mata, sedangkan rasa suka dimulai dari telinga. Jadi jika kamu
mahu berhenti menyukai seseorang, cukup dengan menutup telinga. Tapi apabila
kamu Coba menutup matamu dari orang yang kamu cintai, cinta itu berubah menjadi
titisan air mata dan terus tinggal dihatimu dalam jarak waktu yang cukup lama.
Cinta datang
kepada orang yang masih mempunyai harapan walaupun mereka telah dikecewakan.
Kepada mereka yang masih percaya, walaupun mereka telah dikhianati. Kepada
mereka yang masih ingin mencintai, walaupun mereka telah disakiti sebelumnya
dan kepada mereka yang mempunyai keberanian dan keyakinan untuk membangunkan
kembali kepercayaan.
Jangan simpan
kata-kata cinta pada orang yang tersayang sehingga dia meninggal dunia ,
lantaran akhirnya kamu terpaksa catatkan kata-kata cinta itu pada pusaranya .
Sebaliknya ucapkan kata-kata cinta yang tersimpan dibenakmu itu sekarang selagi
ada hayatnya.
Mungkin Tuhan
menginginkan kita bertemu dan bercinta dengan orang yang salah sebelum bertemu
dengan orang yang tepat, kita harus mengerti bagaimana berterima kasih atas
kurniaan itu.
Cinta bukan
mengajar kita lemah, tetapi membangkitkan kekuatan. Cinta bukan mengajar kita
menghinakan diri, tetapi menghembuskan kegagahan. Cinta bukan melemahkan
semangat, tetapi membangkitkan semangat -Hamka
Cinta dapat
mengubah pahit menjadi manis, debu beralih emas, keruh menjadi bening, sakit
menjadi sembuh, penjara menjadi telaga, derita menjadi nikmat, dan kemarahan
menjadi rahmat.
Sungguh
menyakitkan mencintai seseorang yang tidak mencintaimu, tetapi lebih
menyakitkan adalah mencintai seseorang dan kamu tidak pernah memiliki
keberanian untuk menyatakan cintamu kepadanya.
Hal yang
menyedihkan dalam hidup adalah ketika kamu bertemu seseorang yang sangat
berarti bagimu. Hanya untuk menemukan bahawa pada akhirnya menjadi tidak
bererti dan kamu harus membiarkannya pergi.
Kamu tahu bahwa
kamu sangat merindukan seseorang, ketika kamu memikirkannya hatimu hancur
berkeping.
Dan hanya
dengan mendengar kata “Hai” darinya, dapat menyatukan kembali kepingan hati
tersebut.
Tuhan ciptakan
100 bahagian kasih sayang. 99 disimpan disisinya dan hanya 1 bahagian
diturunkan ke dunia. Dengan kasih sayang yang satu bahagian itulah, makhluk
saling berkasih sayang sehingga kuda mengangkat kakinya kerana takut anaknya
terpijak.
Kadangkala kamu
tidak menghargai orang yang mencintai kamu sepenuh hati, sehinggalah kamu
kehilangannya. Pada saat itu, tiada guna sesalan karena perginya tanpa berpatah
lagi.
Jangan
mencintai seseorang seperti bunga, kerana bunga mati kala musim berganti. Cintailah
mereka seperti sungai, kerana sungai mengalir selamanya.
Cinta mampu
melunakkan besi, menghancurkan batu, membangkitkan yang mati dan meniupkan
kehidupan padanya serta membuat budak menjadi pemimpin. Inilah dasyatnya cinta
!
Permulaan cinta
adalah membiarkan orang yang kamu cintai menjadi dirinya sendiri, dan tidak
merubahnya menjadi gambaran yang kamu inginkan. Jika tidak, kamu hanya
mencintai pantulan diri sendiri yang kamu temukan di dalam dirinya.
Cinta itu
adalah perasaan yang mesti ada pada tiap-tiap diri manusia, ia laksana setitis
embun yang turun dari langit,bersih dan suci. Cuma tanahnyalah yang
berlain-lainan menerimanya. Jika ia jatuh ke tanah yang tandus,tumbuhlah oleh
kerana embun itu kedurjanaan, kedustaan, penipu, langkah serong dan lain-lain
perkara yang tercela. Tetapi jika ia jatuh kepada tanah yang subur,di sana akan
tumbuh kesuciaan hati, keikhlasan, setia budi pekerti yang tinggi dan lain-lain
perangai yang terpuji.~ Hamka
Kata-kata cinta
yang lahir hanya sekadar di bibir dan bukannya di hati mampu melumatkan seluruh
jiwa raga, manakala kata-kata cinta yang lahir dari hati yang ikhlas mampu
untuk mengubati segala luka di hati orang yang mendengarnya.
Kamu tidak
pernah tahu bila kamu akan jatuh cinta. namun apabila sampai saatnya itu,
raihlah dengan kedua tanganmu,dan jangan biarkan dia pergi dengan sejuta rasa
tanda tanya dihatinya
Cinta bukanlah
kata murah dan lumrah dituturkan dari mulut ke mulut tetapi cinta adalah
anugerah Tuhan yang indah dan suci jika manusia dapat menilai kesuciannya.
Bukan laut
namanya jika airnya tidak berombak. Bukan cinta namanya jika perasaan tidak
pernah terluka. Bukan kekasih namanya jika hatinya tidak pernah merindu dan
cemburu.
Bercinta memang
mudah. Untuk dicintai juga memang mudah. Tapi untuk dicintai oleh orang yang
kita cintai itulah yang sukar diperoleh.
Satu-satunya
cara agar kita memperolehi kasih sayang, ialah jangan menuntut agar kita
dicintai, tetapi mulailah memberi kasih sayang kepada orang lain tanpa
mengharapkan balasan.
Rabi'ah Al-Adawiyah
Reviewed by As'ad Al-Tabi'in Al-Andalasi
on
August 05, 2015
Rating:
No comments:
Komentar