Ir KH. Salahuddin Wahid

Ir KH Salahuddin Wahid Tokoh HAM dan NU, politisi
Salahuddin Wahid lahir pada 11 September 1942, di Jombang, Jawa Timur, Indonesia. Putra dari  KH Wahid Hasyim.
Tahun 1969-1977, Setelah lulus ITB, Ir KH Salahuddin Wahid bekerja di perusahaan kontraktor, menjadi Dirut.
Tahun 1997, Ir KH Salahuddin Wahid kemudian jadi Dirut sebuah konsultan teknik.
Tahun 1998-1999, menjadi Associate Director sebuah perusahaan konsultan property internasional serta sebagai anggota MPR
Kiprahnya di dunia politik sebenarnya belum begitu lama. Hampir 30 tahun arsitek lulusan ITB ini sibuk menggeluti dunia bisnis, menjadi direktur utama sebuah konsultan teknik dan pimpinan organisasi kearsitekan di Jakarta, sebelum terjun ke politik dan menjadi aktivis hak-hak asasi manusia di era Reformasi akhir decade 1990-an.
Tetapi nama Ir KH Salahuddin Wahid alias Gus Solah  tentu bukan nama yang asing di telinga warga negeri ini. Sebagai tokoh NU sekaligus duriat (keturunan) pendiri NU KH Hasyim Asy’ari, adik KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini pernah menjadi Wakil Ketua Komnas HAM, anggota MPR-RI, dan juga menjadi Calon Wapres mendampingi Capres Jenderal (Purn) Wiranto sebagai jago Partai Golkar dalam Pemilu Presiden 2004. Meskipun dalam pemilu tersebut pasangan itu gagal, us Solah tetaplah seorang tokoh yang dihormati masyarakat karena integritasnya.
Berbagai pengalaman organisasinya antara lain Kepanduan Ansor, anggota pengurus Senat Mahasiswa ITB, anggota Ikatan Arsitek Indonesia dan Ketua DPD Inkindo (Ikatan Konsultan Indonesia) DKI Jakarta. Kini Gus Solah memegang tampuk kepemimpinan Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, menggantikan pamannya KH Yusuf Hasyim yang uzur (dan kemudian wafat pada 14 Januari 2007). Gus Solah kegiatannya sekarang lebih banyak di Tebuireng. “Yaah, momong cucu sama ngopeni santri. Menikmati hidup-lah,” kata Gus Solah. Tetapi bukan berarti Gus Solah sudah tidak bergiat di luar pondok. Ia masih diundang dalam berbagai acara termasuk memberikan ceramah- ceramah, dan juga menulis di media massa.
30 Oktober 2006, Gus Solah merasa perlu mengirimkan opininya ke Jawa Pos menyangkut keputusan Pengurus Wilayah NU Jawa Timur soal penentuan 1 Syawal (Idul Fitri) yang berbeda dengan keputusan Pengurus Besar NU di Jakarta. Saat itu PW NU Jatim memutuskan Idul Fitri jatuh pada Senin karena telah ada yang melihat bulan pada Minggu, 22 Oktober 2006, sedang PB NU menetapkan Selasa, 24 Oktober 2006.
Meskipun Gus Solah mengatakan bahwa dari segi organisasi, sulit dipahami PW NU Jatim tidak mau mematuhi kebijakan PB NU, ia terkesan tidak terlalu menyalahkan dengan mengatakan perbedaan seperti itu mungkin belum diatur oleh AD/ART atau tata keija NU. “Kalau belum diatur, harus segera dibuat aturan untuk mencegah terulangnya kejadian itu,” katanya.
Gus Solah juga menyarankan, untuk mengantisipasi dan bahkan mencegah terjadinya perbedaan hari dan tanggal Idul Fitri berdasarkan rukyah, perlu diadakan pembahasan lebih teliti dan intensif di antara pihak-pihak yang berbeda hasil perhitungannya. “Meminjam pendapat Rektor ITS Muhammad Nuh, para ahli astronomi dan ahli falak perlu melakukan serangkaian diskusi dan pengamatan yang dilakukan setiap awal bulan Hijriyah sampai Ramadan 2007,” tulis Gus Solah pula.
Perhatian Gus Solah terhadap persoalan NU memang sangat besar, la selalu mengikuti secara seksama setiap perkembangan organisasi ini, termasuk ketika partai-partai politik melakukan pendekatan lebih intensi!” pada NU menjelang pemilu, la mengatakan tidak merasa heran massa NU selalu diperebutkan. Termasuk oleh PKMU yang dididrikan oleh Drs H, Choirul Anam dan sejumlah kiai NU, setelah kelompoknya kalah di Mahkamah Agung menghadapi kelompok Drs H.A. Muhaimin Iskandar, dkk menyangkut keabsahan kepemimpinan DPP PKB,
Menurut Salahuddin Wahib, rebutan massa NU adalah sebuah realitas yang tidak bisa dibantah. Mendirikan partai adalah hak setiap orang. Seberapa besar mendapat dukungan itu yang perlu dibuktikan. “Masing-masing mengklaim didukung rakyat. Tetapi rakyat yang mana? Kan harus diuji,” katanya.
Ditanya tentang konflik PKB, Gus Solah menegaskan secara hukum sedah jelas yang diakui MA dan sah secara hukum adalah DPP PKB-nya Gus Dur dan Muhaimin. Soal Cak Anam (Choirul Anam) dan Pak Alwi (Shihab) yang didukung Kiai Faqih menganggap cacat hukum dan menggugat, itu adalah hak mereka. “Itu harus dihargai. Tetapi masalah hukum sebenarnya sudah selesai,” kata Gus Solah.
la juga menyebutkan, setelah berdirinya PKNU ada yang dinilai lucu dalam konflik PKB. “Dulu ada dua PKB, Iha sekarang ada PLB dan PKNU. Cak Anam masih mengklaim sebagai Ketua PKB tetapi juga mengklaim Ketua PKNU. Masak satu orang jadi dua partai. Ini aneh,” katanya pula.
Membela Wiranto
Dalam kiprahnya di dunia politik, KH Salahuddin Wahid banyak menjadi berita ketika ia dicalonkan sebagai Cawapres berpasangan dengan Jenderal (Purn) Wiranto dari Partai Golkar dalam Pemilu Presiden 2004.
Dalam posisinya sebagai Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Gus Solah saat itu membela Wiranto, yang masih direpoti oleh tuduhan pelanggaran HAM di Timor Timur, la menegaskan, Tim Penyelidik Khusus Kasus Timtim yang dibentuk Komnas HAM hanya memanggil Wiranto sebagai saksi.
Menurutnya, tim tersebut tidak menemukan indikasi pelanggaran HAM yang dilakukan perwira militer Indonesia di Timtim. Ia menegaskan soal ketidak hadiran para petinggi TNI dalam klarifikasi tim khusus Komnas HAM, adalah karena menganggap keberadaan tim itu tidak berdasarkan hukum. “Saya kira itu hanya perbedaan persepsi terhadap Pasal 43 UU No 26/2002 saja Yang jelas, Komnas HAM telah menyelenggarakan tugasnya dengan melaporkan temuan kepada Kejaksaan Agung dan DPR pada Oktober 2003,” jelasnya
Meski begitu, sebagaimana dikutip Indopos 11 Mei 2004, Ketua Tim A d Hoc Penyelidikan Peristiwa Kerusuhan 13-15 Mei 1998 ini mengaku akan mempertimbangkan kembali pencalonannya bila dalam waktu empat bulan tekanan dunia internasional terhadap pengusutan dugaan pelanggaran HAM di Timtim menguat dan proses hukum yang adil memutus Wiranto bersalah. “Namun, saya kira semua itu tidak bisa dilakukan dalam waktu secepat itu,” katanya kalem.
Menurut Gus Solah, dirinya maju mendampingi Wiranto ke arena pilpres adalah tugas dari PKB dan sejumlah kiai khos yang tidak bisa ditolak. Gus Solah menegaskan sendiri persetujuan itu sedah diketahui Gus Dur. “Saya mendegnar sendiri persetujuan dari Gus Dur. Bahkan, saya yang diminta menjadi pelapis kalau pencalonan Gus Dur ditolak KPU,” ungkapnya.
Gus Solah juga menegaskan tidak akan pernah menjadi Wapres seremonial seperti citra Wapres sebelumnya. Diungkapkan, sejak DPP Partai Golkar meminangnya, dia telah mengajukan syarat kepada Wiranto, yaitu diberi tugas khusus dalam penegakan hukum dan IIAM serta pemberantasan korupsi. “Artinya, saya juga akan dilibatkan secara aktif dalam pemilihan Kapolri dan jaksa agung.” Tegasnya.
Selasa 11 Mei 2004, dalam pidato saat deklarasi di Gedung Bidakara, Jakarta, Salahuddin Wahid menegaskan komitmennya untuk memberantas korupsi. Menurutnya, upaya pemberantasan korupsi yang serius harus mulai dilakukan sekarang dan diawali dari pemerintahan tertinggi, yaitu presiden dan wakil presiden (wapres).
Ia mengajak semua elemen bangsa untuk mengikis rasa dendam. “Bangsa ini telah belajar banyak dari masa lalu. Darah telah tumpah, air mata tercurah, kekuasaan yang sesungguhnya adalah amanah menjadi alat pemecah belah. Mari kita hentikan itii semua. Kita perfu mclihar masa iaiu dengan lebih baik. Dendam harus dikikis menjadi maaf dengan mengungkap kebenaran dan member keadilan, ujarnya.

Wiranto sendiri saat itu mengakui manfaat Gus Solah sebagai pasangannya. Mantan Menhankam dan Panglima ABRI itu menyatakan, bergabungnya Gus Solah menjadi salah satu bukti bahwa dirinya selama ini termasuk sosok yang bersih. “Saya sudah sering bertemu Gus Solah. Sebelum memutuskan bergabung, tentu Gus Solah sudah melakukan pendalaman-pendalaman. Karena Gus Solah bersih, tentu tidak mau dengan barang kotor. Apalagi beliau juga Wakil Ketua Komnas HAM. Jadi, saya ini bersih,” kata Wiranto.
Ir KH. Salahuddin Wahid Ir KH. Salahuddin Wahid Reviewed by As'ad Al-Tabi'in Al-Andalasi on July 29, 2015 Rating: 5

No comments:

Komentar