Masa kecil Jenderal Sudirmandibesarkan
dalam lingkungan keluarga sederhana. Ayahnya bernama Karsid Kartowirodji dan
ibunya bernama Siyem. Soedirman mendapatkan pendidikan formal dari Sekolah
Taman Siswa, kemudian melanjutkan ke HIK (sekolah guru)Muhammadiyah, Surakarta,
tetapi tidak sampai tamat. Sudirman saat itu juga giat di organisasi Pramuka
Hizbul Wathan. Beliau kemudian menjadi guru di sekolah HIS Muhammadiyah di
Cilacap. Pada masa pendudukan Jepang, ia masuk menjadi anggota Tentara Pembela
Tanah Air (PETA) di Bogor dan menjadi komandan batalyon PETA di Kroya. Sudirman
sering membela rakyat dari kekejaman Jepang sehingga pernah hampir dibunuh
Jepang.
Setelah proklamasi, Sudirman bersama pasukan PETA dan
pejuang lainnya merebut senjata tentara Jepang di Banyumas.Sesudah Tentara Keamanan
Rakyat (TKR) terbentuk, ia diangkat menjadi Panglima Divisi V/Banyumas dengan
pangkat kolonel. Melalui Konferensi TKR tanggal 12 November 1945, Sudirman
terpilih menjadi Panglima Besar TKR/Panglima Angkatan Perang RI. Kedatangan
pasukan Sekutu yang ternyata juga diikuti tentara NICA Belanda menyebabkan
timbulnya pertempuran dengan TKR di berbagai tempat. Salah satu
pertempuran besar terjadi di Ambarawa. Sudirman memimpin langsung pasukan TKR
menggempur posisi pasukan Inggris dan Belanda selama lima hari, mulai tanggal
12 Desember 1945. Pertempuran yang dikenal sebagai Palagan Ambarawa ini
berhasil memukul mundur pasukan Sekutu ke Semarang.
Saat terjadi Agresi Militer II oleh Belanda(19
Desember 1948),Yogyakarta sebagai ibukota saat itu pun jatuh ke tangan
musuh. Para pemimpin bangsa, seperti Presiden Sukarno dan Wakil Presiden
Muhammad Hatta ditawan Belanda. Sudirman tetap berjuang dengan cara bergerilya,
meskipun saat itu sudah menderita sakit TBC yang parah dan hanya bernapas
dengan satu paru saja. Presiden Sukarno pun sebenarnya sudah meminta beliau
untuk tetap di Yogya dan berobat, tetapi melihat keteguhan hati Jenderal
Sudirman maka Bung Karno pun menyetujui keputusan beliau untuk memimpin
langsung gerilya. Perjuangan dengan senjata dan di meja perundingan memaksa
Belanda ke perundingan. Setelah Perundingan Roem-Royen yang menetapkan gencatan
senjata antara Belanda dan Indonesia, Jenderal Sudirman kembali ke Yogyakarta
dengan disambut Bung Karno, Bung Hatta, dan Sri Sultan HB IX dalam suasana
penuh keharuan. Saat itu, Jenderal Sudirman terlihat sangat kurus dan
lusuh. Dalam perundingan KMB pada Desember 1949. Belanda kemudian mengakui
kedaulatan Indonesia.
- Tempat/Tgl. Lahir : Purbalingga, 24 Januari 1916
- Tempat/Tgl. Wafat : Magelang, 29 Januari 1950
- SK Presiden : Keppres No. 015/TK/1970, Tgl. 20 Mei 1970
- Gelar : Pahlawan Nasional
Jenderal Sudirman lalu kembali ke Jakarta bersama
Presiden Sukarno, dan Wakil Presiden Muhammad Hatta. Pada tangal 29 Januari
1950, Jenderal Sudirman yang dikenal sebagai pribadi yang teguh pada prinsip
dan keyakinan serta selalu mengedepankan kepentingan bangsa di atas kepentingan
pribadinya meninggal dunia di Magelang, Jawa Tengah, karena sakit yang
dideritanya. Jenderal Sudirman dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kusuma
Negara di Semaki, Yogyakarta. Pada tahun 1997, Jenderal Sudirman mendapat gelar
sebagai Jenderal Besar Anumerta dengan pangkat bintang lima. Saat hendak
bergerilya, Bu Dirman memberikan perhiasannya sebagai bekal Jenderal Sudirman
untuk berjuang. Beliau ikhlas melepaskan kepergian suaminya berjuang, meski
dalam keadaan sakit.
"Ingat, bahwa prajurit Indonesia bukan
prajurit sewaan, bukan prajurit yang menjual tenaganya karena hendak
merebut sesuap nasi dan bukan pula prajurit yang mudah dibelokkan haluannya
karena tipu dan nafsu kebendaan, tetapi prajurit Indonesia adalah dia yang
masuk ke dalam tentara karena keinsafan jiwanya, atas panggilan ibu pertiwi.
Dengan setia membaktikan raga dan jiwanya bagi keluhuran bangsa dan negara."
Jendral Sudirman merupakan sosok pahlawan nasional. Beliau lahir
pada tanggal 24 Januari pada tahun 1916 di kota Purbalingga, tepatnya di Dukuh
Rembang. Beliau lahir dari sosok ayah yang bernama Karsid Kartowirodji, danseorang
ibu yang bernama Siyem. Ayah dari Sudirman ini merupakan seorang pekerja di
Pabrik Gula Kalibagor, Banyumas, dan ibunya merupakan keturunan Wedana Rembang.
Jendral Sudirman dirawat oleh Raden Tjokrosoenarjo dan istrinya yang bernama
Toeridowati.
Jenderal
Sudirman mengenyam pendidikan keguruan yang bernama HIK. Beliau belajar di tempat
tersebut selama satu tahun. Hal ini beliau lakukan setelah selesai melaksanakan
belajarnya di Wirotomo. Sudirman diangkat menjadi seorang Jendral pada umurnya
yang menginjak 31 tahun. Beliau merupakan orang termuda dan sekaligus pertama
di Indonesia. Sejak kecil, beliau merupakan seorang anak yang pandai dan juga
sangat menyukai organisasi. Dimulai dari organisasi yang terdapat di sekolahnya
dahulu, beliau sudah menunjukkan criteria pemimpin yang disukai di masyarakat.
Keaktifan beliau pada pramuka hizbul watan menjadikan beliau seorang guru
sekolah dasar Muhammadiyah di kabupaten Cilacap. Lalu beliau berlanjut menjadi
seorang kepala sekolah.
Jendral
Sudirman juga pernah masuk ke dalam belajar militer di PETA (Pembela Tanah Air)
yang berada di kota Bogor. Pendidikan di PETA dilakukan oleh tentara Jepang
pada sat itu. Ketika sudah menyelesaikan pendidikannya di PETA, kemudian beliau
menjadi seorang Komandan Batalyon yang berada di Kroya, Jawa Tengah.
Kepemimpinan beliau tidak berhenti sampai situ, beliau juga menjadi seorang
panglima di kota Banyumas.
Jenderal
Sudirman beliau pernah
menjadi seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat di kota Banyumas. Jenderal
Sudirman terpilih menjadi seorang panglima angkatan perang pada tanggal 12
November 1945. Beberapa perang melawan penjajah telah beliau pimpin seperti
perang melawan tentara Inggris di Ambarawa, memimpin pasukannya untuk membela
Yogyakarta dari serangan Belanda II. Pada tahun 1950 beliau ini wafat. Beliau
wafat karena terjangkit penyakit tuberculosis. Panglima besar Sudirman ini
dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara di Semaki, Yogyakarta.
Biografi Jenderal Sudirman
Reviewed by As'ad Al-Tabi'in Al-Andalasi
on
June 18, 2015
Rating:
No comments:
Komentar