MANAJEMEN KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN DALAM SISTEM PERSEKOLAHAN/MADRASAH

Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan yang kuat, yang didasarkan pada hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yang tidak didasarkan pada landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya akan berakibat pula terhadap kegagalan proses pengembangan sumber daya manusia (SDM) dan mutu pendidikan di Indonesia. Berbicara pengembangan kurikulum tentu akan diikuti dengan strategi manajemen kurikulumnya yang melibatkan komponen-komponen pendidikan lainnya, baik pendidik dan tenaga kependidikan, pembelajaran, prasarana/sarana, peserta didik, lingkungan/konteks belajar, kerja sama kemitraan dengan institusi lain, maupun pembiayaan dan lain-lainnya. Mana yang perlu digarap lebih dahulu, bagi pengembang kurikulum, akan mendahulukan kurikulumnya, karena dengan demikian akan jelas ke mana arah pengembangan pendidikannya, seperti apa model pembelajarannya, pendidik dan tenaga kependidikan seperti apa yang dibutuhkan, seperti apa model penciptaan suasana akademiknya, demikian seterusnya (Arif, Fatchtur. 2010). 
Jika kita berbicara tentang kurikulum, sebagaimana tertuang dalam penjelasan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, bahwa salah satu strategi pembangunan pendidikan nasional adalah pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi. Istilah kompeten digunakan untuk menggambarkan suatu tahap pencapaian keahlian, terutama kemampuan menggunakan pengetahuan, pemahaman dan kecakapan-kecakapan berpikir teoritis dan praktis serta kecakapan-kecakapan lainnya untuk melakukan tugas pekerjaan secara efektif sesuai dengan tuntutan standar pekerjaan tertentu. Seorang dikatakan kompoten jika ia telah mencapai standar tersebut. Adanya silabus dan RPP berarti kurikulum siap diimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran, proses evaluasi (assesment) dan penciptaan suasana akademis (academic atmosphere). 
Ketidakpuasan dengan kurikulum yang berlaku adalah suatu yang biasa dan memberi dorongan mencari kurikulum baru. Akan tetapi mengajukan kurikulum yang ekstrim sering dilakukan dengan mengdiskreditkan kurikulum yang lama, padahal kurikulum itu mengandung kebaikan, sedangkan kurikulum pasti tidak akan sempurna dan akan tampil kekurangannya setelah berjalan dalam beberapa waktu (Nasution, 2006). Pada awalnya pengembangan kurikulum banyak menggunakan konsep lama, dimana kurikulum dipandang hanya sebatas kumpulan isi mata pelajaran atau daftar materi pokok yang ditawarkan ke peserta didik dalam menyelesaikan suatu program belajar dalam satuan pendidikan tertentu. Namun, dengan otonomi pendidikan dan sejalan dengan tuntutan perubahan, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi serta tuntutan kemampuan daya saing dalam kehidupan manusia, pengembangan kurikulum tidak hanya dipandang sebatas deretan mata pelajaran yang harus dipelajari oleh peserta didik, tetapi memiliki makna atau pengertian yang lebih luas, yakni apa saja yang dialami oleh peserta didik atau segala upaya (rekayasa) yang diprogram sekolah/madrasah dalam membantu mengembangkan potensi peserta didik melalui pengalaman belajar yang potensial untuk mencapai visi, misi, tujuan dan hasil yang diinginkan oleh satuan pendidikan baik dilaksanakan di dalam maupun di luar lingkungan sekolah/madrasah (Sutiah, 2009). 
Berdasarkan beberapa konsep tersebut, maka berimplikasi terhadap pengembangan model dan pendekatan kurikulum yang akan dilaksanakan oleh satuan pendidikan. Model kurikulum merupakan wujud rancangan khusus yang mengambarkan struktur kurikulum yang akan dilaksanakan atau diimplementasikan oleh satuan pendidikan berdasarkan hasil analisis terhadap teori, pendekatan, prinsip dan kondisi internal dan eksternal pendidikan. KTSP yang dulu pernah disosialisasikan untuk dapat diimplementasikan tersebut merupakan salah satu pilihan model kurikulum yang saat ini dipilih guna memenuhi tuntutan perubahan dan perkembangan IPTEK, kondisi pendidikan negara Indonesia saat ini. Dengan adanya otonomi daerah dalam pendidikan, maka daerah memiliki peran yang penting dan strategis dalam mengembangkan kurikulum kedepannya dalam satuan pendidikan tertentu. Pengembagan dan perubahan kurikulum yang gencar dilakukan saat ini dalam rangka untuk meningkat mutu pendidikan Indonesia yang berkualitas dan bermutu tinggi serta siap bersaing dengan era globalisasi saat ini terutama peserta didiknya atau sumber daya manusia (SDM)nya. Untuk mencapai mutu tersebut, maka pengembangan kurikulum mendapatkan perhatian khusus dalam pengembangan pendidikan Indonesia saat ini. Kurikulum merupakan suatu rencana pelaksanaan pembelajaran mengenai ini dan bahan pelajaran serta sekaligus sebagai pedoman pelaksanaan pendidikan dalam jenjang pendidikan tertentu si sekolah. 
Kurikulum memberikan arah dan pedoman yang jelas tentang proses pendidikan mulai dari tujuan, konsep dan arah pembelajaran yang dilakukan pada satuan pendidikan tertentu. Kurikulum yang baik secara jelas mencerminkan beberapa aspek penting seperi tujuan dan hakikat pendidikan, tujuan dan hakikat kurikulum, asumsi mengenai peserta didik, proses pendidikan dan pengajaran, visi penyusunan kurikulum, tuntutan dan kebutuhan pemakai jasa pendidikan. Kondisi proses belajar dan pembelajaran di lembaga-lembaga pendidikan sampai saat ini relatif belum banyak mengalami perubahan, walaupun kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi komunikasi dan informasi telah lama menyentuh dunia pendidikan. Seharunya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi komunikasi dan informasi dapat dimanfaatkan untuk pengembangan pola belajar dan pembelajaran yang dapat mendorong proses belajar secara lebih cepat, dinamis, eksploratif, akseleratif, dan menyenangkan. 
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pendidikan Indonesia saat ini membutuhkan adanya perubahan terutama dibidang pengembangan kurikulum dalam rangka mencapai pendidikan Indonesia yang bermutu. KTSP yang dikembangkan saat ini salah satu solusi untuk meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan dan sumber daya manusia yang seutuhnya. Apabila kurikulum telah dikembangkan dengan baik, maka akan berpengaruh terhadap proses belajar dan pembelajaran pada satuan pendidikan. Karena pendidikan dan pembelajaran yang baik, akan dapat berfungsi sebagai pintu utama pengembangan dan peningkatan kualitas manusia dan mutu pendidikan pada era globalisasi sekarang ini. Perubahan kurikulum harus diantisipasi dan dipahami oleh berbagai pihak, karena kurikulum sebagai rancangan pembelajaran yang memiliki kedudukan yang sangat strategis, yang menentukan hasil pembelajaran secara keseluruhan, baik proses maupun hasil. 
Sekolah sebagai pelaksana pendidikan, baik kepala sekolah, guru maupun peserta didik sangat berkepentingan dan akan terkena dampak langsung dari setiap perubahan kurikulum. Dengan bertambahnya tanggung jawab sekolah, timbulah berbagai macam definisi kurikulum, sehingga semakin sukar memastikan apakah sebenarnya kurikulum itu. Akhirnya setiap pendidik, setiap guru harus menentukan sendiri apakah kurikulum itu bagi dirinya. Pengertian yang dianut oleh sesorang akan mempengaruhi kegiatan belajar mengajar dalam kelas maupun di luar kelas. 
Di bawah ini beberapa definisi kurikulum menurut beberapa ahli kurikulum: 
  1.  J. Galen Saylor dan William M. Alexandar, menjelaskan kurikulum adalah: The Curriculum is the sum total of school’s efforts to influence learning, whether in the classroom, on the playground, or out of school (Galen, 1956). Jadi segala usaha sekolah untuk mempengaruhi anak belajar, apakah dalam ruangan kelas, di halaman sekolah atau di luar sekolah termasuk kurikulum. Kurikulum meliputi juga apa yang disebut kegiatan ekstra-kurikuler 
  2. B. Othanel Smith, W.O. Stanley, dan J. Harlan Shores memandang kurikulum sebagai “a sequence of potential experiences set up in the school for the purpose of disciplining children and youth in group ways of thinking and acting”. Mereka melihat kurikulum sebagai sejumlah pengalaman yang secara potensial dapat diberikan kepada anak dan pemuda, agar mereka dapat berpikir dan berbuat dengan masyarakatnya (Nasution, 2006). 
  3. Berdasarkan studi yang telah dilakukan oleh banyak ahli, dapat dikatakan bahwa pengertian kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus dtempuh murid untuk memperoleh ijazah. (Oemar hamalik, 2006) Pengertian ini mempunyai implikasi sebagai berikut: a) Kurikulum terdiri atas sejumlah mata pelajaran. Mata pelajaran pada hakikatnya adalah pengalaman nenek moyang dimasa lampau. Berbagai pengalaman tersebut dipilih, dianalisis, serta disusun secara sistematis dan logis, sehingga muncul mata pelajaran seperti sejarah, ilmu bumi dan sebagainya. b) Mata pelajaran adalah sejumlah informasi atau pengetahuan, sehingga penyampaian mata pelajaran pada siswa akan membentuk mereka menjadi manusia yang mempunyai kecerdasan berfikir. c) Adanya aspek keharusan bagi siswa untuk mempelajari mata pelajaran sama. Akibatnya, faktor minat dan kebutuhan siswa tidak dipertimbangkan dalam penyusunan kurikulum. Ada beberapa pendekatan kurikulum dalam pembahasan dan penyusunan kurikulum. 
Pendekatan kurikulum tersebut antara lain, yaitu:
  1. Pendekatan Mata Pelajaran. Pendekatan mata pelajaran bertitik tolak dari mata pelajaran (subject matter) seperti Ilmu Bumi, Sejarah, Ekonomi, Biologi, Kimia dan lain sebaginya. 
  2. Pendekatan Interdisipliner. Berbagai gejala sosial dan permasalahan yang ada dalam kehidupan sehari-hari ternyata tidak mungkin ditinjau hanya dari satu sisi saja. 
  3. Pendekatan Integratif. Pendekatan integratif, yang juga dikenal dengan nama pendekatan terpadu, bertitik tolak dari suatu keseluruhan atau kesatuan yang bermakna dan terstruktur. Bermakna mempunyai arti bahwa setiap suatu keseluruhan tersebut, memiliki makna, arti, dan faedah tertentu. 
  4. Pendekatan Sistem. Pendekatan sistem adalah suatu totalitas yang terdiri atas sejumlah komponen ata bagian. Komponen itu salaing berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain. 
Sedangkan yang dimaksud dengan pengembangan kurikulum adalah proses perencanaan kurikulum agar menghasilkan rencana kurikulum yang luas dan spesifik. Proses ini berhubungan dengan seleksi dan pengorganisasian berbagai komponen situasi belajar-mengajar, antara lain penetapan jadwal pengorganisasian kurikulum dan spesifikasi tujuan yang disarankan, mata pelajaran, kegiatan, sumber dan alat pengukur pengembangan kurikulum yang mengacu kepada kreasi sumber-sumber unit, rencana unit, dan garis pelajaran kurikulum ganda lainnya, untuk memudahkan proses belajar mengajar. 
Ada beberapa model kurikulum yang di butuhkan dalam pengembangan kurikulum PAI, antara lain yaitu: 
  1. Kurikulum Humanistik. Berdasarkan kurikulum humanistik, fungsi kurikulum adalah menyiapkan peserta didik dengan berbagai pengalaman naluriah yang sangat berperan dalam perkembangan individu. 
  2. Kurikulum Rekonstruksi Sosial. Kurikulum rekomstruksi sosial sangat memperhatikan hubungan kurikulum dengan sosial masyarakat dan politik perkembangan ekonomi. 
  3. Kurikulum Teknologi. Di kalangan pendidikan, teknologi sudah dikenal dalam bentuk pembelajaran berbasis komputer, sistem pembelajaran individu, serta kaset atau vidio pembelajaran. Teknologi sangat membantu dalam menganalisis masalah kurikulum. 
  4. Kurikulum Akademik. Dari waktu ke waktu, para ahli akademik terus mencoba mengembangkan sebuah kurikulum yang akan melengkapi peserta didik untuk masuk ke dunia pengetahuan, dengan konsep dasar dan metode untuk mengamati, hubungan antara sesama, analisis data, dan penarikan kesimpulan. Mereka menginginkan peserta didik berlaku layaknya seorang ahli fisika, biologi, agama maupun sejarawan. 
Sejak mulai diberlakukannya otonomi daerah semakin terlihat kelemahan pola lama manajemen pendidikan nasional sehingga manajemen pendidikan di Indonesia perlu segera dilakukan penyesuaian diri dari pola lama manajemen pendidikan menuju pola baru manajemen pendidikan masa depan yang lebih bernuansa otonomi dan yang lebih demokratis. Pasca reformasi, diberlakukan Kurikulum Bebasis Kompetensi (kurikulum 2004) yang kemudian menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP merupakan kurikulum berbasis kompetensi yang dalam pelaksanaannya di sekolah/madrasah sangat mengandalkan kreativitas dan kemampuan guru. KTSP dirancang untuk menghadapi tantangan bangsa Indonesia pada masa yang akan datang. Perubahan kurikulum mengisyaratkan bahwa pembelajaran bukan semata-mata tanggung jawab guru, tetapi merupakan tanggung jawab bersama antara guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah, bahkan komite sekolah dan dewan pendidikan. Oleh karena itu, pembinaan terhadap komponen-komponen tersebut merupakan tuntutan yang harus dipenuhi dalam perubahan kurikulum. 
Keberadaan sekolah-sekolah berbasis agama di Indonesia akhir-akhir ini terusik ketika pemerintah, dalam hal ini Depertemen Pendidikan Nasional, mengulirkan sebuah Rancangan Undang-Undangan Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), khususnya terhadap pelaksanaan pendidikan agama di sekolah beberapa waktu lalu dan sekarang sudah menjadi bagian dai Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam RUU Sisdiknas secara tegas disebutkan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianut dan diajarkan oleh pendidik yang seagama di semua jenjang dan jenis pendidikan (RUU Sisdiknas Pasal 13 ayat 1). Sebagai konsekuensi dari kebijakan ini, maka semua satuan atau jenjang pendidikan yang bebasis agama di Indonesia diwajibkan untuk memberikan pelajaran agama kepada semua peserta didik sesuai dengan agama yang dianutnya. 
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, merupakan langkah awal menuju perubahan pada dunia pendidikan Indonesia terutama dalam meningkat mutu dan kualitas sumber daya manusia yang seutuhnya. Setelah diberlakukan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, kemudian diimplementasikan dalam PP. No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, ini merupakan suatu proses untuk meningkat mutu pendidikan Indonesia saat ini. Kemudian PP No. 19 Tahun 2005 tentang SNP dijabarkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas), terutama Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI) dan Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kempetensi Lulusan (SKL), keduanya pada intinya menjelaskan tentang kurikulum yang dilaksanakan pada satuan pendidikan. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang dilaksankan saat ini merupakan suatu perwujudkan dan kepedulian pemerintah terhadap pendidikan Indonesia saat ini, rendahnya mutu dan SDM Pendidikan, mendorong para pakar pendidikan untuk membuat kebijakan-kebijakan terutama dalam masalah pengembangan kurikulum pendidikan. Walaupun pelaksanaan KTSP belum berjalan sesuai dengan harapan, namun kita butuh proses untuk mewujudkan pendidikan Indonesia yang bermutu dan berkualitas serta siap saing di era galobalisasi dan teknologi sekarang ini. Untuk mengembangkan kurikulum yang baik, maka salah satu sektor yang perlu mendapatkan perhatian khusus oleh pemerintah adalah Sumber Daya Manusia pendidikan terutama pendidik/guru, karena guru merupakan aktor terpentig dalam dunia pendiidikan. Apabila pendidikan telah memiliki SDM yang berkulitas, maka akan berimplikasi terhadap pelaksanaan dan pengembangan kurikulum itu sendiri. Mana mungkin kurikulum bisa dikembangan dengan baik, apabila pada sektor SDM, disini adalah guru/pendidik masih rendah. Salah satu solusi untuk mengembangan kurikulum PAI pada saat sekarang ini adalah memperbaiki sektor tenaga pendidik/guru, karena yang menjalankan dan aktor pertama dan utama pendidkan adalah guru. Bagaimana kurikulum PAI yang akan dikembangkan dan yang dubutuhkan oleh peserta didik sangat tergantung kepada guru, sebab gurulah yang sering berinteraksi dan berkomunikasi langsung dengan peserta didik. Bagaimana kurikulum yang harus dibutuhkan oleh peserta didik pada sekarang ini, maka gurulah yang lebih paham dan mengetahuinya. Agar kurikulum PAI yang dikembangkan benar-benar memperhatikan bakat dan minat peserta didik, maka dalam kebijakan penyusunan kurikulum guru harus dilibatkan secara langsung. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru merupakan salah satu solusi untuk meningkat mutu tenaga pendidikan dan kependidikan terutama guru/pendidik. Namun kenyataan dilapangan, masih banyak pendidik/guru pendidikan kita yang belum memenuhi standar akademik sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Permendiknas No. 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Hal ini yang menyebabkan kendala terbesar dalam pengembangan kurikulum, terutama pengembangan kurikulum PAI. Dengan demikian, dalam pemikiran penulis, salah satu cara untuk mengembangan kurikulum PAI pada sekarang ini adalah meningkatkan mutu guru/pendidik. Tidak akan mungkin pengembangan kurikulum PAI berjalan dengan baik sesuai dengan harapan tantangan zaman, jika tenaga pendidikan dan kependidikan dalam hal ini adalah guru/pendidik masih rendah. Walaupun kebijakan tentang guru telah dikeluarkan dan dilaksanakan, namun belum berjalan dengan baik, masih banyak permasalahan-permasalahan yang harus diselesaikan antara lain, masih banyak guru/pendidik kita yang belum memenuhi standar kualifikasi akademik terutama di daerah-daerah terpencil, ini merupakan tanggung jawab pemerintahan daerah karena berkaitan dengan otonomi pendidikan. Oleh karena itu, dapat kami simpulkan, bahwa untuk mengembangkan kurikulum PAI yang lebih baik dan memenuhi kebutuhan peserta didik, maka sektor tenaga pendidik dan kependidikan (guru) harus ditingkat dan dikembangankan dengan lebih baik lagi. Jauh sebelum lembaga pendidikan di Indonesia bekembang dan maju dengan pesat, pondok pesantren terlebih dahulu telah berkembangan, bahkan keberadaan pondok pesantern saat masih mampu bersaing dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi. Hal ini mengindikasikan bahwa kurikulum yang digunakan dan dikembangan cukup baik. Kurikulum yang dikembankan di pondok pesantren sangat memperhatikan minat dan bakat peserta didik terutama yang berkaitan dengan ranah kognitif, psikomotorik dan efektif. Pengembangan kurikulum pendidikan di pondok pesantren sangat memperhatikan perkembangan kecerdasan inteluktual, spritual, emosional dan sosial peserta didik. Hal ini yang menyebabakan sampai saat ini pondok pesantren masih bisa betahan. Jika mengacu Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI) dan Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL), kurikulum yang dikembangkan saat ini adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jauh sebelum KTSP dikemukakan oleh Pemerintahan Republik Indonesia pada tahun 2006, pondok pesantren telah melaksanakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tersebut. Hal ini dapat dilihat, bahwa pelaksanaan pendidikan yang dilakukan pesantren merupakan pendidikan yang mendiri, semua pelaksanaannya dilakukan oleh kebijakan pondok pesantren. Penerapan KTSP pada saat ini lebih cocok diterapkan di pondok pesantren dan madrasah jika dibandingkan dengan sekolah umum. Sebagaimana tertuang dalam penjelasan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, bahwa salah satu strategi pengembangan pendidikan nasional adalah pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi. Pondok Pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan nasional yang banyak terdapat di Indonesia memiliki ciri khas yang berbeda dengan sekolah/madrasah pada umumnya. Pondok Pesatren lahir, tumbuh dan berkembang dari, oleh dan untuk masyarakat. Masyarakatlah yang mendirikan, membina dan mengembangkan pondok pesantren. Besarnya partisipasi masyarakat dalam pendidikan pesantren, ini mencerminkan bahwa pondok pesantren memang berbasis kuat pada masyarakat (community based education). Ketertarikan masyarakat terhadap pondok pesantren lebih ditampakkan sebagai ikatan emosional ketimbang ikatan rasional. Ikatan ini muncul karena beberapa motivasi, antara lain yaitu: 
  1. Motivasi Agama. Bahwa pendirian pesantren merupakan bagian dari ibadah kepada Allah 
  2. Motivasi Dakwah Islam. Hal ini merupakan hal utama para orang tua untuk menyekolahkan anaknya di pondok pesantren
  3. Hasrat kuat masyarakat untuk berperan serta dalam pendidikan dengan mendirikan lembaga pendidikan yang dapat menampung anak-anak disekitar tempat tinggalnya. 
  4. Lebih bersifat pertimbangan ekonomis. 
  5. Pendidikan dan pembelajaran akan dapat berfungsi sebagai pintu utama pengembangan dan peningkatan kualitas manusia dan pengetahuan yang dibutuhkan abad ilmu pengetahuan, apabila pola belajar dan pembelajaran yang dikembangkan sekarang ini dibenahi, diubah, atau diredesain agar sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan. Krisis moral yang melanda peserta didik saat ini, menuntut adanya pelaksanaan pendidikan Agama Islam di sekolah/madrasah lebih baik lagi. Kurikulum PAI di sekolah/madrasah yang mengacu pada KBK maupun KTSP, semua berpedoman pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi dan Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan. Namun dalam pelaksanaannya belum berjalan dengan efektif. Peran pendidikan Agama dalam membangun perkambangan kecerdasan IQ, EQ, SQ pada lembaga pendidikan di sekolah/madrasah belum berjalan dengan seimbang, terutama masalah SQ dan EQ. Merosotnya akhlak peserta didik sekarang ini, menindikasikan bahwa pendidikan agama di sekolah/madrasah belum mampu menyentuh perkembangan kecerdasan SQ peserta didik. Hal ini disebabkan kurangnya perhatian guru dan kepala sekolah terhadap pelaksanaan pendidikan Agama khususnya di sekolah. Namun, dalam ranah kognitif, afektif dan psimotorik sudah berjalan dengan baik walupun masih ada perbaikan terutama barkaitan dengan pengembangan bakat dan minat peserta didik yang berkaitan dengan pelajaran agama Islam. 
  6. Berdasarkan LKS Pendidikan Agama Islam untuk SMA kelas 10 semester genap, tahun 2006 dapat dianalisis bahwa tujuan dan isi dari LKS tersebut sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI), terutama masalah Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SK-KD) sudah mengacu dan berpedoman pada Permindiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi tersebut. Namun, dalam pelaksanaannya belum mampu menyentuh ranah-ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. LKS yang dikembangkan hanya mengejar target, dalam satu semester harus selesai tanpa memperdulikan bakat dan minat peserta didik. Jika diamati masalah Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar sudah sesuai dengan apa yang telah dijelaskan dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi dan Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan, namun dalam pelaksanaannya belum sessuai dengan harapan berdasarkan indikator yang hendak dicapai. Namun, jika mengaju kepada Permenag No. 2 2008, maka bahan ajar PAI di Sekolah belum mampu untuk memenuhi kebutuhan peserta didik. Kurangnya perhatian terhadap peserta didik berdasarkan bahan ajar PAI disebabkan karena sekolah hanya bertujuan bagaimana bahan ajar/materi PAI ini bisa selesai dalam satu semester tepat waktu tanpa ada yang menambah jam pelajaran, inilah yang menjadi perhatian khusus kita semua. Sehingga apabila target yang ingin dicapai adalah selesai materi PAI dalam satu semester, maka aspek IQ, SQ, SQ, serta ranah kognitif, afektif dan psikomotorik peserta didik diabaikan. Guru tidak mampu mentransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik, sehingga dampak dari pelaksanaan PAI pada peserta didik tidak bisa terwujudkan terutama masalah berakhlak mulia. Pelaksanaan pendidikan Agama Islam di sekolah khususnya belum mendapatkan perhatian yang serius dari kepada sekolah dan guru. Bagaimana materi pendidikan Agama Islam yang dibutuhkan oleh peserta didik, maka gurulah yang lebih tahu. Apabila guru mampu melaksanakan hal ini, maka krisis moral yang melanda peserta didik saat ini bisa diatasi dengan baik. 
DAFTAR PUSTAKA 
Arif, Fatchtur. 2010. , Strategi Marketing Pendidikan Melalui Peran Leardership Dalam Peningkatan Mutu Madrasah, makalah disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan 2010 dalam rangka Hardiknas dan Diesnatalis III LKP2-I, Malang 
E. Mulyasa. 2006. Kurikulum Yang Disempurnakan, Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya 
Hamalik, Oemar. 2009. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya 
Muhaimin. 2009. Rekonstruksi Pendidikan Islam, Dari Paradigma Pengembangan, Manajemen Kelembagaan, Kurikulum hingga Strategi Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Press 
Muhaimin, Sutiah, Sugeng Listyo Prabowo. 2009. Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada Sekolah & Madrasah. Jakarta: Rajawali Press 
S. Nasution. 2006. Asas-Asas Kurikulum. Jakarta: Bumi Askara 
Veithzal Rivai, Sylniana Murni. 2009. Education Management, Analisis Teori dan Praktik. Jakarta: Rajawali Press 
W.M. Alexander, Galen Saylor. 1956. Curriculum Planning of Better Teaching and Learning, New York: Rinehart Company
Jurnal el-Harakah Edisi 59. 2003. Wacana Kependidikan, Keagamaan, dan Kebudayaan. Malang: Fakultas Tarbiyah UIIS-Malang 
Jurnal el-Harakah Edisi 62. 2005. Wacana Kependidikan, Keagamaan, dan Kebudayaan. Malang: Fakultas Tarbiyah UIN-Malang
MANAJEMEN KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN DALAM SISTEM PERSEKOLAHAN/MADRASAH MANAJEMEN KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN DALAM SISTEM PERSEKOLAHAN/MADRASAH Reviewed by As'ad Al-Tabi'in Al-Andalasi on May 22, 2013 Rating: 5

No comments:

Komentar