A. Latar Belakang
Pada umumnya, umat islam diwajibkan untuk selalu menjadikan kitab suci Al-Qur’an sebagai landasan dalam hidupnya, karena itu pengetahuan tentang pengetian dan sejarah perkembangan ‘ulumul Qur’an harus benar;benar dipahami seta dimengerti. Selain merupakan sumber utama bagi ajaran islam, Al-Qur’an sebagai pedoman, sumber rujukan bagi umat islam, baik dalam kehidupan duniawi maupun akhirati. ‘Ulumul Qur’an atau juga disebut dengan ilmu-ilmu Al-Qur’an adalah kumpulan sejumlah ilmu yng berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari segi keberadaannya sebagai Al-Qur’an maupun dari segi pemahaman terhadap apayang terkandung di dalamnya. Dengan demikian ilmu tafsir, ilmu qira’at, ilmu rasmil Qur’an, ilmu asbabun nuzul dan ilmu-ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an menjadi bagian dari ‘Ulumul Qur’an.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian ‘Ulumul Qur’an?
2. Bagaimana sejarah perkembangan ‘Ulumul Qur’an?
3. Apa saja Ruang Lingkup ‘Ulumul Qur’an?
4. Apa saja Cabang-cabang ‘Ulumul Qur’an?
C. Tujuan
1. Untuk memahami pengertian ‘Ulumul Qur’an
2. Untuk mendiskripsikan ‘Ulumul Qur’an
3. Untuk mendiskripsikan Ruang Lingkup ‘Ulumul Qur’an
4. Untuk mendiskripsikan Cabang-cabang ‘Ulumul Qur’an
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN ULUMUL QUR’AN
1. Pengertian Al-Qur-an Secara Etimologis
Metode pembahasan analitis terhadap kata gabung ini (Ulumul Qur’an) menuntut kita untuk membicarakan maksudnya satu persatu ssehingga gabungan kata tersebut menjadi ilmu tersendiri yang terkodifikasi.
Kata Ulum merupakan bentuk jamak dari kata Ilmu, secara etimologis, kata Ilmu semakna dengan kata memahami dan mengetahui. Menurut suatu pendapat, semakna pula dengan kemantapan. Kemudian kata ini memiliki makna terminologis beragam.
Para filosof mengartikannya sebagai konsep tentang sesuatu yang muncul dalam akal, ataupun berkitan jiwa dengan sesuatu menurut cara pengungkapannya. Namun pengertian yang paling mapan menurut mereka adalah yang pertama.
Para teolog mendefinisikan ilmu sebagai sifat untuk mengungkapkan dan menjabarkan segala sesuatu. Inilah yang dimaksud ungkapan mereka bahwa “ilmu merupakan sifat yang mampu membedakan sesuatu tanpa mengandung kontrakdiksi”, meski prbedaan itu melalui indra, sebagaimna pendapat al-Asy’ary.
Menurut syara’, ilmu diartikan sebagai mengetahui dan memahami Allah Ta’ala, ayat-ayat dan af’al-Nya berkenaan dengan hamba-hamba dan makhluknya. Dalam hal ini, Imam al-Ghazali di dalam al-Ihya’ mengatakan, istilah ilmu diartikan sebagai mengetahui hamba-hamba an makhluk-Nya. Lalu ulama’ memberi pegertian yang spesifik sehingga timbul suatu perdebatan mengenai masalah fiqh ataupun masalah-masalah lain. Akan tetapi penjelasan tentang keutamaan ilmu dan ulama, umumnya memiliki pengertian yang petama.
Demikian pernyataan Imam Al-Ghazalli ini menunjukkan, bahwa ilmu dalam pengertian syara’ secara khusus memiliki pengertian yang lebih spesifik dan pengertian ilmu menurut syara’ dalam pegertian umum yang telah disebuutkan oleh Imam al-Ghazali, namun sejalan dengan konteksnya. Bahkan Imam al-Ghazali sendiri dalam kitab yang sama juga menegaskan, bahwa ulama berbeda pendapat mengenai ilmu yang harus di pelajari oleh ssetiap muslim, dengan mengatakan bahwa para ulama itu terbagi menjadi sekitar dua puluuh golongan. Kemuadian beliau cenderung lebih memilih pendapat, bahwa yang di maksud adalah ilmu muamalah yang mencakup segala sesuatu yang dapat memperbaiki ibadah, tradisi, akidah dan etika Islam secara lahir dan batin.
Kaum materialis mendefinisikan ilmu tidak lebih sebagai keyakinan-keyakinan tertentu yang bertumpu kepada indra semata. Kita akan mendiskusikan lagi pendapat mereka ini pada pembahasan Nuzul Al-Qur’an.
Ilmu Dalam Pengertian Kodifikasi Umum yang perlu mendapat perhatian kita adalah ilmu menurut terminology lain, yaitu menurut pendapat para ulama, karena kita sedang membahas tentang Ulumul Qur’an sebagai disiplin yang terkodifikasi.
Sebagian ulama mengatakan, kata “ilmu” digunakan untuk menyebut beberapa persoalan yang di tandai dengan satu aspek. Umumnya persoalan-persoalan itu berupa “nadzariyyah kulliyyah” (teori yang bersifat umum). Namun kadang-kadang berupa “Juz’iyyah” (persial, yang bersifat bagian-bagian). Saya berpendapat, persoalan dalam ilmu hadist riwayah, yang pada kenyataan adalah “qadhiyyah syahahiyyah” (proposisi personalitas) yang obyeknya adalah dari Nabi SAW.
As-Sa’ad di dalam al-muqashid dan Abdul Hakim Ali al-Muthawwal mengatakan, ilmu dalam pengertiannya mengatakan, ilmu dalam pengertiannya sebagai sesuatu yang terkodifikasi di gunakan untuk menyebut sejumlah “tashawwur” yakni persoalan-persoalan tunggal yang di gambarkan oleh akal dan ditandai dengan satu aspek saja.
Menurut kesimpulan kami ilmu dalam terminology kodifikasi umum diartikan sebagai obyek-obyek pengetahuan yang ditandai dengan satu aspek, baik ari aspek tematik maupun tujuannya, baik obyek-obyek pengetahuan itu berbentuk tashawwur, seperti ilmu badi’ maupun tashdiq, dan baik tashidiq-tashidiq itu berbentuk qadhiyyah kulliyah (personal, tunggal) seperti Ilmu Hadist Riwayah.
B. Sejarah Perkembangan ‘Ulumul Qur’an
1. Masa Rasulullah SAW
Pada masa ini ada penafsiran ayat Al-Qur’an langsung dari Rasulullah SAW kepada para sahabat, begitu para sahabat sangat antusias untuk bertanya terhadap makna suatu ayat, untuk menghafalkan serta mempelajari hukum-hukumnya.
Permasalahan para sahabat pada masa ini diantaranya:
a. Para sahabat bertanya tentang apa yang sudah pernah Rasulullah SAW menafsirkan suatu ayat yang dikemukakan oleh Uqbah bin Amir ia berkata: “aku pernah mendengar Rasulullah SAW berkata diatas mimbar, dan siapkan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu sanggupi”.(Anfal:60), bahwasanya kekuatan itu adalah memanah.(HR.Muslim).
b. Antusias para sahabat untuk menghafal dan mempelajari Al-Qur’an, Abu Abdurrahman as-sulami berkata “bahwasanya ketika mereka belajar kepada Nabi sepuluh ayat maka mereka tidak melanjutkannya, melainkan sebelum mereka mengamalkan ilmu yang ada didalamnya.
c. Larangan Rasulullah SAW kepada sahabat untuk tidak menulis selain Al-Qur’an, supaya mereka menjaga kemurniaan Al-Qur’an. Dari Abu Saad al-qudri, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah kamu tulis dari aku selain Al-Qur’an hendaklah dihapus. Dan ceritakan apa yang dariku, dan itu tidak ada halangan baginya, dan barang siapa yang berdusta atas namaku, maka ia akan menempati di api neraka”.(HR.Muslim).
2. Masa Khalifah
Pada masa ini, awal perkembangan ‘Ulumul Qur’an mulai berkembang pesat, diantaranya dengan adanya kebijakan-kebijakan para khalifah yakni:
a. Khalifah Abu Bakar:. Kebijakan pengumpulan serta penulisan Al-Qur’an yang pertama diprakarsai oleh Umar bin Khattab dan dipegang oleh Zaid bin Tsabit.
b. Khalifah Usman r.a:. Kebijakan untuk menyatukan kaum muslimin pada satu mushaf, dan hal itupun terlaksana dengan disebut mushaf Imam. Penulisan mushaf tersebut dinamakan ar-Rasmul ‘Usmani yang dinisbahkan kepada Usman.
c. Khalifan Ali r.a: kebijakan perintahnya kepada Abu ‘aswad Ad-Du’ali dengan meletakkan kaidah nahwu, cara pengucapan yang tepat dan baku serta memberikan harakat pada Al-Qur’an. Kaidah ini disebut dengan I’rabil Qur’an.
3. Masa Sahabat dan Tabi’in
Pada masa ini banyak sekali tentang adanya peranan dari kalangan sahabat dan tabi’in diantaranya:
a. Peranan sahabat dalam penafsiran Al-Qur’an, para sahabat senantiasa melanjutkan usaha terhadap apa yang telah sahabat sebelumya menjelaskan makna-makna Al-Qur’an dan penafsiran suatu ayat yang mereka berbeda pendapat sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Karena pada waktu itu mereka tidak hidup ditengah-tengah Rasulullah SAW, dan diteruskan oleh murid-muridnya. Demikian juga ada sahabat termasyhur diantaranya:
1. Empat khalifah( Abu Bakar, Umar,Utsman, dan Ali).
2. Ibnu Mas’ud
3. Ibnu Abbas
4. Ubai bin Kaab
5. Zaid bin Sabit
6. Abu Musa al-‘Asy’ari
7. Abdullah bin Zubair.
b. Peranan Tabi’in dalampenafsiran Al-Qur’an dan tokoh-tokonya.
Para Tabi’iin melakukan ijtihad secara sungguh-sungguh dalam melakukan penafsiran ayat. Diantara mereka yang terkenal yakni:
1. Murid Ibnu Abbas yang terkenal di Mekkah ialah: Sa’ir bin Jubair, Mujahid, ‘Ikrimah bekas sahaya Ibnu Abbas, Tawus bin Kisan al-Yamani dan ‘Ata’ bin abu Rabah.
2. Murid Ubai bin Kaab di Madinah: Zaid bin Aslam,Abul Aliyah, dan Muhammad bin Ka’ab al Qurazi.
3. Abdullah bin Mas’ud di Iraq: ‘Alqamah bin Qai’s, Masruq al Aswad bin Yazid, ‘Amir as Sya’bi, Hasan al Basyri dan Qatadah bin Di’amah as Sadusi.
4. Masa Pembukuan (Tadwin)
Pada masa ini ‘Ulumul Qur’an melewati beberapa perkembangan sebagai berikut:
a) Pembukuan Tafsir Al-Qur’an menurut riwayat dari Hadits,Sahabat dan Tabi’in.
Pada abad ke II H tiba masa pembukuan yang dimulai dengan pembukuan hadits dengan segala babnya yang bermacam-macam, dan itu juga menyangkut hal yang berhubungan dengan tafsir..
b) Pembukuan Tafsir berdasarkan susunan Ayat.
Kemudian langkah mereka itu diikuti oleh para ulama’.Mereka menyusun tafsir Qur’an yang lebih sempurna berdasarkan susunan ayat.
Demikian tafsir pada mulanya dinukilkan (dipindahkan) melalui penerimaan (mulut ke mulut) dari riwayat, kemudian dibukukan sebagai salah satu bagian hadits, selanjutnya ditulis secara bebas dan mandiri. Maka berlangsunglah dengan melahirkan tafsir bil Ma’tsur (berdasarkan riwayat) dan diikuti oleh tafsir bil Ra’yi (Penalaran).
c) Munculnya Pembahasan Cabang-cabang ‘Ulumul Qur’an selain Tafsir
Disamping ilmu tafsir lahir pula karangan yang berdiri sendiri mengenai pokok-pokok pembahasan tertentu yang berhubungan dengan Al-Qur’an,dan hal ini sangat diperlukan oleh seorang mufasir, diantaraya:
1. Ulama abad ke-III H
1) Ali bin al Madani (Wafat 234) guru bukhari, menyusun karangannya tentang asbabun nuzul.
2) Abu ‘Ubaid alQasim bin Salam (Wafat 224 H) menulis tentang Nasikh al Mansukh dan Qira’at.
3) Ibn Qotaibah (Wafat 276 H) menyusun tentang problematika Qur’an (musykilatul Qur’an).
2. Ulama abad ke-IV H
1) Muhammad bin Khalaf bin Marzaban (Wafat 309 H) menyusun al-Hawi fa ‘Ulumil Qur’an.
2) Abu Muhammad bin Qasim al Anbari (Wafat 751 H) menulis tentang ilmu-ilmu Qur’an.
3) Abu Bakar as Sijistani (Wafat 330 H) menyusun Gharibul Qur’an.
4) Muhammad bin Ali bin al-Adfawi (Wafat 388 H) menyusun al-istigna’ fi ‘Ulumil Qur’an.
3. Ulama Abad ke-V H dan setelahnya
1). Abu Bakar al Balaqani (Wafat 403 H) menyusun I’Jazul Qur’an
2). Ali bin Ibrahim bin Sa’id al Hufi (Wafat 430 H) menulis mengenai I’rabulQur’an.
3). Al Mawardi (Wafat 450 H ) mengenai tamsil-tamsil Qur’an (‘Amsalul Qur’an).
4). Al Izz bin Abdussalam (Wafat 660 H) tentang majaz dalam Al-Qur’an.
5). ‘Alamuddin Askhawi (Wafat 643 H) menulis mengenai ilmu Qira’at dan Aqsamul Qur’an.
d. Mulai pembukuan secara khusus ‘Ulumul Qur’an dengan mengumpulkan cabang-cabangnya.
Pada masa sebelumya,ilmu-ilmu Al-Qur’an dengan berbagai pembahasan di tulis secara khusus dan terserak, masing-masing dengan judul kita tersendiri.Kemudian mulailah masa pengumpulan dan penulisan ilmu-ilmu tersebut dalam pembahasan khusus yang lengkap, yang dikenal dengan ‘UlumulQur’an. Diantara ulama-ulama yang menyusun secara khusus ‘ulumul Qur’an adalah:
1. Ali bin Ibrahim Said (330 H).
2. Ibnul Jauzi ( 597 H).
3. Badruddin az-Zarkasyi (794H ).
4. Jalaluddin Al-Baqini (824 H).
5. Jalaluddin as-Suyuti (911 H).
5. Masa Modern/Kontemporer
Pada masa ini juga belanjut seputar penulisan sebuah metode atau cabang ilmu Al-Qur’an secara khusus dan terpisah, sebagaimana ada pula yang mengungkapkan kembali tentang penusunan atau penyatuan cabang-cabang ulumul Qur’an dalam kitab tersendiri dengan penulisan yang lebih sederhana dan sistematis dari kitab-kitab klasik terdahulu.
C. Ruang Lingkup ‘Ulumul Qur’an
1. Persoalan Turunnya Al-Qur’an (Nuzul Al-Qur’an)
Persoalan ini menyangkut tiga hal:
a. Waktu dan tempat turunnya Al-Qur’an (auqat nuzul wa mawathin an-nuzul)
b. Sebab-sebab turunnya Al-Qur’an (Asbab An-nuzul)
c. Sejarah turunnya Al-Qur’an (taikh an-nuzul)
2. Persoalan Sanad (Rangkaian Para Periwayat)
a. Riwayat Mutawatir
b. Riwayat ahad
c. Riwayat syad
d. Macam-macam qira’at Nabi
e. Para perawi dan penghafalkAl-Qur’an
f. Cara-cara penyebaran riwayat (tahammul)
3. Persoalan Qira’at ( Cara Pembacaan Al-Qur’an)
a. Cara berhenti (Waqaf)
b. Cara memulai (Ibtida’)
c. Imalah
d. Bacaan yang dipanjangkan (Madd)
e. Meringankan bacaan hamzah
f. Memasukkan bunyi huruf yang sukun kepada bunyi sesudahnya(Idgham)
4. Persoalan Kata-kata Al-Qur’an
a. Kata-kata Al-Qur’an yang asing (Gharib)
b. Kata-kata Al-Qur’an yang berubah-ubah harakat akhirnya (mu’rab)
c. Kata-kata Al-Qur’an yang mempunyai makna yang serupa (homonim)
d. Padanan kata-kata Al-Qur’an (sinonim)
e. Isti’arah
f. Penyerupaan (tasybih)
5. Persoalan makna-makna Al-Qur’an yang berkaitan dengan hukum
a. Makna (‘am) yang di umumkan
b. Makna (‘am) yang dikhususkan
c. Makna (‘am) yang dikhususkan sunnah
d. Nash
e. Makna lahir
f. Makna global (mujmal)
g. Makna yang diperinci (mufashshal)
h. Manthuq (ditunjukkan oleh pembicaraan)
i. Mafhum (dipahami oleh pembicaraan)
j. Muhkam (tidak melahirkan keraguan)
k. Mutasyabih (kesamaran)
l. Musykil (Tersembunyi)
m. Nasikh-mansukh (menghapus dan yang dihapus)
n. Muqaddam (didahulukan)
o. Mu’akhakhar (diakhirkan)
6. Persoalan makna-makna Al-Qur’an yang berkaitan dengan kata-kata Al-Qur’an
a. Berpisah (fashl)
b. Bersambung (washl)
c. Uraian Singkat (i’jaz)
d. Uraian Seimbang (mumsahah)
e. Pendek (qashr)..
D. Cabang-Cabang (Pokok Bahasan) ‘Ulum Al-Quran
Di antara cabang-cabang (pokok bahasan) ‘Ulum Al-Quran adalah sebagai berikut:
1. Ilmu Adab Tilawah Al-Quran, yaitu ilmu-ilmu yang mengatur aturan-aturan yang terdapat dalam Al-Quran.
2. Ilmu Tajwid, yaitu ilmu yang menerangkan cara-cara membaca Al-Quran, tempat mulai, atau tempat berhenti (waqaf).
3. Ilmu Mawatin An-Nuzul, yaitu ilmu yang meneragkan tempat, musim, awal, dan akhir turun ayat.
4. Ilmu Tawarikh An-Nuzul, yaitu ilmu yang menerangkan dan masa turun ayat, satu demi satudari awal hingga akhir turunnya.
5. Ilmu Asbab An-Nuzul, yaitu ilmu yang menerangkan sebab-sebab turun ayat.
6. Ilmu Qira’at, ilmu yang menerangkann ragam qira’at (pembacaan Al-Quran)yang diterima Rasulullah SAW. Qira’at ini apabila di kumpulkan terdiri atas sepuluh macam, ada yang sahih dan ada pula yang tidak sahih.
7. Ilmu Gharib Al-Quran, yaitu ilmu yang menerangkan makna kata-kata yang ganjil yang tidak terdapat dalam kitab-kitab konvesional, atau tidak terdapat dalam percakapan sehari-hari. Ilmu ini menerangakan kata-kata yang halus, tinggi, dan pelik.
8. Ilmu I’rabAl-Quran, yaitu ilmu yang menerangkan harakat Al-Qur’an dan kedudukan sebuah kata dalam kalimat.
9. Ilmu Wujuh wa An-Nazha’ir, yaitu ilmu yang menerangkan kata-kata Al-Quran yang mempunyai makna yang lebih dari sati.
10. Ilmu Ma’rifat Al-Muhkam wa Al-Mutasyabih, yaitu ilmu yang menerangkan ayat-ayat yang di pandang muhkam dan yang di pandang mutasyabih.
11. Ilmu Nasikh wa Al-Mansukh, yaitu ilmu yang menerangkan ayat-ayat yang di hapus oleh sebagian mufassir.
12. Ilmu Badai’ul Al-Qur’an, yaitu ilmu yang menerangkan keindahan susunan bahasa Al-Qur’an.
13. Ilmu I’jaz Al-Qur’an, yaitu ilmu yang menerangkan segi-segi kekuatan Al-Qur’an sehingga di pandang sebagai suatu mukjizat dan dapat melemahkan penantang-penantangnya.
14. Ilmu Tanasub Ayat Al-Qur’an, yaitu ilmu yang menerangkan persesuaian antara suatu ayat dengan ayat sebelum dan sesudahnya.
15. Ilmu Aqsam Al-Qur’an, yaitu ilmu yang menerangkan arti dan maksud-maksud sumpah Allah SWT yang terdapat di dalam Al-Qur’an.
16. Ilmu Amtsal Al-Qur’an, ilmu yang menerangkan perumpamaan-perumpamaan Al-Qur’an, yakni menerangkan ayat-ayat perumpamaan yang dikemukakan Al-Quran.
17. Ilmu Jadal Al-Quran, yaitu ilmu yang menerangkan macam-macam perdebatan yang telah dihadapkan Al-Quran kepada segenap kaum musyrikin dan kelompok lainnya..
A. Kesimpulan
1. ‘Ulumul Qur’an
Secara umum diartikan sebagai obyek-obyek pengetahuan yang ditandai dengan satu aspek, baik arti aspek tematik maupun tujuannya, baik obyek-obyek pengetahuan itu berbentuk tashawwur, seperti ilmu badi’ maupun tashdiq, dan baik tashidiq-tashidiq itu berbentuk qadhiyyah kulliyah (personal, tunggal) seperti Ilmu Hadist Riwayah.
2. Sejarah perkembangan melalui beberapa tahap yakni:
1. Pada masa Rasulullah SAW berlangsungnya penafsiran Al-Qur’an disampaikan kepada sahabat.
2. Pada masa Khalifah ‘Ulumul Qur’an mulai berkembang pesat
3. Pada masa sahabat dan tabi’in adanya peranan-peranan penafsiran Al-Qur’an
3. Pada masa pembukuan :
1. Pembukuan Tafsir Al-Qur’an menurut riwayat dari Hadits,Sahabat dan Tabi’in.
2. Pembukuan Tafsir berdasarkan susunan ayat.
3. Munculnya Pembahasan Cabang-cabang ‘Ulumul Qur’an selain Tafsir.
4. Mulai pembukuan secara khusus ‘Ulumul Qur’an dengan mengumpulkan cabang- cabangnya.
5. Masa Modern/Kontemporer pada masa ini juga belanjut seputar penulisan sebuah metode atau cabang ilmu Al-Qur’an secara khusus dan terpisah, sebagaimana ada pula yang mengungkapkan kembali tentang penusunan atau penyatuan cabang-cabang ulumul Qur’an.
4. Ruang Lingkup ‘Ulumul Qur’an terdiri dari:
• Persoalan Turunnya Al-Qur’an (Nuzul Al-Qur’an)
• Persoalan Sanad (Rangkaian Para Periwayat)
• Persoalan Qira’at ( Cara Pembacaan Al-Qur’an)
• Persoalan Kata-kata Al-Qur’an
• Persoalan makna-makna Al-Qur’an yang berkaitan dengan hukum
• Persoalan makna-makna Al-Qur’an yang berkaitan dengan kata-kata Al-Qur’an.
5. Cabang-cabang ‘Ulumul Qur’an itu meliputi:
a. Ilmu Adab Tilawah Al-Qur’an, yaitu ilmu-ilmu yang mengatur aturan-aturan yang terdapat dalam Al-Qur’an.
b. Ilmu Tajwid, yaitu ilmu yang menerangkan cara-cara membaca Al-Qur’an, tempat mulai, atau tempat berhenti (waqaf).
c. Ilmu Mawatin An-Nuzul, yaitu ilmu yang meneragkan tempat, musim, awal, dan akhir turun ayat.
d. Ilmu Tawarikh An-Nuzul, yaitu ilmu yang menerangkan dan masa turun ayat, satu demi satudari awal hingga akhir turunnya.
e. Ilmu Asbab An-Nuzul, yaitu ilmu yang menerangkan sebab-sebab turun ayat.
f. Ilmu Qira’at, ilmu yang menerangkann ragam qira’at (pembacaan Al-Qur’an)yang diterima Rasulullah SAW. Qira’at ini apabila di kumpulkan terdiri atas sepuluh macam, ada yang sahih dan ada pula yang tidak sahih.
g. Ilmu Gharib Al-Quran, yaitu ilmu yang menerangkan makna kata-kata yang ganjil yang tidak terdapat dalam kitab-kitab konvesional, atau tidak terdapat dalam percakapn sehari-hari. Ilmu ini menerangakan kata-kata yang halus, tinggi, dan pelik.
h. Ilmu I’rab Al-Qur’an, yaitu ilmu yang menerangkan harakat Al-Qur’an dan kedudukan sebuah kata dalam kalimat.
i. Ilmu Wujuh wa An-Nazha’ir, yaitu ilmu yang menerangkan kata-kata Al-Qur’an yang mempunyai makna yang lebih dari sati.
j. Ilmu Ma’rifat Al-Muhkam wa Al-Mutasyabih, yaitu ilmu yang menerangkan ayat-ayat yang di pandang muhkam dan yang di pandang mutasyabih.
k. Ilmu Nasikh wa Al-Mansukh, yaitu ilmu yang menerangkan ayat-ayat yang di hapus oleh sebagian mufassir.
l. Ilmu Badai’ul Al-Qur’an, yaitu ilmu yang menerangkan keindahan susunan bahasa Al-Qur’an.
m. Ilmu I’jaz Al-Qur’an, yaitu ilmu yang menerangkan segi-segi kekuatan Al-Qur’an sehingga di pandang sebagai suatu mukjizat dan dapat melemahkan penantang-penantangnya.
n. Ilmu Tanasub Ayat Al-Qur’an, yaitu ilmu yang menerangkan persesuaian antara suatu ayat denga ayat sebelum dan sesudahnya.
o. Ilmu Aqsam Al-Qur’an, yaitu ilmu yang menerangkan arti dan maksud-maksud sumpah Allah SWT yang terdapat di dalam Al-Qur’an.
p. Ilmu Amtsal Al-Qur’an, ilmu yang menerangkan perumpamaan-perumpamaan Al-Qur’an, yakni menerangkan ayat-ayat perumpamaan yang dikemukakan Al-Qur’an.
q. Ilmu Jadal Al-Qur’an, yaitu ilmu yang menerangkan macam-macam perdebatan yang telah dihadapkan Al-Qur’an kepada segenap kaum musyrikin dan kelompok lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qattan Khalil Manna’, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Pustaka Litera Antarnusa, Jakarta, 2013.
Anwar Rosihon, Ulumul Al-Qur’an, Pustaka Setia, Bandung, 2012.
[1] Gufron, Mohammad. Ulumul Qur’an. Yogyakarta. Hal,39.[2] Ibid, 43. . Qur’an pertama sekali dikumpulkan dimasa khalifah Abu Bakar r.a., setelah terjadinya perang yamamah, seperti akan dijelaskan. . Lihat pembahasan pengumpulan Qur’an dimasa Usman. . Ibn Taimiyah, muqaddimah fi usulit tafsir, hlm. 15. .
Al-Zarqani, op. cit., hlm.23 T.M.Hasbie As-Shiddieqy, sejarah dan pengantar ilmu Al-Qur’an, Bulan Bintang, Jakarta, 1994, hlm. 100-102 . Rosihan Anwar, Ulum Al-Quran (Bandung: 2007) ,16
PENGERTIAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN ‘ULUM QUR’AN
Reviewed by As'ad Al-Tabi'in Al-Andalasi
on
March 02, 2018
Rating:
No comments:
Komentar