A. Pentingnya Pendidik
1. Pendidik sebagai perencana dan pengatur proses pendidikan, seperti yang dicontohkan Rasulullah dalam shalat
1. Pendidik sebagai perencana dan pengatur proses pendidikan, seperti yang dicontohkan Rasulullah dalam shalat
عن أنس بن مالك ، عن النبي - صلى الله عليه وسلم - ، قالَ : ((سَوُّوا صُفُوفَكُمْ، فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصُّفُوفِ مِنْ إِقَامَةِ الصَّلاةِ)) . (البخاري)
Dari Anas bin Malik, dari Nabi saw bersabda: “Luruskan dan rapatkan (barisan shalat kalian), karena ketertiban barisan dalam shalat merupakan bagian dari mendirikan (kesesmpurnaan) salat”. (H.R Bukhari)
2. Pendidik sebagai pelaksana kegiatan pendidikan
وَعَنْ مَالِكِ بْنِ الْحُوَيْرِثِ - رضي الله عنه - قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي.
(رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ)
Dari Malik bin Huwairis r.a berkata: Rasululah saw bersabda: “Salatlah kalian sebagaimana kalian lihat aku salat”. (H.R Bukhari)
3. Pendidik sebagai pengevaluasi proses pendidikan
عن عبد الله ، رضي الله عنه قال : قال لي رسول الله صلى الله عليه وسلم : « اقرأ علي » ، فقلت : أقرأه عليك وعليك أنزل ؟ ، قال : إني أحب أن أسمعه من غيري ، فقرأت عليه حتى إذا بلغت فكيف إذا جئنا من كل أمة بشهيد وجئنا بك على هؤلاء شهيدا .......................(أحمد)
Dari Abdullah r.a, rasulullah saw bersabda: rasul bersabda kepadaku: “Bacalah al-Quran untukku. ”saya berkata: ”apakah aku akan membacakan al-quran untukmu, sedangkan al-quran ini turun kepadamu?” Beliau bersabda: “sesungguhnya aku senang mendengarkan (bacaan al-quran) dari orang lain. “saya pun membacanya sampai ketika tiba pada ayat: Fakaifa ‘idzaa ji’naa min kulli ummatin bisyahidiin waji’na bika ‘alaa haa-‘ulaai syahiida” ia berkata: saya melihat kedua mata beliau bercucuran air mata. (H.R Ahmad)
Dalam keterangan lain:
قال عمر بن الخطاب : « حاسبوا أنفسكم قبل أن تحاسبوا ،
“Umar berkata: Hisablah (ealuasi) dirimu sebelum engkau dihisab.
Pendidik atau guru merupakan komponen terpenting pendidikan. Tanpa adanya pendidik, maka ilmu yang akan disampaikan tidak mungkin pernah sampai kepada peserta didik.
Pentingnya peranan seorang pendidik dalam proses pengajaran terangkup dalam tiga tugas pokoknya, yaitu merencanakan dan mengatur dalam proses pendidikan, melaksanakan proses pendidikan, dan mengealuasi hasil pembelajran sebagai umpan balik (stimulus) perbaikan.
Dalam perencanaan dan pengaturan (manajamen) pendidikan, Rasulullah saw mencontohkan bahwa ketika akan melakukan kegiatan pembelajaran harus ditata sedemikian rupa, agar proses pembelajaran bisa berjalan dengan tertib. Rasul mencontohkan perlunya tertib dan manajamen yang baik dalam pendidikan dalam praktek shalat berjama’ah (dalam hadis pertama). Kenapa shalat berjama’ah yang merupakan praktek ibadah langsung dikaitkan dengan pendidikan?. Alasannya karena Nabi saw lebih paham bagaimana praktek shalat yang benar, sehingga memperhatikan Beliau artinya mempelajari bagaimana shalat yang benar. Nilai filosofis dalam shalat berjamaah tersebut juga mencerminkan bahwa segala sesuatu harus tertata dengan baik, sehingga dicontohkan sebelum melaksanakan shalat perlu menertibkan barisan shalat terlebih dahulu. Jika nilai perlunya tertib dalam barisan shalat telah dipahami, maka setiap perbuatan seorang muslim akan termanage pula dengan baik. Dan Rasul adalah sebaik-sebaiknya manusia dalam hal mengatur dan merencanakan sesuatu, hal itu ditandai bahwa Rasul mencotohkan bagaimana harus memulai shalat berjama’ah yang baik dan bukan sekedar memerintah. Kaitannya dengan pendidikan bahwa Rasul juga sebagai pelaksana pengajaran kepada umatnya, karena beliau langsung mencontohkan suatu amal yang sesuai syari’at (hadis kedua).
Selain sebagai konseptor dan eksekutor dalam kegiatan pendidikan, satu lagi fungsi seorang pendidik yaitu sebagai evaluator.
Fungsi evaluasi adalah hal terpenting dari seorang pendidik, karena dari sinilah dapat diketahui tercapai tidaknya tujuan pendidikan. Selain itu evaluasi juga sebagai stimulus bagaimana memperbaiki kesalahan-kesalah dalam proses pembelajaran. Namun perlu diingat bahwa evaluasi bukanlah ujian yang hanya berorientasi pada nilai (angka), itu hanya salahsatu bagian dari teknik evaluasi. Hadis nomor tiga di atas adalah indikasi bahwa Rasulpun melakukan evaluasi dalam mengajarkan al-Qurân kepada umatnya (termasuk anak-anak). Hadis nomor tiga tersebut merupakan sebuah metode yang ditempuh oleh Rasulullah saw untuk menguji kemampuan bacaan al-Qurân pada seorang anak (Abdullah), metode evaluasi yang diterapkannya adalah dengan menyuruhnya membacakan al-Qurân tersebut. Jika bacaan anak kecil saja dievaluasi oleh Rasul maka apalagi bacaan sahabat yang telah baligh.
B. Sifat-Sifat Pendidik
1. Bertakwa
عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قال:اتَّقِ الله حَيثُمَا كُنْتَ ، وأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الحَسَنَةَ تَمحُهَا ، وخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍحَسَنٍ .
(رواه التِّرمِذيُّ وقال : حَديثٌ حَسنٌ ، وفي بعضِ النُّسَخِ : حَسَنٌ صَحيحٌ )
Dari Mu’adz bin Jabal, dari Rasulullau saw bersabda: “Bertakwalah dimanapun kamu berada, dan iringilah perbuatan buruk dengan yang baik maka (perbuatan buruk itu) akan terhapus. Dan beakhlaklah kepada manusai dengan akhlak yang baik”. (H.R Turmudzi, dikatakan bahwa hadis ini hasan dan ada juga yang menyatakan sahih)
2. Berakhlak yang baik, karena Rasul diutus untuk menyempurnakan (mengajarkan) akhlak yang mulia.
عن أبي هريرة ، قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : إنِّمَا بُعِثْتُ لأُتمِمَّ مَكارِمَ الأَخْلاَقِ
Dari Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda: “sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”. (H.R. Al-Bazzar)
3. Menyayangi anak didiknya, dan menjauhi kekerasan
وقد روي عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال : عَلّمُوْا وَلاَ تُعَنّفُوْا فَإِنّ المُعَلّمَ خَيْرٌ مِنَ المُعَنّفِ (البخاري(
Telah diriwayatkan dari Nabi saw, bahwa beliau bersabda: “Jadilah pengajar dan janganlah (hindarilah) menjadi orang yang kejam, karena pengajar itu lebih baik daripada orang yang kejam (berbuat kekerasan)”. (H.R Bukhari)
4. Ikhlas dalam mengajar
عُمَرَ بنُ الخطاب رَضِيَّ اللهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - يَقُولُ: إِنَّمَا الأعْمَالُ بِالنِّيَّةِ، وَإِنَّمَا لامْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ، فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا، فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ » (الْبُخَارِيّ وَمُسْلِم وَالتِّرْمِذِيّ وَالنَّسَائِيُّ وَابْن مَاجَهْ(
Dari ‘Umar bin Khatab r.a: Saya mendengat Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung apa yang diniatkannya, barang siapa yang berhijrah (niatnya) karena Allah dan Rasulnya, maka hijrahnya itu akan mencapai (ridha) Allah dan Rasulnya. Namun barang siapa yang hijrahnya karena (menginginkan) kehidupan dunia dan wanita yang ingin dinikahinya, maka dia hanya akan sekedar mendapat apa yang diniatkannya”. (H.R Bukhari, Turmudzi, al-Nasai, dan Ibnu Majah)
5. Berkompeten sebagai pendidik, artinya sebelum mengajar seorang pendidik pernah belajar apa yang akan diajarkannya
عن عثمان أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: خَيْركُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآن وَعَلَّمَهُ )الْبُخَارِيُّ وَالتِّرْمِذِيُّ وَالنَّسَائِيُّ وَابْنُ مَاجَهْ (
Dari Usman, bahwasannya Rasulullah saw bersabda: “Sebaik-baik kamu adalah orang yang belajar al- Qurân dan mengajarkannya”. (H.R Bukhari, Turmudzi, al-Nasai, dan Ibnu Majah)
Dalam Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (PP 19 th. 2005 tentang SNP) Bab VI bagian kesatu tentang pendidik, bahwa guru sebagai agen pembelajaran harus memiliki empat kompetensi.
Yang dimaksud dengan empat kompetensi tersebut adalah:
Pertama, kompetensi pedagogik. Secara sederhana yang dimaksud kompetensi pedagogik adalah bahwa seorang guru menguasai keilmuan yang akan diajarkannya. Atau dengan kata lain, guru tersebut punya pengalaman belajar tentang ilmu yang akan diajarkannya. Hal ini sesuai dengan hadis nomor lima yang dijelaskan Rasulullah, bahwa sebelum mengajarkan al-Qurân seseorang harus melalui tahap belajar al-Qurân terlebih dahulu.
Kedua, kompetensi kepribadian. Artinya bahwa seorang guru mesti berkepribadian yang baik dan sesuai dengan ajaran islam. Yaitu baik hubungan secara vertikal maupun horizontal. Hadis kesatu tentang takwa merupakan sifat baik secara vertikal antara hamba dengan khalik yang seharusnya dimiliki oleh pendidik. Sedangkan hadis kedua merupakan kepribadian yang baik secara horizontal dengan sesama mahluk.
Kepribadian yang terpuji secara vertikal dan horizontal adalah modal besar yang harus dimiliki pendidik, karena tujuan pendidikan dalam islam dalam rangka mendukung tugas manusia di dunia untuk beribadah. Ibadah sendiri terkait dengan ibadah secara vertikal dan horizontal.
Ketiga, kompetensi profesional. Profesional artinya menghargai profesinya sendiri. Dalam isilah islam profesional bisa dikaitkan dengan sikap ikhlas. Ikhlas memang melakukan suatu aktivitas dalam rangka menggapai ridha Allah, namun maknanya sering dikaitkan dengan sedikit banyak upah (balasan) yang diterima seseorang dari perbuatannya. Opini yang berkembang di masyarakat bahwa seseorang yang melakukan sesuatu dengan cuma-cuma (gratis) baru disebut ikhlas, padahal sekali lagi tidak ada kaitannya dengan hal tersebut. Ikhlas dalam lapangan pekerjaan dapat diartikan dengan mengerahkan segenap potensi agar bisa melakukan tugasnya secara maksimal. Suatu aktivitas akan maksimal jika didasari tekad (niat) yang kuat pula. Hadis nomor empat tentang niat merpakan dasar profesionalisme bagi setiap orang (terutama pengajar), bahwa sikap profesional akan menghasilkan hasil yang diharapkan dan hal itu harus dimulai dengan niat/ tekad yang bulat.
Namun semua itu tetap dalam rangka menggapai ridah Allah swt. Salahsatu bentuk aplikasi profesionalisme guru adalah mendidik dengan penuh kasihsayang dan bukan dengan kekerasan seperti halnya dalam hadis nomor tiga.
Keempat, kompetensi sosial. Maksud kompetensi ini, bahwa seorang pendidik mesti memiliki peran aktif dalam masyarakat. Pendidik mampu mewarnai masyarakat sekitarnya untuk diarahkan kepada hal yang bermanfat. Orang yang dianggap berpengaruh dimasyarkat adalah orang yang bisa memberikan manfaat bagi orang lain. Indikasi seseorang mampu memberikan manfaat bagi masyarakat sekitarnya adalah seorang pendidik mampu memberikan contoh ahlak yang baik seperti yang tercantum dalam hadis nomor dua tentang ahlak mulia.
C. Orang Tua Sebagai Pendidik Utama Dan Pertama
1. Orang tua yang menentukan anaknya nanti
عن أبى هُرَيْرَةَ رَضِيَّ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم: كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ، أَوْ يُنَصِّرَانِهِ، أَوْ يُمَجِّسَانِهِ (الْبُخَارِيّ وَمُسْلِم(
Dari Abu Hurairah berkata: Nabi saw bersabda: “Setiap yang lahir, dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci). Maka orang tuanyalah yang menentukan apakan dia menjadi seorang Yahudi, Nasrani, atau Najusi” (H.R Bukhari dan Muslim)
2. Orang tua memberikan contoh untuk memenuhi hak dan kewajiban
عن أبى هُرَيْرَةَ رَضِيَّ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رسول اللهِ صلى الله عليه وسلم:مِنْ حَقِّ الْوَلَدِ عَلَى الْوَالِدِ ثَلاَثَةٌ أَن يُحَسَّنَ اِسْمَهُ إِذَا وَلَدَ وَأَنْ يُعَلِّمَهُ الْكِتَابَةَ إِذَا عَقَلَ وَأَنْ يُزَوَّجَهُ إِذَا أَدْرَكَ (الحاكم(
Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah saw bersabda:”Diantara kewajiban orang tua terhadap anaknya ada tiga, yaitu: memberinya namay yang baik jika lahir, mengajarkan kitab (al-Qur’ân) kepadanya jika telah mampu (mempelajarinya), dan menikahkannya jika telah dewasa”. (H.R. Hakim)
3. Orang tua mendidik anaknya untuk beribadah
عنْ ابْنِ عُمَروَابْنِ العْاَصِ قال: قال رَسولُ الله ص.م: مُرُوْا أَوْلاَدَكُمْ باِلصَّلاةِ وَهُمْ أَبْنَاء
سَبْعَ سِنِيْنِ وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاء عَشْر وَفَرقوُاْ بَيْنَهُمْ فىِ المَضَاجِعِ
(أبو داود)
Dari Ibnu ‘Amr bin Ash, ia berkata: Rasulullah bersabda “Perintahkanlah anak-anak kalian shalat ketika berumur 7 tahun, dan pukullah mereka ketika berumur 10 tahun. Pisahkanlah mereka dalam tempat tidurnya” (H. R Abu Daud)
4. Orang tua mendidik anak untuk mencintai Nabi dan keluarganya
قال رسول الله ص.م: أَدّبُوْ أَوْلاَدَكُمْ عَلىَ ثَلاَثِ خِصَالٍ حُبّ نبَيِّكُمْ وحبّ اَلِ بَيْتِهِ وَتِلاَوَةِ القُرْأَنِ
(الطبراني)
“Rasulullah bersabda, didiklah anak-anak kalian atas 3 perkara; mencintai nabi, mencintai keluarga nabi, dan mencintai membaca Al-Qur’an”. (H.R. al- Tabrani)
5. Orang tua harus mengajarkan keberanian kepada anaknya
قال عمر ابن الخطاب: عَلِّمُوْا أَوْلاَدَكُمْ السِّبَاحَةَ وَالرّمَايَةَ ومُرُوْهُمْ فَليثيبُوْا عَلىَ ظُهُوْرِالخَيلِ وَثبًا )البيهقي(
“Umar bin Khatab berkata “Ajarkanlah anak-anak kalian berenang, memanah, dan perintahlah mereka agar pandai menunggang kuda” (H.R Baihaqi)
Anak adalah amanat dari Allah swt. Konsekuensinya bahwa amanat itu mesti di jaga. Salahsatu bentuk menjaga dan memelihara anak sebagai amanat Allah adalah mendidiknya. Ironisnya, sekarang para orang tua menilai bahwa pendidikan anaknya adalah tanggungjawab guru di sekolah. Padahal pertemuan anak didik dengan pendidiknya di sekolah terbatas oleh waktu. Oleh karena itu dalam islam, orang tua tidak bisa berlepas tangan dari tanggungjawab mendidik anaknya. Orang tua adalah pendidik pertama. Hal ini dicontohkan ketika anak dalam kandungan islam mengajarkan agar banyak membacakan surat Yusuf misalnya, atau ketika lahir diadzani dan diqomati. Bagaimana masa depan seorang anak akan terkait dengan pendidikan yang diberikan orang tuanya. Anak bisa menjadi orang yang saleh atau salah tergantung perhatian orang tua terhadap pendidikan yang diberikan kepada anaknya.
Hal ini senada dengan hadis nomor satu.
Realisasi orang tua sebagai pendidik utama dan pertama bagi anaknya adalah melalui cara mendidik anaknya dengan ilmu-ilmu yang bermanfaat, yaitu:
1. Pendidikan tentang ibadah, yang diwakili oleh hadis nomor tiga
2. Sejarah dan kecintaan terhadap Rasulullah, yang diwakili oleh hadis nomor empat
3. Pendidikan tentang akidah yang benar, diwakili oleh hadis nomor satu
4. Pendidikan tentang tanggungjawab untuk melaksanakan kewajiban dan menghargai hak orang lain, nomor dua
5. Pendidikan yang menumbuhkan keberanian dan kesehatan, diwakili oleh hadis nomor lima.
Tentu bukan hanya sekedar itu, karena cakupan ilmu itu luas. Namun jika kita perhatikan, kelima hadis tersebut bersentuhan langsung dengan kewajiban orang tua untuk mendidik anaknya. Indikasinya, dalam hadis tesebut menyinggung-nyinggung kata أَوْلاَدَ atau َأَبَوَاه . dan kelima hadis tersebut nampaknya sudah mewakili tiga komponen jenis pendidikan yang dikembangkan pakar pendidikan barat bernama Bloom, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik.
D. Peserta Didik Harus Dihormati
1. Memberikan kemudahan kepada peserta didik
البخارى) ) عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِيِ ص.م قال: يَسَّرُوْا وَلاَ تُعًسِّرُوْا وَبَشِّرُوْا وَلاَ تُنَفِّرُوْا
Dari Anas, dari Nabi saw beliau bersabda:” mudahkanlah dan jangan dipersulit, gembirakanlah dan jangan membuat mereka takut”. (H.R Bukhari)
2. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bisa mengulang pelajaran
عَنْ أَنَسٍ عَنِ النّبي ص.م: أَنّهُ كان إِذا سَلّمَ سَلّمَ ثلاثاً وِإذَا تَكَلّمَ بِكَلِمَةٍ أعادها ثَلاَثًا )البخارى(
Dari Anas, dari Nabi saw: ” apabila beliau mengucapkan salam, beliau mengucapkan salam tiga kali, dan apabila beliau mengucapkan satu kalimat, maka beliau mengulangnya tiga kali”.( HR Bukhari)
3. Memperlakukan peserta didik dengan penuh kasih sayang
عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها: قال رسول الله ص.م:……….ياَعَائِشَةُ عَلَيْكِ باِلرِّفْقِ وَإيّاك (البخاري) وَالْعَنْفَ وَالْفَحْشَ
Dari ‘Aisyah r.a: Rasulullah saw bersabda: …..Ya ‘Aisyah hendaklah kamu bersikap kasih sayang dan hati-hatilah terhadap sikap kejam dan keji”. (H.R Bukhari)
4. Peserta didik harus diarahkan kepada kebenaran jika melakukan kesalahan
قال رسول الله ص.م:ياَغُلاَمُ سَمِّ اللهَ وَكُلْ بِيَمِيْنِيْكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيْكَ
(البخاري والمسلم)
Rasulullah saw bersabda: “Hai anak, sebutlah nama Allah (sebelum makan) dan makanlah dengan tangan kanan serta makanlah dulu apa yang ada di dekatmu”. (H.R Bukhari dan Muslim)
5. Peserta didik harus didik sesuai usia dan kemampuan mereka
قال رسول الله ص.م: اَدِّبُوْا اَوْلاَدَكُمْ بِقَدْرِ عُقُوْلِهِمْ
((الحديث
Rasulullah saw bersabda: “Didiklah anak-anakmu sesuai dengan kemampuan akal mereka”. (al-Hadis)
Faktor keberhasilan pendidikan atau pembelajaran, salahsatunya ditentukan oleh kesiapan anak didik dalam menerima materi. Peserta didik mampu menerima materi pembelajaran apabila suasana dan kondisi anak siap menerima materi. Untuk menyiapkan peserta didik agar bisa menerima materi ini, perlu dibangun suasana yang membuat peserta didik nyaman dan merasa dihargai. Dan hal itu akan terkait dengan metode dan prinsip penyampaikan bahan ajar yang diunakan oleh pendidik.
Ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam rangka menciptakan kondisi nyaman bagi peserta didik, sehinga pembelajaran bisa efektif.
Pertama, hendaknya guru memberikan kemudahan kepada murid agar mereka dapat memahami materi yang disampaikan. Hal ini termaktub dalam hadis kesatu.
Kedua, memberikan kesempatan kepada peserta didik agar bisa mengulangi pelajaran. Seperti yang dijelaskan dalam hadis ketiga.
Ketiga, jika ada kesalahan atau kekurangan pada peserta didik, hendaklah guru tersebut mengarahkannya kepada hal yang benar. Hal ini seperti yang dikisahkan dalam hadis nomor empat. Pada saat itu ada seorang anak yang hendak makan tangannya kesana-kemari dan tidak sopan, Rasul yang saat itu hadir disana menegurnya, kemudian memerintahkan kepada anak tersebut untuk makan dengan tangan kanan dan dimulai dari makanan yang paling dekat dengannya.
Kelima, materi yang diberikan sesuai dengan tingkatan usia atau daya nalar peserta didik. Hal ini diterangkan dalam hadis kelima.
E. Pendidikan Merupakan Tanggungjawab Bersama
1. Semua orang wajib menuntut ilmu
عن أبي هريرة ، رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ (ابن ماجه)
Dari Abu Hurairah r.a berkata: Rasulullah saw bersabda: “Menuntut ilmu merupakan kewajiban setiap Muslim”. (H.R Ibnu Majah)
2. Semua pihak harus saling membantu dalam pelaksanaan pendidikan
عَنِ النُّعمانِ بن بشيرٍ ، عنِ النَّبيِّ - صلى الله عليه وسلم - ، قال : مَثَلُ المُؤْمِنِيْنَ فيِ تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ كَمَثَلِ الجَسَدِ ، إذا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ ، تَدَاعَى لَهُ سَاَئرُ الجَسَدِ باِلحُمَّى وَالسَّهْرِ . ( لمسلم)
Dari Nu’man bin Basyir, dari Nabi saw bersabda: “perumpamaan orang-orang mu’min dalam saling menyayangi, saling mengasihi, dan berlemah lembut, seperti satu tubuh. Jika satu bagian sakit, maka bagian yang lainnya merasakan sakit dengan panas dan demam”. (H.R Muslim)
3. Semua pihak bisa terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan sesuai kapasitasnya
عن ابن مسعود, عن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال:اغد عالما أو متعلما أو محبا أو مستمعا ولا تكن الخامس فتهلك (الحديث)
Dari Ibnu Masud, dari Rasulullah saw bersabda: “Jadilah pengajar, ataupun pelajar, pendengar, dan pencinta (ilmu) tetapi janganlah menjadi yang kelima, maka nanti kamu bisa celaka”. (al-Hadis)
4. Masyarakat bisa berperan dalam pendidikan sebagai seorang pengajar walaupun hanya dengan meluruskan sebuah kesalahan
عَنْ أَبِي سَعِيد الْخُدْرِيِّ قَالَ : سَمِعْت رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُول " مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ ، وَذَلِكَ أَضْعَف الْإِيمَان " (مُسْلِم)
Dari Abu Sa’id Khudriyi berkata: Saya mendengar Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa yang melihat sebuah kemungkaran, maka rubahlah dengan tangan (kekuasaan)nya, jika tidak mampu, rubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu, rubahlah dengan hatinya, itulah selemah-lemahnya iman”. (H.R Muslim)
5. Masyarakat bisa berperan dalam pendidikan dengan berperan sebagai donatur
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: جاَهِدُواالمُشْرِكِيْنَ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَأَلْسِنَتِكُمْ (النسائ)
Rasulullah saw bersabda: “Berjihadlah kamu melawan kemusyrikan (termasuk kebodohan) dengan harta, jiwa, dan lidahmu”. (H.R an-Nasai)
Pendidikan adalah ujung tombak pemberdayaan sumber daya manusia. Baik tidaknya penyelenggaraan pendidikan akan berpengaruh terhadap kemajuan sebuah negara. Konsekuensi dari hal tersebut bahwa semua pihak bertanggungjawab atas pendidikan. Hadis pertama di atas tentang kewajiban menuntut ilmu bagi setiap pribadi muslim merupakan indikasi akan hal ini. Begitu sentralnya peran masyarakat dalam pendidikan sehingga Rasul memberikan opsi pilihan sejauhmana potensi kita terlibatdalam penyelenggaraan pendidikan. Nabi saw menyataan kita bisa terlibat sebagai pengajar, peserta didik, pendengar atau mungkin pencinta ilmu yang disesuaikan dengan kemampuan masing-masing.
Masyarakat bisa terlibat dalam dunia pendidikan sebagai pendidik walaupun hanya membenarkan kesalahan yang dilakukan seseorang atau kelompok, dan itupun sesuai potensi dan kemampuan kita baik dengan cara diplomasi, aksi atau bahkan dengan nurani.
Keterlibatan masyarkat sebagai peserta didik juga merupakan bagian dari dukungan terhadap dunia pendidikan. Dan peran ini yang mutlak bisa dilakukan oleh setiap muslim yang diindikasikan dengan perintah kewajiban untuk mencari ilmu bagi setiap orang.
Jika tidak bisa berperan lansung dalam proses pembelajaran, maka masyarakat bisa berperan sebagai pendudukang kegiatan pendidikan. Perannya bisa sebagai pendegar, dalam hal ini penulis istilahkan pendengar dalam hadis tesebut sebagai pengawas dalam proses pendidikan. Hal ini sesuai dengan hadis Rasul nomor dua yang menyatakan gambaran keindahan kehidupan mastarakat muslin adalah saling tolong (banu) dalam setiap kegiatan mereka, terutama dalam hal pendidikan. Atau mungkin bisa berperan sebagai donatur. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa permasalahan dana juga sangat berpengaruh dalam pendidikan.
Oleh karena itu Rasul menyatakan sumbangan dana bagi pendidikan juga bisa dinilai sebagai jihad melawan kemusyrikan, sebab kemusyrikan muncul dikarenakan kebodohan tentang ajaran islam.
Kelima hadis sejalan dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU SNP) Bab XV yang menyebutkan:
Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi perseorangan, kelompok, keluarga, oranisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan.
Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.
F. Pendidikan Agama Harus Diperhatikan
1. Pentingnya pendidikan shalat (ibadah)
عنْ ابْنِ عُمَروَابْنِ العْاَصِ قال: قال رَسولُ الله ص.م: مُرُوْا أَوْلاَدَكُمْ باِلصَّلاةِ وَهُمْ أَبْنَاء سَبْعَ سِنِيْنِ وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاء عَشْر وَفَرقوُاْ بَيْنَهُمْ فىِ المَضَاجِعِ )أبو داود(
Dari Ibnu ‘Amr bin Ash, ia berkata: Rasulullah bersabda “Perintahkanlah anak-anak kalian shalat ketika berumur 7 tahun, dan pukullah mereka ketika berumur 10 tahun. Pisahkanlah mereka dalam tempat tidurnya” (H. R Abu Daud)
2. Pentingnya pendidikan al-Qurân
عن عثمان أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: خَيْركُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآن وَعَلَّمَهُ
)الْبُخَارِيُّ وَالتِّرْمِذِيُّ وَالنَّسَائِيُّ وَابْنُ مَاجَهْ (
Dari Usman, bahwasannya Rasulullah saw bersabda: “Sebaik-baik kamu adalah orang yang belajar al- Qurân dan mengajarkannya”. (H.R Bukhari, Turmudzi, al-Nasai, dan Ibnu Majah)
3. Pentingnya pengetahuan agama islam untuk menjaga fitrah manusia
عن أبى هُرَيْرَةَ رَضِيَّ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم: كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ، أَوْ يُنَصِّرَانِهِ، أَوْ يُمَجِّسَانِهِ (الْبُخَارِيّ وَمُسْلِم)
Dari Abu Hurairah berkata: Nabi saw bersabda: “Setiap yang lahir, dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci). Maka orang tuanyalah yang menentukan apakan dia menjadi seorang Yahudi, Nasrani, atau Najusi” (H.R Bukhari dan Muslim)
4. Pentingnya pendidikan tentang etika pergaulan
عن أَنَسِ بنِ مالك قال : جَاءَ شَيْخٌ يُرِيْدُ النَِّبيَّ صلى الله عليه و سلم فَأَبْطَأَ القَوْمُ عَنْهُ أَنْ يُوَسِّعُوْا لَهُ لَيْسَ ِمنّا مَنْ لمَ ْيَرْحَمْ صَغِيْرَنا وَيُوَقِّرْ كَبِيْرَنَا (التِّرْمِذِيُّ)
Dari Anas bin Malik berkata: Seorang laki-laki tua ingin bertemu dengan Rasul, tetapi orang-orang tidak mau melapangkan jalan baginya. Maka Rasulpun bersabda: “Bukan termasuk umat kami, orang yang tidak mencintai yang lebih muda dan tidak menghormati yang lebih tua”. (H.R Turmudzi)
5. Pentingnya ilmu agama tentang keindahan dan kebersihan
عن عبد الله بن مسعود قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : إِنّ اللهَ جَمِيْلٌ يُحِبُّ الجَمَالَ
(رواه مسلم)
Dari abdullah bin mas’ud berkata: Rasulullah s.a.w. bersabda: “sesungguhnya Allah itu maha indah dan menyukai keindahan”. (H.R. muslim)
6. Ilmu agama merupakan kunci kesuksesan dunia dan akhirat
من اراد الدّنيا فعليه بالعلم و من اراد الاْخرة فعليه بالعلم ومن اراد هما فعليه بالعلم (الحديث)
“Barang siapa yang mengiginkan dunia (kebagiaan hidup di dunia), maka hendakalah ia menguasai ilmunya, dan barang siapa yang menghendaki akhirat (kebahagiaan hidup di akhirat), hendakalah ia menguasai ilmunya, dan barang siapa yang menghendaki keduanya (dunia dan akhirat), hendakalah ia menguasai ilmunya”. (hadits Nabi)
Sebenarnya tidak ada istilah ilmu agama dan ilmu umum dalam islam, sebab semua ilmu sumbernya dari Allah yang ditulis dalam al-Qurân, digambarkan di alam, dan dijelaskan oleh Sunah Nabi saw. Tetapi pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan barat membuat manusia terlena dan cenderung melupakan ilmu yang sifatnya petunjuk ibadah, baik ibadah secara vertikal maupun horizontal. Padahal tujuan penciptaan manusia adalah untuk beribadah kepada penciptanya.
Pentingnya pendidikan agama ini, terkait dengan apa yang harus diajarkan dan apa hikmahnya harus diajarkan. Terakit dengan apa yang harus diajarkan tentu tidak lepas dari sifat ibadah yang dilakukan manusia itu sendiri. Pertama, yang diajarkan tentu ilmu agama yang sifatnya ‘ubudiyah (ibadah vertikal). Hadis tentang perintah mengajarkan shalat dan belajar al- Qurân di atas merupakan bagian dari ilmu yang harus diajarkan dalam rangka mendukung tugas manusia di dunia ini. Sehingga begitu pentingya mengajarkan salat, usia 10 tahun harus diberi sanksi jikaxsi anak masih main-main dengan salatnya. Pentingnya belajar tentang al- Qurân ditandai dengan keharusan untuk mengajarkannya, bahkan orang yang mempelajari kitab suci kita ini disebut sebagai sebaik-baiknya orang muslim. Kedua, tentu terkait dengan ilmu agama masalah mu’amalah secara umum atau ibadah secara horizontal. Hal ini diisyaratkan dengan hadis nomor empat dan lima, yang terkait dengan etika pergaulan dan perlunya menjaga kebersihan dan keindahan.
Pemberian pendidikan agama sebenarnya untuk kebaikan umat muslim sendiri, karena ilmu agama dalam rangka menjaga fitrah manusia dalam seperti yang disebutkan hadis nomor tiga, dan dalam rangka mengantarkan mausia untuk mencapai cita-citanya seperti digambarkan hadis keenam di atas.
G. Ulama/ Ilmuan Berperan Penting Dalam Pendidikan
1. Ulama adalah pewaris para nabi
عن أبي الدَّرْدَاء ، قال :سَمِعْتُ رَسولَ اللهِ صلّى الله عليه وسلم يَقولُ......إنّ الْعُلَمَاءَ لَهُمْ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءَ ، إِنّ الأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوْرثُوْا دِيْنارا ولا دِرْهَما ، وَلَكِنَّهُمْ وَرثُوْا الْعِلْم. (أبو داود)
Dari Abu Darda berkata, Rasulullah saw bersabda: “........Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi, para nabi tidak mewariskan dinar ataupu dirham (harta), tetapi mereka mewariskan ilmu”. (H.R Abu Dawud)
2. Ilmu akan hilang jika ulama wafat
عن عبد الله بن عمرو ، عن النَّبيِّ - صلى الله عليه وسلم - ، قال : إنَّ الله لايقبِضُ العلمَ انتزاعاً ينتزعُه مِنْ صُدورِ الناسِ ، ولكن يقبضُه بقبض العُلماء ، فإذا لم يَبقَ عالِمٌ ، اتَّخذ الناسُ رؤساءَ جُهّالاً ، فسئِلوا ، فأفتَوا بِغيرِ عِلمٍ، فضلُّواوأضلُّوا . (متفق عليه)
dari Abdullah bin Amr, dari Nabi saw bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak akan menghilangkan ilmu dengan mengangkatnya, tetapi dengan mewafatkan para ulama sehingga tidak lagi tersisa orang yang alim. Dengan demikian orang-orang akan mengangkat para pemimpin yang dungu lalu ditanya dan mereka (pemimpin dungu) memberi fatwa tanpa ilmu pengetahuan. Mereka sesat dan menyesatkan”. (H.R Mutafa Alaih)
3. Ilmu yang dimiliki ulama adalah amanat yang harus disampaikan
عن أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَّ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: مَنْ سُئِلَ عَنْ عِلْمٍ عَلِمَهُ ثُمَّ كَتَمَهُ أُلْجِمَ بِلِجَامٍ مِنْ نَارٍ أَبُو (أبو داود)
Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa yang ditanya tentang suatu ilmu kemudian dirahasiakannya, maka dia akan sempal (mulutnya) dari api neraka”. (H.R Abu Dawud)
Pengetahuan memang berkembag pesat, apalagi jika dikaitkan dengan pengetahuan manusia tentang sains. Namun kita juga menyadari bahwa ilmu tidak akan pernah berkembang jika tidak ada pengetahuan yang datang sebelumnya.
Oleh karena itu jika menyinggung peranan ulama dalam pendidikan, terutama pendidikan islam, peranannya sangatlah besar. Ada tiga alasan yang mendasari hal ini, yaitu:
Pertama, ulama adalah pewaris para nabi. Syari’at islam (tauhid) dari Nabi saw dan nabi lainnya, tidak mungkin pernah sampai jika tidak ada ulama yang mempelajarinya kemudian menyampaikannya kepada umat (sesuai hadis pertama).
Kedua, dalam hadis selanjutnya di atas, bahwa wafatnya ulama akan mengurangi ilmu yang ada di dunia ini. Dengan wafatnya seorang ulama, artinya akan hilang satu figur yang mampu memberikan penjelasan disaat umat membutuhkannya, bahkan lebih menghawatirkan akan menimbulkan banyak bid’ah ataupun kesesatan. Namun hal ini bisa cegah, asalkan kita sebagai generasi islam memiliki keinginan yang kuat untuk belajar (terutama belajar agama).
Ketiga, Rasul mengingatkan bahwa ilmu yang ada pada ulama adalah amanat yang harus disampaikan kepada umat. sehingga dalamhadis ketiga ulama uang menyembunyikan ilmu dari yang membutuhkan konsekuensinya sangat berat.
H. Pendidik Adalah Pekerjaan Yang Istimewa
1. Pengajar dalam Islam dipandang memiliki kedudukan yang terhormat
عن أبي الدَّرْدَاء ، قال :سَمِعْتُ رَسولَ اللهِ صلّى الله عليه وسلم يَقولُ : « فَضْلُ الْعالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَة الْبَدْرِ علَى سائِرِ الْكَواكِبِ (أبو داود)
Dari Abu Darda berkata, Rasulullah saw bersabda: “keutamaan seorang yang berilmu (pengajar) atas seorang ‘abid (ahli ibadah) seperti keutamaan bulan purnama atas semua bintang”. (H.R Abu Dawud)
2. Imu yang diajarkan akan menjadi amal yang terus mengalir pahalanya
عن أبي هريرة ، أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : « إِذَا مَاتَ اِبْن آدَمَ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ صَدَقَةٌ جَارِيَةٌ أَوْ عِلْمٌ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٌ صَالِحٌ يَدْعُو لَهُ» (مُسْلِمٌ)
Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw bersabda: “Jika manusia mati, terputuslah semua amalnya kecuali tiga hal, yaitu: sadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat (diamalkan/ diajarkan), dan anak saleh yang selalu mendo’akannya”. (H.R Muslim)
3. Pendidik akan mendapatkan nilai kebaiakan (pahala) dari ilmu yang diamalkan peserta didikknya
مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنْ الْأَجْر مِثْل أُجُور مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصذَلِكَ مِنْ أُجُورهمْ شَيْئًا (مُسْلِم وَالتِّرْمِذِيّ وَابْن مَاجَهْ)
“Barang siapa yang menyeru pada kebenaran, maka dia akan mendapat pahala dari orang yang mengikuti kebenaran darinya tanpa mengurangi nilai pahala orang yang mengikutinya tersebut”. (H.R Muslim, Turmudzi, dan Ibnu Majah)
4. Semua yang dipakai (dikeluarkan) pendidik untuk memperlancar proses pendidikan akan diperhitungkan di hari kiamat seperti darahnya syuhada.
عن أبي الدرداء قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : « يُوْزَنُ يَوْمَ الْقِيامَةِ مِدَادُ الْعُلَمَاءَ وَدَم الشُّهَدَاءَ » (أبو داود)
Dari Abu Darda berkata: Rasulullah saw bersabda: “Akan ditimbang pada hari kiamat nanti, tinta ‘ulama (pendidikan) dengan darah syuhada”. (H.R Abu Dawud)
Tahun 2005, dengan disyahkannya Undang-undang nomor 14 tentang guru dan dosen, muncul harapan bahwa profesi guru akan dihargai. Namun hal ini tidak mutlak berlaku bagi semua guru. Bagaimanapun di Indonesia penghargaan terhadap guru disesuaikan dengan golongan yang dimilikinya. Hal ini juga akan berpengaruh terhadap gaji yang mereka terima, semakin tinggi golongannya, maka akan semakin tinggi upah yang diterima dan begiru sebaliknya. Di luar penghargaan dengan materi, jauh sebenarnya seorang pendidik harus bangga dengan profesinya, karena islam sangatlah menghargai profesi ini.
Dalam hadis-hadis di atas disebutkan beberapa penghargaan islam terhadap pendidik melalui hadis yang disampaikan Rasulullah saw, antara lain:
1. Derajat seorang pendidik lebih tinggi dari hamba. Rasul mentasybihkan (mengumpamakan) bahwa perbandingan kelebihan seorang ahli ilmu (pengajar) dengan ahli ibadah seperti dalam hadis petama, seperti bulan purnama atas semua bintang di langit. Bulan purnama walaupun satu tetapi begitu dinantikan karena mampu menerangi bumi, sedangkan ribuan bintang belum tentu mampu menerangi bumi seterang bulan.
2. Mengajar berarti berinfestasi untuk menabung pahala, karena hadis kedua menyebutkan ilmu yang bermanfaat (diajarkan) pahalanya tidak terputus walaupun telah meninggal.
3. Jika ilmu yang diberikan seorang pendidik mendatangkan manfaat walaupun orang lain yang mengamalkan diaakan mendapat tambahan pahala atas ilmu yang member manfaat tersebut. Bahkan setiap yang digunakannya dalam mengajar akan ditimbang dengan darah para syuhada (hadis ketiga dan keempat).
RASULULLAH SAW SEBAGAI PELOPOR PENDIDIKAN
Rasulullah saw. merupakan pelopor yang berhasil dalam pendidikan, terutama pendidikan islam. Bukti kongkrit keberhasilan beliau sebagai pelopor pendidikan adalah keberhasilannya dalam mendidik para sahabat. Pendidikan ala Rasulullah mampu menghasilkan sumber daya manusia sehandal Abu Bakar, Umar bin Khatab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib, dan dengan potensi para sahabat tersebut islam mampu meraih masa keemasan. Hadis-hadis yang telah disebutkan pada pembahasan sebelumnya juga merupakan bukti sahih keberhasilan beliau dalam dunia pendidikan. Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan Nabi saw. dalam mendidik para sahabat dan umatnya pada zaman itu. Sebagai umat muslim semestinyalah keberhasilan Rasul dalam edukasi ini menjadi inspirasi yang diterapkan saat ini.
Dari sekian faktor yang mempengaruhi keberhasilan Nabi saw. dalam bidang pendidikan, ada satu hal yang menarik yang bisa kita teladani dan terapkan dalam dunia pendidikan yang kita geluti. Hal yang dimaksud adalah terkait metode yang diterapkan Rasul dalam mendidik sahabat, yaitu metode pendidikan (pengajaran) dengan keteladanan.
Kita mungkin saja dapat menemukan suatu system pendidikan yang sempurna, menggariskan tahapan-tahapan yang serasi bagi perkembangan manusia, menata kecenderungan dan kehidupan psikis, emosional, maupun cara-cara penuangannya dalam bentuk perilaku, serta pemanfaatan potensinya sesempurna mungkin.
Akan tetapi semua ini masih memerlukan realisasi edukatif yang dilaksanakan oleh seorang pendidik. Pelaksanaanya itu memerlukan seperangkat metode dan tindakan pendidikan, dalam rangka mwujudkan asas yang melandasinya, metode yang merupakan patokannya dalam bertindak serta tujuan pendidikannya yang diharapkan dapat dicapai. Ini semua hendaknya ditata dalam suatu system pendidikan yang menyeluruh dan terbaca dalam seperangkat tindakan dan perilaku yang kongkrit.
Oleh karena itu Allah swt. mengutus Nabi Muhammad saw. agar menjadi teladan bagi seluruh manusia dalam merealisasikan system pendidikan tersebut. Dalam sebuah keterangan disebutkan:
Aisyah r.a. pernah ditanya tentang akhlak Rasulullah saw. kemudian Aisyah menjawab:
كان خلقه القرأن”Akhlaknya (Rasulullha) adalah al-Quran”
Para sahabat telah mempelajari berbagai urusan agama mereka dengan mengikuti teladan yang senagaja diberikan Rasulullah saw. umpamanya,
Beliau bersabda kepada mereka:
وَعَنْ مَالِكِ بْنِ الْحُوَيْرِثِ - رضي الله عنه - قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي. رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ
Dari Malik bin Huwairis r.a berkata: Rasululah saw bersabda: “Salatlah kalian sebagaimana kalian lihat aku salat”. (H.R Bukhari)
Juga dalam melaksanakan ibadah haji, Beliaupun menyuruh mereka mencontohnya:
عن جابر ، أن رسول الله صلى الله عليه وسلم وقال : « خذوا عني مناسككم». رَوَاهُ المسْلِم
Dari Jabir, bahwa Rasulullah saw bersabda: “Ambillah dariku cara-cara mengerjakan haji kalian.” (H.R Muslim)
Sebagai contoh bahwa teladan Rasulullah sangat diperhatikan, seorang sahabat bertanya kepada tabi’in: “Apakah aku tidak shalat seperti shalat Rasulullah saw. sebagai contoh bagi kalian?”.
Demikianlah Rasulullah saw. peletak pendidikan Islam, mengajarkan kepada kita agar pendidik mengajar para pelajarnya dengan perbuatan-perbuatannya; menarik nperhatian mereka agar mencotohnya, karena dia sendiri mencotoh Rasulullah saw. Metode dengan teladan yang sukses diterapkan Rasul tersebut, mungkin sebuah jawaban untuk menyelesaikan benang kusut permasalahn pendidikan di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Imam al-Ghazali. Ihya Ulumuddin. Bandung: cv. Bintang Pelajar.
Al-Nahlawi, Abdurrahman. 1989.
Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam. Bandung: cv. Bintang Pelajar.
Faiz Almaz, Muhammad. 1991.
1001 Hadis Terpilih. Jakarta: Gema Insani Press.
Rosyidin, Dedeng. 2007.
Makalah Tafsir Tarbawi. Jurusan Pendidikan Bahasa Arab UPI Bandung.
Thalib, Muhammad. 2001.
Praktek Rasulullah saw. Mendidik Anak. Bandung: Irsyad Baitus Salam.
Samarqandi, Abu laits. 1986.
Tanbihul Ghafilin. Surabaya: Mutiara Ilmu.
Al-Hasyimi, Abdul Mun’im. Akhlak Nabi Dalam Shahih Bukhari Muslim.
Tim Redaksi Fokusmedia. 2005.
Standar Nasional Pendidikan. Bandung: Fokusmedia.
Ali, Muhammad. 1992.
Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru.
SUBJEK DAN OBJEK PENDIDIKAN
Reviewed by As'ad Al-Tabi'in Al-Andalasi
on
January 14, 2016
Rating:
No comments:
Komentar