Air mata Hati dan Perjuangan

Aku sadar apa yang telah aku perbuat, membuatku merasa jauh dengan Tuhan. Bahkan untuk mencegahnya pun aku tak mampu. Aku tak tahu apa yang direncanakan-Nya dan tak tahu apa yang telah tertulis di Laukhilmahfud tentang garis kehidupanku. Hati nurani dan logikaku sering sekali bertengkar sehingga sering sekali membuatku harus menyendiri meratapi nasib dan meratapi ketidak beruntunganku dalam menjalani hidup. Iri saat melihat mereka yang sangat beruntung yang telah digariskan oleh Tuhan mampu menjalani hidup mereka sesuai dengan sunatullah dan syari’at yang telah diajarkan oleh Islam. Tak ada kedamaian dan kebahagiaan sedikitpun saat aku jauh dengan-Nya. Yang ada hanya penyesalan, menyalahkan keadaan, iri terhadap keberuntungan mereka atas izin Tuhan mampu me-manage kehidupan mereka pada jalan yang benar, dan tak jarang logikaku menyalahkan Tuhan dan hal itu sering bahkan berulang-ulang menjadi bahan perdebatan antara logika dan nuraniku. Kesimpulan sementara dalam otakku berkata bahwa “Aku bukan Orang yang ditakdirkan baik”.
Setiap kemauan keras hati nuraniku selalu terbantahkan oleh kebiasaan dan adat yang berlaku pada manusia sekitarku. Sehingga logikaku selalu menjadi pemenang dalam perdebatan itu.
Nurani ku sering menasehati agar aku segera bertobat dan meminta Ampunan Rabbku dan berjanji untuk tidak mengulanginya lagi. Saat itu juga logikaku berkata “Sudah terlanjur kawan..! Mungkin Allah mengampuni mu, tapi aku begitu ingat apa saja yang telah kau perbuat dan siapa saja yang telah kau dzolimi”. Tak kuhiraukan logikaku berkata apa, nuraniku terus mengajakku pada kebaikan sampai pada suatu saat aku malu menghadap Rabb ku karna perbuatan hina yang telah ku lakukan.
Nuraniku berkata, bila ku tak mampu menahan gempuran logikaku, aku harus menghindar. Saat ku hindari, logikaku berkata “sekarang kau menghindar besok kau akan bertemu lagi, kau kira yang hidup di dunia ini hanya dirimu seorang??”
Saat itu nuraniku menjerit, berteriak meronta, berontak “Aku butuh Engkau Ya Rabb…!!” “Tuntun aku, lindungi aku, jadikan aku seperti ini… seperti itu…”
Kekecewaan akan segera hadir saat lingkungan tak mendukung ku menjadi “Orang Baik” menyusul kata “Terlanjur” “Akh..mungkin dalam pewayangan aku sudah di takdirkan menjadi Kurawa”
Saran terakhir dari nuraniku adalah “Hijrah” “Hapus kontak Telpon” “Hapus Pertemanan” “Hapus Dokumentasi” “Buka Akun Hidup Baru” Terakhir “Bergaul dengan Orang Baik”
(Manusia memiliki keterbatasan Analisis)
Air mata Hati dan Perjuangan Air mata Hati dan Perjuangan Reviewed by As'ad Al-Tabi'in Al-Andalasi on February 26, 2015 Rating: 5

No comments:

Komentar