Tema pokok bahasan dalam Kitab al-Muwaththa’ lebih didominasi oleh persoalan fiqh. Bahasan fiqh dalam kitab ini hampir mencakup tiga perempat dari keseluruhan isi kitab.
Sementara seperempat lainnya digunakan untuk membahasa adab, etika dan sejenisnya.
Barangkali fakta inilah yang membuat para ulama berbeda pendapat, apakah kitab ini lebih tepat dikatakan sebagai kitab hadits ataukah kitab fiqh.
Jumlah dan Macam-macan Riwayat dalam al-Muwatta’
Kitab ini menghimpun hadits-hadits Nabi, pendapat sahabat, qaul tabi’in, ijma’ ahl al-Madinah dan pendapat ijtihad Imam Malik sendiri.
Mengenai jumlah riwayat dalam kitab ini ada perbedaan pendapat dikalangan para ulama. Namun menurut Syeikh Muhammad bin Turki dalam kitabnya Manahij al-Muhaddisin, al-Muwatta’ mengandung:
[1] hadits musnad sebanyak 500 hadits dengan kualitas shahih,
[2] hadits mursal sebanyak 222 hadits,
[3] hadits munqati’ dengan jumlah yang sangat sedikit,
[4] hadits balagat (hadits yang isnad awalnya dibuang dan didahului dengan kata-kata balagani), jumlahnya sebanyak 61 hadits,
[5] hadits mubham (hadits yang tidak jelasnya siapa naratornta. Imam Malik hanya menyebutnya dengan, misalnya, haddasani siqah” atau haddasani rajulun”.
[6] hadits Mauquf sebanyak 613, dimana sebagiannya berstatus marfu’ bil al-hukm,
[7] Pendapat para Tabi’in, yaitu hadits maqtu’ sekitar 235 hadits, dan [8] pendapat Imam Malik sendiri.
Otoritas Hadits Mursal dalam Pandangan Imam Malik
Ada perbedaan di kalangan para ulama mengenai otoritas hadits mursal dalam pandangan Imam Malik. Namun berdasarkan pendapat yang paling rajih, beliau mengakui otoritas hadits mursal. Alasannya, karena dalam kitabnya beliau banyak menjadikan hadits mursal sebagai hujjah dalam banyak masalah hukum fiqh. Laporan yang sama juga disampaikan oleh murid-murid beliau. Hanya saja hadits mursal tersebut harus berasal dari perawi yang dapat dipercaya (tsiqah)
Syarat kehujjahan hadits mursal dalam pandangan Imam Malik, kemudian diberikan notasi tambahan oleh Mahmud Shalih Jabir dan Hatim Daud. Menurut keduanya, hadits mursal dalam Kitab al-Muwattha’ tidak terlepas dari empat kasus berikut ini, yaitu:
Pertama, hadits tersebut dimursalkan oleh imam Malik dan dimasuk dalam redaksi hadits balagahat dan maqthu’. Dalam kasus ini semua hadits tersebut shahih karena beliau dikenal sebagai ulama yang tidak menerima hadits kecuali dari narator yang tsiqah
Kedua, Imam Malik menerima hadits dari tabi’in senior, misalnya Sa’id bin Musayyab, kemudian dimursalkan. Semua bentuk mursal dalam kasus seperti ini kualitas haditsnnya shahih, karena semua perawi tabi’in senior menerima haditsnya dari para sahabat. Dan tentunya mereka semuanya adalah para narator yang tsiqah
Ketiga, Imam Malik meriwayatkan hadits dari tabi’in yunior tetapi dikenal tsiqah, misalnya Zaid bin Aslam, kemudian dimursalkan. Dalam kasus ini, haditsnya juga dianggap hujjah oleh imam Malik.
E-Book Kitab Al-Muwatha' Imam Malik
Reviewed by As'ad Al-Tabi'in Al-Andalasi
on
March 28, 2018
Rating:
No comments:
Komentar