Dalam sejarah perkembangan Hadits,
mulai pengumpulan hadits pada masa Nabi Muhammad hingga pembukuannya
mengalami banyak kendala, diantaranya banyaknya hadits palsu yang
diedarkan dengan alasan kepentingan baik pribadi maupun
politik/kelompok. Sehingga filterasi perlu dilakukan oleh para Ulama'
Hadits yang dapat dipertanggungjawabkan ke dhabitannya dan keadilannya.
Dalam sejarah perkembangan Hadits juga terdapat beberapa kelompok yang
menolak Hadits dengan Alasan mereka masing-masing.
Oleh beberapa komunitas dalam peradaban, terutama umat Islam, Hadits adalah segala perkataan Nabi, segala perbuatan beliau, segala taqrir (pengakuan) beliau dan segala keadaan beliau. Sebagai sebuah teks, Hadits merupakan penuntun umat Islam. Segala perkataan Nabi, segala perbuatan beliau, pengakuan dan segala keadaan beliau dicatatkan di dalamnya. Walaupun begitu, disamping berbahasa arab tidak dipungkiri kualitas Hadits ada tiga, yakni Hadits shahih, Hadits Hasan, dan Hadits Dha’if. Sehingga kita tidak bisa sembarangan dalam mengeluarkan Hadits, untuk itu bagi orang awam untuk memahaminya perlu memperhatikan terlebih dahulu apa Hadits tersebut Hadits Shahih atau malah Hadits Dha’if.
Oleh beberapa komunitas dalam peradaban, terutama umat Islam, Hadits adalah segala perkataan Nabi, segala perbuatan beliau, segala taqrir (pengakuan) beliau dan segala keadaan beliau. Sebagai sebuah teks, Hadits merupakan penuntun umat Islam. Segala perkataan Nabi, segala perbuatan beliau, pengakuan dan segala keadaan beliau dicatatkan di dalamnya. Walaupun begitu, disamping berbahasa arab tidak dipungkiri kualitas Hadits ada tiga, yakni Hadits shahih, Hadits Hasan, dan Hadits Dha’if. Sehingga kita tidak bisa sembarangan dalam mengeluarkan Hadits, untuk itu bagi orang awam untuk memahaminya perlu memperhatikan terlebih dahulu apa Hadits tersebut Hadits Shahih atau malah Hadits Dha’if.
Dalam makalah ini kami akan memaparkan beberapa
hal yang erat kaitannya untuk memahami Inkar Al-Sunnah. Yaitu kami
akan memaparkan mengenai inkar Al-Sunnah,
sejarahnya, argumen, dan bantahan ulama.
Dalam hal ini, penulis Merumuskan rumusan masalah sebagai berikut:
- Apakah yang dimaksud dengan Inkar Al-Sunnah?
- Bagaimana Sejarah perkembangan Inkar Al-Sunnah ?
- Bagaimana argumen dan bantahan para ulama tentang Inkar Al-Sunnah?
Inkar sunnah terdiri dari dua kata yaitu Inkar
dan Sunnah. Inkar, menurut bahasa, artinya “menolak atau mengingkari”, berasal
darikata kerja, ankara-yunkiru. Sedangkan Sunnah, menurut bahasa mempunyai
beberapa arti diantaranya adalah, “jalan yang dijalani, terpuji atau tidak,”
suatu tradisi yang sudah dibiasakan dinamai sunnah, meskipun tidak baik. Secara
definitif Ingkar al-Sunnah dapat ddiartikan sebagai suatu nama atau aliran atau
suatu paham keagamaan dalam masyarakat Islam yang menolak atau mengingkari
Sunnah untuk dijadikan sebagai sumber san dasar syari’at Islam.
Secara
bahasa pengertian hadits dan sunnah sendiri terjadi perbedaan dikalangan para
uama, ada yang menyamakan keduanya dan ada yang membedakan. Pengertian keduanya
akan disamakan seperti pendapat para muhaditsin, yaitu suatu perkataan,
perbuatan, takrir dan sifat Rauslullah saw. Sementara Nurcholis Majid
berpendapat bahwa yang terjadi dalam sejarah Islam hanyalah pengingkaran
terhadap hadits Nabi saw, bukan pengingkaran terhadap sunnahnya. Norcholis
Majid membedakan pengertian hadits dengan Sunnah. Sunnah menurut beliau adalah
pemahaman terhadap pesan atau wahyu Allah dan teladan yang diberikan Rasulullah
dalam pelaksanaannya yang membentuk tradisi atau sunnah. Sedangkan hadits
merupakan peraturan tentang apa yang disabdakan Nabi saw. atau yang dilakukan
dalam praktek atau tindakan orang lain yang di diamkan beliau (yang diartikan
sebagai pembenaran).
Kata “Ingkar
Sunnah” dimaksudkan untuk menunjukkan gerakan atau paham yang timbul dalam
masyarakat Islam yang menolak hadits atau sunnah sebagai sumber kedua hukum
Islam.
Menurut Imam Syafi’I, Sunnah Nabi saw ada tiga
macam:
- Sunnah Rasul yang menjelaskan seperti apa yang din ask-an oleh Alqur’an.
- Sunnah Rasul yang menjelaskan makna yang dikehendaki oleh Alqur’an. Mengenai kategori kedua ini tidak ada perbedaan pendapat dikalangan ulama.
- Sunnah Rasul yang berdiri sendiri yang tidak ada kaitannya dengan Alqur’an
1. Sejarah Inkar Al-Sunnah
1) Ingkar Sunnah
Pada Masa Periode Klasik
Pertanda
munculnya “Ingkar Sunnah” sudah ada sejak masa sahabat, ketika Imran bin
Hushain (w. 52 H) sedang mengajarkan hadits, seseorang menyela untuk tidak
perlu mengajarkannya, tetapi cukup dengan mengerjakan al-Qur’an saja.
Menanggapi pernyataan tersebut Imran menjelaskan bahwa “kita tidak bisa
membicarakan ibadah (shalat dan zakat misalnya) dengan segala syarat-syaratnya
kecuali dengan petunjuk Rasulullah saw. Mendengar penjelasan tersebut, orang
itu menyadari kekeliruannya dan berterima kasih kepada Imran.
Sikap penampikan atau pengingkaran terhadap
sunnah Rasul saw yang dilengkapi dengan argumen pengukuhan baru muncul pada
penghujung abad ke-2 Hijriyah pada awal masa Abbasiyah.
Di Indonesia, pada dasawarsa tujuh puluhan
muncul isu adanya sekelompok muslim yang berpandangan tidak percaya terhadap
Sunnah Nabi Muhammad SAW. Dan tidak menggunakannya sebagai sumber atau dasar
agama Islam. Pada akhir tujuh puluhan, kelompok tersebut tampil secara
terang-terangan menyebarkan pahamnya dengan nama, misalnya, Jama’ah al-Islamiah
al-Huda, dan Jama’ah al-Qur’an dan Ingkar Sunnah, sama-sama hanya menggunakan
al-Qur’an sebagai petunjuk dalam melaksanakan agama Islam, baik dalam masalah
akidah maupun hal-hal lainnya. Mereka menolak dan mengingkari sunnah sebagai landasan
agama.
Imam Syafi’i membagi mereka kedalam tiga
kelompok, yaitu :
- Golongan yang menolak seluruh sunnah Nabi SAW
- Golongan yang menolak sunnah, kecuali bila sunnah memiliki kesamaan dengan petunjuk Alquran
- Mereka yang menolak sunnah yang bersetatus Ahad dan hanya menerima sunnah yang bersetatus Mutawatir
Dilihat dari penolakan
tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kelompok pertama dan kedua pada
hakekatnya memiliki kesamaan pandangan bahwa mereka tidak menjadikan Sunnah
sebagai hujjah. Para ahli hadits menyebut kelompok ini sebagai
kelompok Inkar Sunnah.
Argumen kelompok yang menolak Sunnah secara
totalitas. Banyak alasan
yang dikemukakan oleh kelompok ini untuk mendukung pendiriannya, baik dengan
mengutip ayat-ayat al-Qur’an ataupun alasan-alasan yang berdasarkan rasio.
Diantara ayat-ayat al-Qur’an yang digunakan mereka sebagai alasan menolak
sunnah secara total adalah surat an-Nahl ayat 89 :
ﻮﻨﺰﻠﻨﺎ ﻋﻠﻳﻚ
ﺍﻠﮑﺘﺎﺏ ﺘﺑﻴﺎﻨﺎ ﻠﮑﻞ ﺸﺊ
“Dan kami turunkan kepadamu al-Kitab
(al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu….”
Kemudian surat al-An’am ayat 38 yang berbunyi:
...ﻤﺎﻓﺮﻄﻨﺎ ﻔﻰ ﺍﻠﺘﺎﺐ ﻤﻦ
ﺷﺊ...
“…Tidaklah kami alpakan
sesuatu pun dalam al-Kitab…Menurut mereka kepada ayat tersebut menunjukkan
bahwa al-Qur’an telah mencakup segala sesuatu yang berkenaan dengan ketentuan
agama, tanpa perlu penjelasan dari al-Sunnah. Bagi mereka perintah shalat lima waktu telah
tertera dalam al-Qur’an, misalnya surat al-Baqarah ayat 238, surat Hud ayat
114, al-Isyra’ ayat 78 dan lain-lain.
Adapun alasan lain adalah bahwa al-Qur’an
diturunkan dengan berbahasa Arab yang baik dan tentunya al-Qur’an tersebut akan
dapat dipahami dengan baik pula.
Argumen kelompok yang menolak hadits Ahad dan hanya menerima hadits Mutawatir.
Untuk menguatkan pendapatnya, mereka menggunakan beberapa ayat al-Qur’an sebagai dallil yaitu, surat Yunus ayat 36:
Argumen kelompok yang menolak hadits Ahad dan hanya menerima hadits Mutawatir.
Untuk menguatkan pendapatnya, mereka menggunakan beberapa ayat al-Qur’an sebagai dallil yaitu, surat Yunus ayat 36:
ﻮﺍﻦ ﺍﻠﻈﻦ ﻻﻴﻐﻨﻰ
ﻤﻦ ﺍﻠﺤﻖ ﺸﻴﺌﺎ
“…Sesungguhnya persangkaan itu tidak berfaedah
sedikitpun terhadap kebenaran”.
Berdasarkan ayat di atas, mereka berpendapat
bahwa hadits Ahad tidak dapat dijadikan hujjah atau pegangan dalam urusan
agama. Menurut kelompok ini, urusan agama harus didasarkan pada dalil yang
qath’I yang diyakini dan disepakati bersama kebenarannya. Oleh karena itu hanya
al-Qur’an dan hadits mutawatir saja yang dapat dijadikan sebagi hujjah atau
sumber ajaran Islam.
2)
Ingkar Sunnah
pada Periode Modern (salah)
Pemikiran mengenai
penolakan sunnah muncul kembali pada abad ke epat belas Hijriyah setelah pada
abad ke tiga pemikiran seperti itu lenyap ditelan zaman. Mereka muncul dengan
bentuk dan penampilan yang jauh berbeda dari inkar sunnah priode klasik, yang
mana kemunculan mereka lebih terpengaruh pada pemikiran kolonialisme yang ingin
menghancurkan dunia Islam. Inkar al-sunnah masa ini muncul dalam bentuk
golongan yang terorganisi yang mempunyai pemimpin atau tokoh-tokoh dalam ajaran
mereka, yang mana tokoh-tokoh mereka menyebut dirinya sebagai Mujtahid atau
pembaharu. Bahkan saat mereka mengetahui bahwa ajaran mereka salah mereka tidak
lantas sadar seperti inkar al-sunnah periode klasik, tetapi terus
mempertahankan dan menyebarkan walaupun pemerintah setempat telah mengeluarkan
larangan resmi atas ajaran mereka.
Menurut Mustafa Zami dalam
buku yang ditulis Agus Solahudin menuturkan bahwa Inkar As-Sunnah modern lahir
di Kairo, Mesir pada masa Syeikh Muhammad Abduh (1266-1323H). Dengan kata lain
Dialah yang pertama kali melontarkan gagasan Inkar As-Sunnah pada masa modern.
Salah satu yang menarik dari Syeikh Muhammad Abduh bahwa ia mengingkari
eksistensi hadits ahad sebagai dalil ketauhidan. Namun masih menjadi perdebatan
para ulama tentang apakah orang yang mengingkari hadits ahad sebagai dalil
tauhid dapat dikatakan sebagai pengingkar sunnah (inkar as-sunnah) atau bukan.
Majalah Almanar nomor 7
dan 12 tahun IX memuat tulisan Thaufiq Shidqi yang berjudul “Islam adalah
Al-Qur’an itu sendiri”, ia menjelaskan bahwa Al-Qur’an tidak membutuhkan sunnah. Begitulah golongan
Inkar As-Sunnah terus menyebar ke berbagai belahan dunia dimana Islam
berkembang sebagai wujud adanya kekuatan internal yang hendak melemahkan
panji-panji kebesaran Islam, tak luputnya tanah air tercinta ini.
Argumen Inkar Al-Sunnah
Memang cukup banyak argumen yang telah dikemukakan oleh mereka yang
berpaham inkar as-sunnah, baik oleh mereka yang hidup pada zaman al-Syafi’i
maupun yang hidup pada zaman sesudahnya. Dari berbagai argumen yang banyak
jumlahnya itu, ada yang berupa argumen-argumen naqli (ayat Al-Qur’an dan Hadits)
dan ada yang berupa argumen-argumen non-naqli. Dalam uraian ini, pengelompokan
kepada dua macam argumen tersebut digunakan.
1.
Argumen- argumen Naqli
Yang dimaksud dengan argumen-argumen naqli tidak hanya berupa ayat-ayat
Al-Qur’an saja, tetapi juga berupa sunnah atau Hadits Nabi. Memang agak ironis
juga bahwa mereka yang berpaham inkar as-sunnah ternyata telah mengajukan
sunnah sebagai argumen membela paham mereka.
2.
Argumen-argumen Non-Naqli
Yang dimaksud dengan argumen-argumen non-naqli adalah argumen-argumen yang
tidak berupa ayat Al-Qur’an dan atau Hadits-Hadits. Walaupun sebagian dari
argumen-argumen itu ada yang menyinggung sisi tertentu dari ayat Al-Qur’an
ataupun Hadits Nabi, namun karena yang dibahasnya bukanlah ayat ataupun matan Haditsnya
secara khusus, maka argumen-argumen tersebut dimasukkan dalam argumen-argumen
non-naqli juga.
Ternyata argumen yang dijadikan sebagai dasar
pijakan bagi para pengingkar sunnah memiliki banyak kelemahan, misalnya :
1) Pada umumnya pemahaman ayat tersebut
diselewengkan maksudnya sesuai dengan kepentingan mereka. Surat an-Nahl ayat 89
yang merupakan salah satu landasan bagi kelompok ingkar sunnah untuk maenolak
sunnah secara keseluruhan. Menurut al-Syafi’I ayat tersebut menjelaskan adanya
kewajiban tertentu yang sifatnya global, seperti dalam kewajiban shalat, dalam
hal ini fungsi hadits adalah menerangkan secara tehnis tata cara
pelaksanaannya. Dengan demikian surat an-Nahl sama sekali tidak menolak hadits sebagai
salah satu sumber ajaran. Bahkan ayat tersebut menekankan pentingnya hadits.
2) Surat Yunus ayat 36 yang dijadikan sebagai
dalil mereka menolak hadits ahad sebagai hujjan dan menjelaskan bahwa yang
dimaksud dengan istilah zhanni adalah tentang keyakinan yang menyekutukan
Tuhan. Keyakinan itu berdasarkan khayalan belaka dan tidak dapat dibuktikan
kebenarannya secara ilmiah. Keyakinan yang dinyatakan sebagai zhanni pada ayat
tersebut sama sekali tidak ada hubungannya dan tidak da kesamaannya dengan
tingkat kebenaran hasil penelitian kualitas hadits. Keshahihan hadits ahad
bukan didasarkan pada khayalan melainkan didasarkan pada metodologi yang dapat
dipertanggung jawabkan.
Bantahan Ulama Inkar Al-Sunnah
Alasan pengingkar As-Sunnah mendapat bantahan karena
meskipun kebenaran Al-Qur’an sudah diyakini sebagai kalamullah, namun masih ada
ayat Al-Qur’an yang membutuhkan penjelasan karena belum pastinya hukum yang
terkandung. Untuk membantah argumen dari kelompok Inkar As-Sunnah maka Abu Al
Husain mengatakan, “Dalam menerima Hadits-Hadits
ahad, sebenarnya kita memakai dalil-dalil pasti yang mengharukan untuk menerima
Hadits-Hadits itu”, jadi sebenarnya kita tidak memakai shann (dugaan kuat).
Dalam ayat Al-Qur’an surah An-Nahl (16): ayat 44. Dari
ayat tersebut jelas bahwa Allah membebankan kepada Nabinya untuk menerangkan
isi dari Al-Qur’an. Maka suatu kekeliruan besar bagi golongan Inkar As-Sunnah
saat mereka menolak penjelasan Nabi (sunnah Nabi). Mereka juga keliru dalam
melakukan penafsiran atas ayat 38 Surat Al-An’am, sebab Allah menyuruh kita
untuk menggunakan apa-apa yang dijelaskan Nabi SAW.
Inkar As-Sunnah di
Indonesia
Tokoh-tokoh “ Ingkar Sunnah “ yang tercatat di
Indonesia antara lain adalah Lukman Sa’ad (Dirut PT. Galia Indonesia) Dadang
Setio Groho (karyawan Inilever), Safran Batu Bara (guru SMP Yayasan Wakaf
Muslim Tanah Tinggi) dan Dalimi Lubis (karyawan kantor Departemen Agama Padang
Panjang).
Sebagaimana kelompok ingkar sunnah klasik yang
menggunakan argumen baik dalil naqli maupun aqli untuk menguatkan pendapat
mereka, begitu juga kelompok ingkar sunnah Indonesia. Diantara ayat-ayat yang
dijadikan sebagai rujukan adalah surat an-Nisa’ ayat 87 :
ﻮَﻤﻦﺍﺼﺪﻖﻤﻦﺍﷲﺤﺪﻴﺜﺎ
Menurut mereka arti ayat
tersebut adalah “Siapakah yang benar haditsnya dari pada Allah”.
Kemudian surat al-Jatsiayh
ayat 6:
ﻓﺒﺄﻱ ﺤﺪﻴﺚ ﺒﻌﺪ
ﺍﷲ ﻮﺍﻴﺎﺗﻪ ﻴﺆﻤﻨﻮﻦ
Menurut mereka arti ayat tersebut adalah “Maka
kepada hadits yang manakah selain firman Allah dan ayat-ayatnya mereka mau
percaya”.
Selain kedua ayat diatas,
mereka juga beralasan bahwa yang disampaikan Rasul kepada umat manusia hanyalah
al-Qur’an dan jika Rasul berani membuat hadits selain dari ayat-ayat al-Qur’an
akan dicabut oleh Allah urat lehernya sampai putus dan ditarik jamulnya, jamul
pendusta dan yang durhaka. Bagi mereka Nabi Muhammad tidak berhak untuk
menerangkan ayat-ayat al-Qur’an, Nabi Hanya bertugas menyampaikan.
Kesimpulan
Inkar sunnah terdiri dari dua kata yaitu Inkar
dan Sunnah. Inkar, menurut bahasa, artinya “menolak atau mengingkari”, berasal
dari kata kerja, ankara-yunkiru. Sedangkan Sunnah, menurut bahasa mempunyai
beberapa arti diantaranya adalah, “jalan yang dijalani, terpuji atau tidak,”
suatu tradisi yang sudah dibiasakan dinamai sunnah, meskipun tidak baik.
Secara definitif
Ingkar al-Sunnah dapat ddiartikan sebagai suatu nama atau aliran atau suatu
paham keagamaan dalam masyarakat Islam yang menolak atau mengingkari Sunnah
untuk dijadikan sebagai sumber san dasar syari’at Islam. Kata “Inkar Sunnah”
dimaksudkan untuk menunjukkan gerakan atau paham yang timbul dalam masyarakat
Islam yang menolak hadits atau sunnah sebagai sumber kedua hukum Islam.
Daftar Pustaka
Djamaluddin, Amin, Bahaya Ingkar Sunnah,
Jakarta: Ma’had ad-Dirasati al-Islamiyah, 1986.
Ismail, Syuhudi, “Kaidah Kesahian Hadits”, Bulan Bintang, Bandung, 1995.
Ismail, Syuhudi, “Kaidah Kesahian Hadits”, Bulan Bintang, Bandung, 1995.
Ismail, Syuhudi, Pengantar Ilmu Hadits, Bandung: Angkasa, 1991.
Ismail, Syuhudi, Hadits Nabi Menurut Pembela, Pengingkar dan pemalsunya, Jakarta: Gema Insani Press.
Siba’I, Mustafa, Sunnah dan Peranannya dalam Penetapan Hukum Islam, diterjemahkan oleh Nurcholis Majid, Jakarta: Pustaka Pirdaus, 1993.
Sulaiman, Noor, Antologi Ilmu Hadits, Cet. I, Pnerbit. Gaung Persada Press, Jakarta, 2008.
Suyitno, Studi Ilmu-Ilmu Hadits, Cet. I, IAIN Raden Fatah Press, Palembang, 2006.
Ismail, Syuhudi, Hadits Nabi Menurut Pembela, Pengingkar dan pemalsunya, Jakarta: Gema Insani Press.
Siba’I, Mustafa, Sunnah dan Peranannya dalam Penetapan Hukum Islam, diterjemahkan oleh Nurcholis Majid, Jakarta: Pustaka Pirdaus, 1993.
Sulaiman, Noor, Antologi Ilmu Hadits, Cet. I, Pnerbit. Gaung Persada Press, Jakarta, 2008.
Suyitno, Studi Ilmu-Ilmu Hadits, Cet. I, IAIN Raden Fatah Press, Palembang, 2006.
Solahuddin, Agus, Suryadi, “Ulumul Hadi”, Pustaka Setia, Bandung, 2009.
Drs. M. Syuhudi Ismail,
Pengantar Ilmu HaditsAngkasa Bandung, Bandung, 1987.
Rasyid, Daud, “Sunnah di
bawah ancaman: dari Snouck Hugronje Hingga Harun Nasution “. Syamil, Bandung,
2006.
Departemen Agama Republik
Indonesia, Al-Qur’an dan terjemahannya. Mahkota Surabaya. 1998.
Ingkar Sunnah, Sejarah dan pendapat para Ulama'
Reviewed by As'ad
on
March 02, 2017
Rating:
Sunnah ahad bukan sunnah hari minggu
ReplyDelete