A. LATAR BELAKANG
MASALAH
Penelitian
pada hakekatnya adalah suatu kegiatan ilmiah untuk memperoleh pengetahuan yang
benar tentang suatu masalah. Pengetahuan yang diperoleh dari penelitian terdiri
dari fakta, konsep, generalisasi dan teori yang memungkinkan manusia dapat
memahami fenomena dan memecahkan masalah yang dihadapinya. Masalah penelitian
dapat timbul karena adanya kesulitan yang mengganggu kehidupan manusia atau
semata-mata karena dorongan ingin tahu sebagai sifat naluri manusia.
Baik
untuk masalah penelitian yang timbul karena adanya kesulitan yang dihadapi
manusia maupun karena ingin tahu, diperlukan jawaban yang dapat diandalkan
berdasarkan pengetahuan yang benar. Kebenaran yang dipegang teguh dalam
penelitian adalah kebenaran ilmiah, yaitu kebenaran yang bersifat relatif atau
nisbi, bukan kebenaran yang sempurna dan bersifat mutlak. Penelitian berusaha
memperoleh pengetahuan yang memiliki kebenaran ilmiah yang lebih sempurna dari
pengetahuan sebelumnya, yang kesalahannya lebih kecil daripada pengetahuan yang
telah terkumpul sebelumnya.
Kegiatan
ilmiah untuk memperoleh pengetahuan yang benar sebagai penyempurnaan
pengetahuan sebelumnya telah dilaksanakan oleh para peneliti dan ilmuwan dalam
ilmunya masing-masing. Secara akumulatif, pengetahuan yang berupa fakta-fakta,
konsep-konsep, generalisasi-generalisasi, dan teori-teori yang telah dihasilkan
dari berbagai penelitian itu merupakan sumbangan penting bagi perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam berbagai bidang.
Di
samping itu, Tanzeh mengemukakan, “hasil penelitian juga memungkinkan menjadi
metode yang lebih baik dalam memecahkan, menjawab dan menyelesaikan
masalah-masalah praktis yang dihadapi manusia dalam hidupnya.”
Secara
garis besar dibedakan dua macam penelitian yaitu, penelitian kualitatif dan
penelitian kuantitatif. Keduanya memiliki asumsi, karakteristik dan prosedur
penelitian yang berbeda. Pembahasan yang akan dikaji di dalam makalah ini
adalah penelitian kualitatif grounded theory.
Penelitian
Grounded Theory adalah metode penelitian kualitatif yang menggunakan sejumlah
prosedur sistematis yang diarahkan untuk mengembangkan teori berorientasi
tindakan, interaksi, atau proses dengan berlandaskan data yang diperoleh dari
lapangan. Grounded Theory atau teori dasar merupakan salah satu model
pendekatan yang sedang berkembang sangat pesat beberapa tahun terakhir ini,
baik dari sisi kuantitas maupun bidang studi
yang menggunakannya, dari yang semula di bidang sosiologi saja sekarang
sudah berkembang ke bidang-bidang lain, seperti pendidikan, ekonomi,
antropologi, psikologi, bahasa, komunikasi, politik, sejarah, agama dan
sebagainya.
Penelitian
jenis ini (grounded) dikembangkan pada tahun 1967 oleh Barney G. Glaser dan
Anselm L. Strauss dengan diterbitkannya buku berjudul The Discovery of Grounded
Theory. Tetapi di Indonesia mulai dikenal sekitar tahun 1970. Kehadirannya
menghebohkan para ahli penelitian kualitatif
sebelumnya yang selalu berangkat dari teori untuk menghasilkan teori
baru. Teori dipakai sebagai alat untuk memahami gejala atau fenomena hingga
data yang diperoleh. Asumsinya, tanpa teori sebagai sebuah perspektif, peneliti
tidak akan mampu memahami gejala untuk memperoleh makna (meaning), sehingga
bisa jadi gejala yang penting pun untuk
menjawab masalah penelitian terlewatkan
begitu saja karena peneliti
memiliki kelemahan atau kekurangan wawasan mengenai tema yang diteliti,
baik secara teoretik atau yang disebut
sebagai perspektif teoretik maupun wawasan empirik yang diperoleh dari pelacakan
studi atau penelitian sebelumnya.
Di
dalam makalah ini penulis akan membahas konsep-konsep pokok tentang Penelitian
Grounded Theory, yang diawali dengan mengemukakan pengertian, ciri-ciri
penelitian grounded theory, prinsip-prinsip grounded teori, metode pengumpulan
data pada grounded theory, kelebihan dan kelemahan penelitian grounded theory,
proses analisis data dalam grounded theory dan diakhiri dengan kesimpulan yang
didasarkan pada pemaparan-pemaparan sebelumnya.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pengertian penelitian Grounded Theory ?2. Bagaimana ciri-ciri penelitian Grounded Theory?
3. Apa saja prinsip-prinsip Grounded Theory?
4. Bagaimana metode pengumpulan data pada Grounded Theory?
5. Bagaimana proses analisis data dalam Grounded Theory?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Ingin mengetahui pengertian penelitian grounded theory.
2. Ingin mengetahui ciri-ciri penelitian grounded theory.
3. Ingin mengetahui prinsip-prinsip grounded theory.
4. Ingin mengetahui metode pengumpulan data pada grounded theory.
5. Ingin mengetahui kelebihan dan kekurangan penelitian grounded theory.
1. PENGERTIAN PENELITIAN GROUNDED THEORY
Istilah Grounded Theory pertama kali
diperkenalkan oleh Glaser & Strauss pada tahun 1967. Glaser adalah seorang
sosiolog sekaligus dosen di Colombia University dan University of California
School of Nursing. Sedangkan Strauss juga seorang sosiolog yang bekerja sebagai
Direktur Social Science Research, Institute for Psychiatric and Psychosomatic
Research and Training.
Glaser & Straus dalam bukunya The
Discovery of Grounded Theory Strategies for Qualitative Research menyatakan “We
believe that the discovery of theory from data-which we call grounded theory-is
a major task confronting sociology today, for, as we shall try to show, such
theory fits empirical situations, and is understanable to sociologistsand
layman alike.
Inti dari pernyataan tersebut kurang
lebih adalah: “Kami meyakini bahwa penemuan teori dari data yang kami sebut
grounded theory adalah tugas utama yang dihadapi ilmu sosiologi saat ini, untuk
itu kami berusaha menunjukkan teori tersebut sesuai dengan situasi empiris dan
dapat dimengerti oleh para sosiolog dan orang awam sekalipun. Ini merupakan
pertama kali istilah grounded theory (GT) diperkenalkan.
Dalam karya monumental mereka tersebut,
glaser dan strauss berupaya mengenalkan suatu corak penelitian untuk menemukan
teori berdasarkan data. Menemukan teori berdasarkan data tersebut merupakan barang
baru yang berlawanan dengan pendekatan klasik (clasical approach) yang telah
berlangsung sedemikian mapan di dunia ilmu pengetahuan.
Pada pendekatan klasik, suatu
penelitian menggunakan logika deduktiko-hipotetiko-vertifikatif. Dalam
penerapan logika tersebut, penelitian dirancang untuk memverifikasi benar
salahnya hipotesis yang diderivasi dari suatu teori. Penelitian berpola
demikian lazim disebut dengan istilah penelitian verifikatif atau studi
verifikatif.
Sebagai sebuah pendekatan riset,
grounded theory memiliki posisi yang sama dengan beberapa orientasi lain,
seperti studi kasus. Grounded Theory adalah sebuah pendekatan yang refleksif
dan terbuka, di mana pengumpulan data, pengembangan data, pengembangan konsep
teoritis, dan ulasan literatur berlangsung dalam proses siklus
(berkelanjutan).[1]
Pendekatan grounded theory bergerak
dari level empirikal menuju ke level konseptual-teoritikal atau penelitian
untuk menemukan teori berdasarkan data. Pada pendekatan ini, dari datalah suatu
konsep dibangun. Dari datalah suatu hipotesis dibangun, dan dari datalah suatu
teori dibangun.
Menurut
Glaser dan Strauss, Grounded Theory adalah teori umum dari metode ilmiah yang
berurusan dengan generalisasi, elaborasi, dan validasi dari teori ilmu sosial.
Menurut mereka penelitian Grounded Theory perlu menemukan aturan yang dapat
diterima untuk membentuk ilmu pengetahuan (konsistensi, kemampuan reproduksi,
kemampuan generalisasi dan lain-lain), walaupun pemikiran metodologis ini tidak
untuk dipahami dalam suatu pengertian positivisme.
Grounded Theory ini merupakan reaksi
yang tajam dan sekaligus memberi jalan keluar dari “stagnasi teori” dalam
ilmu-ilmu sosial, dengan menitik beratkan sosiologi.[2]
Ungkapan grounded theory merujuk pada
teori yang dibangun secara induktif dari satu kumpulan data. Bila dilakukan
dengan baik, maka teori yang dihasilkan akan sangat sesuai dengan kumpulan data
tadi.[3]
Grounded theory berguna dalam
situasi-situasi ketika sedikit sekali yang diketahui tentang topik atau
fenomena tertentu, atau ketika diperlukan pendekatan baru untuk latar-latar
yang sudah dikenal. Pada umumnya, tujuan grounded theory adalah membangun teori
baru, walaupun sering juga digunakan untuk memperluas atau memodifikasi teori
yang ada. Sebagai contoh, peneliti bisa mengembangkan grounded theory peneliti
sendiri, atau grounded peneliti lain dengan meninjau kembali data yang sama
dengan pertanyaan dan interprestasi yang berbeda.[4]
Tujuan umum dari penelitian grounded theory
adalah: (1) Secara induktif memperoleh dari data, (2) yang diperlukan
pengembangan teoritis, dan (3) yang diputuskan secara memadai untuk domainnya
dengan memperhatikan sejumlah kriteria evaluatif. Walaupun penelitiangrounded
theory dikembangkan dan digunakan dalam bidang ilmu pengetahuan sosial,
penelitian grouded theory dapat secara sukses diterapkan dalam berbagai
disiplin ilmu. Ini termasuk ilmu pendidikan, studi kesehatan, ilmu politik dan
psikologi. Glaser dan Strauss tidak memandang prosedur grounded theory sebagai
disiplin khusus, dan mereka mendorong para peneliti untuk menggunakan prosedur
ini untuk tujuan disiplin ilmu mereka.
Grounded research melepaskan teori dan
peneliti langsung terjun ke lapangan untuk mengumpulkan data. Dengan kata
lain, peneliti model grounded bergerak dari data menuju konsep. Data yang telah diperoleh dianalisis
menjadi fakta, dan dari fakta diinterpretasi menjadi konsep. Jadi prosesnya
adalah data menjadi fakta, dan fakta menjadi konsep. Bagi peneliti grounded, dan semua peneliti kualitatif pada umumnya,
data selalu dianggap benar, walau bukan
yang sebenarnya, dan karena itu untuk mengetahui atau menjadikan data menjadi data yang sebenarnya
ada proses keabsahan data yang disebut
triangulasi data. Karena itu, triangulasi wajib dilakukan untuk
memperoleh data yang kredibel. Kredibilitas data sangat menentukan kualitas
hasil penelitian.
Karena tidak berangkat dari teori,
sering disebut peneliti grounded ke lapangan dengan “kepala kosong”. Sayang,
dalam kenyataannya istilah “kepala kosong” disalahpahami. Maksudnya “kepala
kosong” adalah peneliti tidak berangkat dari kerangka teoretik tertentu, tetapi
langsung terjun ke lapangan untuk mengumpulkan data. Dengan tanpa membawa
kerangka teoretik atau sebuah konsep,
maka diharapkan peneliti dapat memotret fenomena dengan jernih tanpa harus memaksakan data empirik untuk menyesuaikan
diri dengan konsep teoretik. Atau dengan kata-kata lain, istilah “kepala
kosong” artinya adalah peneliti
melepaskan sikap, pandangan, keberpihakkan pada teori tertentu Sebab,
keberpihakkan semacam itu dikhawatirkan kegagalan peneliti menangkap fenomena
atau data yang diperoleh secara jernih karena sudah dipengaruhi oleh pandangen
sebuah teori yang dibawa.
Grounded research menyajikan suatu
pendekatan yang baru data merupakan sumber teori, teori berdasarkan data, dan
karena itu dinamakan grounded. Kategori-kategori dan konsep-konsep dikembangkan
oleh peneliti di lapangan. Data yang bertambah dimanfaatkan untuk verivikasi teori
yang timbul di lapangan yang terus menerus disempurnakan selama penelitian
berlangsung.[5]
Menurut Strauss dan Corbin, grounded theory: “is one that inductively
derived from the study of the phenomenon it represents. That is it discovered,
develoved, and provisionally verified through systematic data collection and
analysis data pertaining to that phenomenon. Therefore, data collection,
analysis, and theory stand in reciprocal relationship with each other. One does
not begin with a theory, than prove it. Rather, one begins with an area of
study and what is relevant to that area is allowed to emerge”.
Kutipan tersebut mempunyai arti:
grounded theory adalah teori yang diperoleh dari hasil pemikiran induktif dalam
suatu penelitian tentang fenomena yang ada. Grounded theory ini ditemukan,
dikembangkan dan dibuktikan melalui pengumpulan data secara sistematis dan
analisis data yang terkait dengan fenomena tersebut. Oleh karena itu kumpulan
data, analisis dan teori saling mempengaruhi satu sama lain. Peneliti tidak
mulai dengan suatu teori kemudian membuktikannya, tetapi memulai dengan
melakukan penelitian dalam suatu bidang, kemudian apa yang relevan dengan
bidang tersebut dianalisis.
Dari penjelasan-penjelasan tersebut di
atas dapat ditarik kesimpulan bahwa grounded theory adalah suatu yang bersifat
konseptual atau teori sebagai hasil pemikiran induktif dari data yang
dihasilkan dalam penelitian mengenai suatu fenomena. Atau suatu teori yang
dibangun dari data suatu fenomena dan dianalisis secara induktif, bukan hasil
pengujian teori yang telah ada. Untuk menganalisis data secara induktif
diperlukan kepekaan teori (theoretical sensitivity).
2. SEJARAH GROUNDED THEORY
Penelitian
Grounded Theory dikembangkan pertama kali pada tahun 1960-an oleh dua ahli
sosiologi, Barney Glaser and Anselm Strauss, berdasarkan penelitian yang mereka
lakukan pada pasien-pasien berpenyakit akut di Rumah Sakit Universitas
California, San francisco.
Glaser
dari Universitas Columbia yang desertasi doktornya (1961) tentang karir
professional para ilmuan. Penelitian untuk desertasinya ini menggunakan
pendekatan kualitatif terhadap data
sekunder. Glaser sangat terpengaruh oleh pola kerja pikiran induktif (baik
kualitatif maupun kuantitatif) yang dikembangkan oleh Paul Lazarsfeld dan
koleganya. Disertasi Gleser di bimbing oleh Robert K. Merton yang menjadi murid
Talcott Persons. Setelah lulus program doktornya, Gleser bergabung dengan
university of California Medical Center di San Fransisco, tempat ia kemudian bertemu
dengan Anselm L. Strauss (sosiolog) yang menyelesaikan program doktornya (1945)
di University of Cicago. Strauss cenderung untuk berkonsentrasi dalam
menentukan prosedur dalam mengaplikasikan pendekatan. Sedangkan Gleser
menentang perubahan apapun dari gagasan awalnya. Dua versi grounded theory
kemudian muncul, straussian dan glaserian.[6]
Catatan-catatan
dan metode penelitian yang digunakan dipublikasikan dan menarik minat banyak
orang untuk mempelajarinya. Sebagai respon, Glaser dan Strauss menerbitkan The
Discovery of Grounded Theory (1967), buku yang menjelaskan prosedur metode
Grounded Theory secara terperinci. Hingga saat ini, buku ini diterima sebagai
peletetak konsep-konsep mendasar Grounded Theory.
3. CIRI-CIRI PENELITIAN GROUNDED THEORY
Ciri-ciri
grounded theory sebagaimana penjelasan Strauss dan Corbin adalah sebagai
berikut:
a. Grounded theory dibangun dari data tentang
suatu fenomena, bukan suatu hasil pengembangan teori yang sudah ada.
b. Penyusunan teori tersebut dilakukan dengan
analisis data secara induktif bukan secara deduktif seperti analisis data yang
dilakukan pada penelitian kuantitatif.
c. Agar penyusunan teori menghasilkan teori yang
benar disamping harus dipenuhi 4 (empat) kriteria yaitu:
1. Cocok (fit), yaitu apabila teori yang
dihasikan cocok dengan kenyataan sehari-hari sesuai bidang yang diteliti.
2. Dipahami (understanding), yaitu apabila
teori yang dihasilkan menggambarkan realitas (kenyataan) dan bersifat
komprehensif, sehingga dapat dipahami oleh individu-individu yang diteliti
maupun oleh peneliti.
3. Berlaku umum (generality), yaitu apabila
teori yang dihasilkan meliputi berbagai bidang yang bervariasi sehingga dapat
diterapkan pada fenomena dalam konteks yang bermacam-macam.
4. Pengawasan (controll), yaitu apabila teori
yang dihasilkan mengandung hipotesis-hipotesis yang dapat digunakan dalam
kegiatan membimbing secara sistematik untuk mengambil data aktual yang hanya
berhubungan dengan fenomena terkait.
Dalam
teori ini juga diperlukan dimilikinya kepekaan teoretik (theoretical
sensitivity) dari si peneliti. Kepekaan teori adalah kualitas pribadi si
peneliti yang memiliki pengetahuan yang mendalam sesuai bidang yang diteliti,
mempunyai pengalaman penelitian dalam bidang yang relevan. Dengan pengetahuan dan
pengalamannya tersebut si peneliti akan mampu memberi makna terhadap data dari
suatu fenomena atau kejadian dan peristiwa yang dilihat dan didengar selama
pengumpulan data. Selanjutnya si peneliti mampu menyusun kerangka teori
berdasarkan hasil analisis induktif yang telah dilakukan. Setelah dibandingkan
dengan teori-teori lain dapat disusun teori baru.
Kemampuan
peneliti untuk memberi makna terhadap data sangat dipengaruhi oleh kedalaman
pengetahuan teoretik, pengalaman dan penelitian dari bidang yang relevan dan
banyaknya literatur yang dibaca. Hal-hal tersebut menyebabkan si peneliti
memiliki informasi yang kaya dan peka atau sensitif terhadap kejadian-kejadian
dan peristiwa-peristiwa dalam fenomena yang diteliti.
4. PRINSIP-PRINSIP METODOLOGI GROUNDED THEORY
Prinsip-prinsip grounded theory
dikatakan sebagai metode ilmiah meliputi sebagai berikut:
a. Perumusan masalah
Pemilihan
dan perumusan masalah merupakan pusat terpenting dari suatu penelitian ilmiah.
Dengan memasukkan semua batasan dalam perumusan masalah, masalah tersebut
memungkinkan peneliti untuk mengarahkan penyelidikan secara efektif dengan
menunjukkan jalan ke pemecahan itu sendiri. Dalam pengertian nyata, masalah
adalah separuh dari pemecahan.
b. Deteksi fenomena
Fenomena
stabil secara relatif, ciri umum yang muncul dari dunia yang kita lihat untuk
dijelaskan. Yang lebih menarik, keteraturan penting yang dapat dibedakan ini
kadang-kadang disebut “efek”. Fenomena meliputi suatu cakupan ontologis yang
bervariasi yang meliputi objek, keadaan, proses dan peristiwa, serta ciri-ciri
lain yang sulit digolongkan.
c. Penurunan teori (theory Generation)
Menurut
Gleser dan Strauss, grounded theory dikatakan muncul secara induktif dari
sumber data sesuai dengan metode “constant comparison” atau perbandingan tetap.
Sebagai suatu metode penemuan, metode perbandingan tetap merupakan campuran
pengodean sistematis, analisis data, dan prosedur sampling teoritis yang
memungkinkan peneliti membuat penafsiran pengertian dari sebagian besar pola yang
berbeda dalam data dengan pengembangan ide-ide teoritis pada level abstraksi
yang lebih tinggi, daripada deskripsi data awal.
d. Pengembangan teori
Gleser
dan Strauss memegang suatu perspektif dinamis pada konstruksi teori. Ini jelas
dari klaim mereka bahwa strategi analisis komparatif untuk pnurunan teori
meletakkan suatu tekanan yang kuat pada teori sebagai proses; yaitu, teori
sebagai satu kesatuan yang pernah berkembang, bukan sebagai suatu produk yang
sempurna.
e. Penilaian teori (Theory Appraisal)
Gleser
dan Strauss menjelaskan bahwa ada yang lebih pada penilaian teori daripada
pengujian untuk kecukupan empiris. Kejelasan, konsistensi, sifat hemat,
kepadatan, ruang lingkup, pengintegrasian, cocok untuk data, kemampuan
menjelaskan, bersifat prediksi, harga heuristik, dan aplikasi semua itu
disinggung sebagai kriteria penilaian yang bersangkutan.
f. Grounded theory yang direkonstruksi.
Sama
halnya konstruksi suatu makalah yang merupakan kelengkapan suatu penelitian
dibandingkan perhitungan naratif penelitian tersebut, maka rekonstruksi
filosofis metode merupakan konstruksi yang menguntungkan.
5. METODE PENGUMPULAN DATA
Permulaan
pengumpulan data interpretif studi kualitatif biasanya dilakukan melalui
interview atau observasi. Hasil interview atau pencatatan/ perekaman (audio
atau video) interaksi dan atau kejadian dijelaskan atau dituliskan kembali
(ditulis dalam format teks atau di tangkap dalam bentuk identifikasi yang jelas
dari sub-element. Sebagai contoh video dapat dianalisis detik-per-detik. Elemen
data kemudian diberi kode dalam kategori apa yang sedang diobservasi.
Dalam
pengumpulan data dibedakan antara empiri dengan data. Hanya empiri yang relevan
dengan obyek dan dikumpulkan oleh peneliti dapat disebut data. Maka diperlukan
proses seleksi dalam kewajaran menangkap semua empiri. Seseorang yang sedang
memperhatikan jenis mobil tertentu, pada saat berjalan-jalan pun akan
memperhatikan jenis mobil itu yang dikendarai orang lain tanpa memperhatikan
jenis mobil yang lain.
Sesudah
melakukan observasi atau wawancara peneliti segera harus membuat catatan hasil
rekaman observasi partisipan atau wawancara. Noeng Muhadjir sebagaimana dikutip
Sudira menyarankan agar mencari peluang waktu di mana ingatan masih segar dan
sedang tidak ada bersama dengan subyek responden.
Bogdan
dikutip oleh Noeng Muhadjir membedakan catatan dalam dua hal yaitu catatan
deskriptif dan catatan reflektif. Catatan deskriptif lebihmenyajikan rinci
kejadian, bukan merupakan ringkasan dan juga bukan evaluasi. Bukan meringkas
atau mengganti kata atau kalimat yang dikatakan. Ini penting karena sebuah kata
atau kalimat maknanya akan bisa berbeda tergantung konteksnya. Karenanya perlu
deskripsi yang riil tentang tampilan fisiknya (pakaian, raut wajah,
perlengkapan, dsb), situasinya, interaksi yang terjadi, lingkungan fisik,
kejadian khusus, lukisan aktivitas secara rinci, perilaku, pikiran dan perasaan
peneliti juga perlu dideskripsikan. Sedangkan catatan reflektif lebih
mengetengahkan kerangka fikiran, ide, dan perhatian peneliti, komentar
peneliti, hubungan berbagai data, kerangka fikir.
Menurut
Creswell pengumpulan data dalam studi grounded theory merupakan proses
“zigzag”, keluar lapangan untuk memperoleh informasi, menganalisis data, dan
seterusnya. Partisipan yang diwawancarai dipilih secara teoritis –dalam
theoritical sampling- untuk membantu peneliti membentuk teori yang paling baik.
Ada
tiga pola penyampelan teoritik, yang sekaligus menandai tiga tahapan kegiatan
pengumpulan data. Berikut ini adalah penjelasan singkat tentang ketiga
penyampelan tersebut.
1. Penyampelan terbuka bertujuan untuk
menemukan data sebanyak mungkin berkenaan dengan rumusan masalah yang dibuat
pada awal penelitian. Karena pada tahap awal itu peneliti belum yakin tentang
konsep mana yang relevan secara teoritik, maka obyek pengamatan dan orang-orang
yang diwawancarai juga masih belum dibatasi. Data yang terkumpul dari kegiatan
pengumpulan data awal inilah kemudian dianalisis dengan pengkodean terbuka.
2. Penyampelan relasional dan variasional
berfokus pada pengungkapan dan pembuktian hubungan-hubungan antara kategori
dengan kategori dan kategori dengan sub-sub kategorinya. Pada kedua penyampelan
ini diupayakan untuk menemukan sebanyak mungkin perbedaan tingkat ukuran di
dalam data. Hal pokok yang perlu pada penemuan perbedaan tingkat ukuran
tersebut adalah proses dan variasi. Jadi, inti utama penyampelan di sini adalah
memilih subyek, lokasi, atau dokumen yang memaksimalkan peluang untuk
memperoleh data yang berkaitan dengan variasi ukuran kategori dan data yang
bertalian dengan perubahan.
3. Penyampelan pembeda berkaitan dengan
kegiatan pengkodean terpilih. Oleh karena itu tujuan penyampelan pembeda adalah
menetapkan subyek yang diduga dapat memberi peluang bagi peneliti untuk
membuktikan atau menguji hubungan antar kategori.
Kegiatan
pengumpulan data dalam penelitian Grounded Theory berlangsung secara bertahap
dan dalam rentang waktu yang relatif lama. Proses pengambilan sampel juga
berlangsung secara terus menerus ketika kegiatan pengumpulan data. Jumlah
sampel bisa terus bertambah sejalan dengan pertambahan jumlah data yang
dibutuhkan.
Berdasarkan paparan tentang prinsip
penyampelan di atas, jelas bahwa pengambilan kesimpulan dalam penelitian
Grounded Theory tidak didasarkan pada generalisasi, melainkan pada spesifikasi.
Bertolak dari pola penalaran ini, penelitian Grounded Theory bermaksud untuk
membuat spesifikasi-spesifikasi terhadap (a) kondisi yang menjadi sebab
munculnya fenomena, (b) tindakan/interaksi yang merupakan respon terhadap
kondisi itu, (c) serta konsekuensi-konsekuensi yang timbul dari tindakan/i
nteraksi itu.
Jadi, rumusan teoritik sebagai hasil
akhir yang ditemukan dari jenis penelitian ini tidak menjustifikasi
keberlakuannya untuk semua populasi, seperti dalam penelitian kuantitatif,
melainkan hanya untuk situasi atau kondisi tersebut.
6. PROSES ANALISIS DATA
Proses analisis data dalam penelitian
grounded theory bersifat sistematis dan mengikuti format standar sebagai
berikut:
a. Dalam pengodean terbuka (open coding),
peneliti membentuk kategori awal dari informasi tentang fenomena yang dikaji
dengan pemisahan informasi menjadi segmen-segmen. Di dalam setiap kategori,
peneliti menemukan beberapa propertics, atau sub kategori, dan mencari data
untuk membuat dimensi (to dimensionalize), atau memperlihatkan kemungkina
ekstrem pada kontinum properti tersebut.
b. Dalam pengkodean poros (axial coding),
peneliti merakit data dalam cara baru setelah open coding. Rakitan data ini
dipresentasikan menggunakan paradigma pengodean atau diagram logika dimana
peneliti mengidentifikasi fenomena sentran (yaitu kategori sentral tentang
fenomena), menjajaki kondisi kausal (yaitu ketegori yang mempengaruhi
fenomena), menspesifikasikan strategi (yaitu tindakan atau interaksi yang
dihasilkan dari fenomena sentral), mengidentifikasi konteks dan kondisi yang
menengahinya (yaitu kondisi luas dan sempit yang mempengaruhi strategi), dan
menggambarkan konsekuensi (yaitu hasil dari strategi) untuk fenomena ini.
Dalam
pengodean selektif (selective coding), peneliti mengidentifikasi “garis cerita”
dan menulis cerita yang mengintegrasikan kategori dalam model pengodean poros.
Dalam fase ini, proposisi bersyarat (coditional proposition) atau hipotesis
biasanya disajikan.
d. Akhirnya, peneliti dapat mengembangkan dan
menggambarkan secara visual suatu matrik kondisional yang mejelaskan kondisi
sosial, historis, dan ekonomis yang mempengaruhi fenomena sentral. Fase
analisis ini tidak sering ditemukan dalam grounded theory.
Hasil
proses pengumpulan dan analisis data ini adalah suatu teori, teori level
subtantif subtantive level theory) yang ditulis oleh peneliti tertutup pada
suatu masalah khusus atau populasi orang. Teori ini selanjutnya cenderung diuji
secara empiris sekarang kita mengetahui variabel atau kategori data lapangan,
meskipun studi ini dapat diakhiri pada poin ini karena penurunan suatu teori
merupakan hasil studi yang sah/legitimate.
Menurut
Strauss dan Corbin prosedur analisis dalam penelitian grounded theory yang
disebutkannya sebagai proses pengodean (coding proces) dirancang sebagai
berikut;
1. Membangun daripada hanya mengetes teori
2. Memberikan proses penelitian rigor
‘ketegasan’ yang diperlukan untuk membuat teori ilmu pengetahuan yang baik
3. Membantu menganalisis untuk memecahkan
melalui bias dan asumsi yang dibawa
4. Melengkapi grounding, membangun
pengungkapan, dan mengembangkan kepekaan serta integrasi yang diperlukan untuk
melahirkan suatu yang besar, mempersempit jaringan, menjelaskan teori yang secara
tertutup mendekati realitas yang mewakilinya.
7. KELEMAHAN DAN KELEBIHAN GROUNDED THEORY
Berbagai
kegiatan penelitian telah dilakukan dengan pendekatan grounded theory di
berbagai disiplin ilmu telah dilakukan. Salah satunya adalah” Use of computer
based qualitative data Analysis (QDA) software in Grounded Research
Methodology”.
Dari
penjelasan para peneliti yang terlibat, terkesan bahwa penggunaan metode
grounded theory terlalu memakan waktu yang lama. Hal ini dikarenakan adanya
tuntutan metodologinya yang mengharuskan para peneliti untuk bersikap sangat
teliti, dan rajin.[7]
Kualitas
grounded theory seperti pada penelitian lain, selain ditentukan validitas,
reliabilitas dan kredibilitas dari data, juga ditentukan oleh proses penelitian
di mana teori dihasilkan serta beralasan empiris dari temuan atau teori yang
dihasilkan.
Proses
grounded theory selama ini dituduh kelewat kompleks dan membingungkan. Banyak
orang yang kesulitan mempraktikkannya, kecuali dalam kondisi yang longgar,
tidak kaku, tidak terlalu dispesifikasi “.[8]
Ada
tiga aspek yang membedakan Grounded Theory dengan pendekatan penelitian yang
lain adalah sebagai berikut :
1. Peneliti mengikuti prosedur analisis
sistematik dalam sebagian besar pendekatan. Grounded theory lebih terstruktur
dalam proses pengumpulan data dan analisisnya, dibanding model riset kualitatif
lain. Meski strateginya sama (misalnya analisis tematik terhadap transkip
wawancara, observasi dan dokumen tertulis)
2. Peneliti memasuki proses riset dengan
membawa sedikit mungkin asumsi. Ini berarti menjauhkan diri dari teori yang
sudah ada.
3. Peneliti tidak semata-mata bertujuan untuk
menguraikan atau menjelaskan, tetapi juga mengonseptualisasikan dan berupaya
keras untuk menghasilkan dan mengembangkan teori.
Hal yang spesifik yang membedakan pengumpulan data pada penelitian Grounded Theory dari pendekatan kualitatif lainnya adalah pada pemilihan fenomena yang dikumpulkan. Paling tidak, pada Grounded Theory sangat ditekankan untuk menggali data perilaku yang sedang berlangsung (life history) untuk melihat prosesnya serta ditujukan untuk menangkap hal-hal yang bersifat kausalitas. Seorang peneliti Grounded Theory selalu mempertanyakan "Mengapa suatu kondisi terjadi?", "Apa konsekwensi yang timbul dari suatu tindakan/reaksi?", dan "Seperti apa tahap-tahap kondisi, tindakan/reaksi, dan konsekwensi itu berlangsung?” "Apa konsekwensi yang timbul dari suatu tindakan/reaksi?", dan "Seperti apa tahap-tahap kondisi, tindakan/reaksi, dan konsekwensi itu berlangsung?”
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari
beberapa penjelasan pada bab sebelumnya, dapat ditarik beberapa kesimpulan
diantaranya:
Grounded
theory adalah suatu yang bersifat konseptual atau teori sebagai hasil pemikiran
induktif dari data yang dihasilkan dalam penelitian mengenai suatu fenomena.
Atau suatu teori yang dibangun dari data suatu fenomena dan dianalisis secara
induktif, bukan hasil pengujian teori yang telah ada.
Ciri-cirinya
adalah:
1. Grounded theory dibangun dari data tentang
suatu fenomena.
2. Penyusunan teori tersebut dilakukan dengan
analisis data secara induktif.
3. Agar penyusunan teori menghasilkan teori
yang benar disamping harus dipenuhi 4 (empat) kriteria yaitu: cocok, dipahami,
berlaku umum, pengawasan, juga diperlukan dimilikinya kepekaan teoretik
(theoretical sensitivity) dari si peneliti.
4. Peneliti mempunyai wawasan yang luas
Prinsip-prinsip
grounded theory meliputi:
Perumusan
masalah, deteksi fenomena, penurunan teori, pengembangan teori, penilaian
teori, dan grounded theory yang direkonstruksi.
Menurut
Creswell pengumpulan data dalam studi grounded theory merupakan proses
“zigzag”, keluar lapangan untuk memperoleh informasi, menganalisis data, dan
seterusnya. Partisipan yang diwawancarai dipilih secara teoritis –dalam
theoritical sampling- untuk membantu peneliti membentuk teori yang paling baik.
Proses
analisis data dalam grounded theory meliputi: pengodean terbuka (open coding),
pengodean poros (axial coding), pengodean selektif (selective coding), dan
proposition.
[1] Daymon, Cristin, dan Holloway, Immy. Metode-metode Riset
Kualitatif dalam Public Relations dan Marketing Communication, (2008.
Yogyakarta: Bentang,hal 181
[2] Bungin,Burhan.Metodologi Penelitian Sosial,
Format-format kuantitatif dan
kualitatif. 2001.Surabaya: Airlangga University Press, hal 8-9
[3] Agus Salim. Teori dan Paradigma penelitian Sosial.
(Yogyakarta: Tiara Wacana, 2001), hal 110
[4] Daymon, Cristin, dan Holloway, Immy. Metode-metode Riset
Kualitatif dalam Public Relations dan Marketing Communication.2008. Yogyakarta:
Bentang,hal 182
[5] Masri Singarimbun, Metode Penelitian Survei. 1989.
Jakarta: LP3ES, hal 8-9
[6] Daymon, Cristin, dan Holloway, Immy. Metode-metode Riset
Kualitatif dalam Public Relations dan Marketing Communication.2008. Yogyakarta:
Bentang, hal 182.
[7] Salim, Agus. Teori dan Paradigma penelitian Sosial Agus
Salim.2001. Yogyakarta: Tiara Wacana, hal 112
[8] Daymon, Cristin, dan Holloway, Immy. Metode-metode Riset
Kualitatif dalam Public Relations dan Marketing Communication.2008. Yogyakarta:
Bentang,hal 197
GROUNDED THEORY APPROACH
Reviewed by As'ad Al-Tabi'in Al-Andalasi
on
March 02, 2017
Rating:
No comments:
Komentar