Workshop Kurikulum Berbasis KBK merujuk KKNI, Kopertais wilayah XII Riau Kepri
20-21 Agustus 2016, Alpha Hotel, jl. Harapan Raya, Pekanbaru.
Narasumber: Prof. Dr. H. Raihani, M.Ed, Ph.D
20-21 Agustus 2016, Alpha Hotel, jl. Harapan Raya, Pekanbaru.
Narasumber: Prof. Dr. H. Raihani, M.Ed, Ph.D
Berlandaskan UU Repupublik Indonesia No. 12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi dan UU no 20 tahun 2003 Sisdiknas, perubahan PP 19 menjadi PP 32 tentang SNP, peraturan menteri nomor 49 2014, standar nasional pendidika tinggi DIKTI No. 49 2014, mengarahkan kurikulum pendidikan tinggi agar mampu menjawab dan membentuk lulusan yang menjawab kebutuhan pengguna, yag membutuhkan tenaga profesional.
Outcome Based Curriculum melandasi terbentuknya KKNI yang mana kurikulum lebih condong pada hasil atau product yang dilahirkan dari lembaga pendidikan.
Pada dasarnya setiap satuan pendidikan memiliki sistem untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas. Sistempendidikan tinggi di Indonesia memiliki
empat tahapan pokok, yaitu (1) Input; (2)Proses; (3)Output; dan (4)Outcomes.
Input Perguruan Tinggi (PT) adalah lulusan SMA, MA, dan SMK sederajat yang
mendaftarkan diri untuk berpartisipasi mendapatkan pengalaman belajar dalam
proses pembelajaran yang telah ditawarkan. nput yang baik memiliki beberapa
indikator, antara lain nilai kelulusan yang baik, namun yang lebih penting
adalah adanya sikap dan motivasi belajar yang memadai. Kualitas input sangat
tergantung pada pengalaman belajar dan capaian pembelajaran calon mahasiswa.
Semenjak tahun 2000, paradigma yang digunakan dalam mengembangkan
kurikulum di Pendidikan Tinggi Indonesia telah mengalami perubahan. Dimulai
dengan diterbitkannya SK Mendiknas 232/U/2000 yang menyatakan penggantian kurikulum nasional dengan kurikulum inti dan institusional. Pada tahun
2014 telah terbit aturan yang mengatur Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNDIKTI) berdasarkan Permendikbud no 49 tahun 2014.
Pada beberapa dekade lalu, sebelum tahun 2000 proses penyusunan
kurikulum disusun berdasarkan tradisi 5 tahunan (jenjang S1) atau 3 tahunan
(jenjangD3) yang selalu menandai berakhirnya tugas satu perangkat kurikulum.
Selainitu, disebabkan pula oleh rencana strategis PT yang memuat visi danmisi
PT juga telah berubah. Sebagian besar alasan perubahan kurikulum berasal dari
permasalahan internal PT sendiri.
Hal ini bukan suatu kesalahan. Namun pada
situasi global seperti saat ini, dimana percepatan perubahan terjadi di segala
sektor, maka akan sulit bagi masyarakat untuk menahan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni. Pada masa sebelum tahun 1999 (premilleniumera) perubahan IPTEKS yang terjadi mungkin tidak sedahsyat pascamillennium. Jika dipahami dengan lebih dalam berdasarkan sistem pendidikan
yang telah dijelaskan di atas, maka jika terjadiperubahan pada tuntutan dunia
kerja sudah sewajarnyalah proses di dalam PT kita juga perlu untuk beradaptasi.
Alasan inilah yang seharusnya dikembangkan untuk melakukan perubahan
kurikulum PT di Indonesia.
PARADIGMA KURIKULUM PENDIDIKAN
TINGGI
1. KKNI dalam Kurikulum Pendidikan Tinggi
Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia atau disingkat KKNI merupakan
kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi yang dapat menyandingkan,
menyetarakan, dan mengintegrasikan antara bidang pendidikan dan bidang
pelatihan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan
kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai sektor.
Pernyataan ini ada dalam Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 tentang
Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia.
Sangat penting untuk menyatakan juga bahwa KKNI merupakan perwujudan mutu dan jati diri BangsaIndonesia terkait dengan sistem pendidikan
nasional dan pelatihan yang dimiliki negara Indonesia. Maknanya adalah, dengan
KKNI ini memungkinkan hasil pendidikan, khususnya pendidikan tinggi,
diperlengkapi dengan perangkat ukur yang memudahkan dalam melakukan
penyepadanan dan penyejajaran dengan hasil pendidikan bangsa lain di dunia.
KKNI juga menjadi alat yang dapat menyaring hanya orang atau SDM yang
berkualifikasi yang dapat masuk ke Indonesia.
Dengan fungsi yang komprehensif ini menjadikan KKNI berpengaruh pada
hampir setiap bidang dan sektor di mana sumber daya manusia dikelola,
termasuk di dalamnya pada sistem pendidikan tinggi, utamanya pada kurikulum
pendidikan tinggi.
2. KKNI Sebagai Tolok Ukur
Pergeseran wacana penamaan kurikulum pendidikan tinggi dari KBK
(Kurikulum Berbasis Kompetensi) ke penamaan Kurikulum Pendidikan Tinggi
(K-DIKTI) memiliki beberapa alasan yang penting untuk dicatat, diantaranya :
a) Penamaan KBK tidak sepenuhnya didasari oleh ketetapan peraturan,
sehingga masih memungkinkan untuk terus berkembang. Hal ini sesuai
dengan kaidah dari kurikulum itu sendiri yang terus berkembang menyesuaikan pada kondisi terkini dan masa mendatang.
b) KBK mendasarkan pengembangannya pada kesepakatan penyusunan
kompetensi lulusan oleh perwakilan penyelenggara program studi yang
akan disusun kurikulumnya. Kesepakatan ini umumnya tidak sepenuhnya
merujuk pada parameter ukur yang pasti, sehingga memungkinkan
pengembang kurikulum satu menyepakati kompetensi lulusan yang kedalaman atau level capaiannya berbeda dengan pengembang kurikulum lainnya
walaupun pada program studi yang sama pada jenjang yang sama pula.
c) Ketiadaan parameter ukur dalam sistem KBK menjadikan sulit untuk
menilai apakah program studi jenjang pendidikan yang satu lebih tinggi atau
lebih rendah dari yang lain. Artinya, tidak ada yang dapat menjamin apakah
kurikulum program D4 misalnya lebih tinggi dari program D3 pada program
studi yang sama jika yang menyusun dari kelompok yang berbeda.
d) Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) memberikan parameter
ukur berupa jenjang kualifikasi dari jenjang 1 terendah sampai jenang 9
tertinggi. Setiap jenjang KKNI bersepadan dengan level Capaian
Pembelajaran (CP) program studi pada jenjang tertentu, yang mana
kesepadannya untuk pendidikan tinggi adalah level 3 untuk D1, level 4
untuk D2, level 5 untuk D3, level 6 untuk D4/S1, level 7 untuk profesi
(setelah sarjana), level 8 untuk S2, dan level 9 untuk S3. Kesepadanan ini
diperlihatkan pada Gambar berikut
e) CP pada setiap level KKNI diuraikan dalam diskripsi sikap dan tata nilai,
kemampuan, pengetahuan, tanggung jawab dan hak dengan pernyataan
yang ringkas yang disebut dengan deskriptor generik. Masing masing
deskriptor mengindikasikan kedalaman dan level dari CP sesuai dengan
jenjang program studi.
f) K-DIKTI sebagai bentuk pengembangan dari KBK menggunakan level
kualifikasi KKNI sebagai pengukur CP sebagai bahan penyusun kurikulum
suatu program studi.
g) Perbedaan utama K-DIKTI dengan KBK dengan demikian adalah pada
kepastian dari jenjang program studi karena CP yang diperoleh memiliki
ukuran yang pasti.
Workshop Kurikulum Berbasis KBK merujuk KKNI, Kopertais wilayah XII Riau Kepri
Reviewed by As'ad Al-Tabi'in Al-Andalasi
on
August 20, 2016
Rating:
No comments:
Komentar